IHSG Sempat Anjlok 2%, Saham Tambang MIND ID TINS, PTBA, ANTM Jeblok

Nur Hana Putri Nabila
23 Juni 2025, 09:57
IHSG, saham, emiten tambang
Katadata/Fauza Syahputra
Ilustrasi. IHSG pada perdagangan hari ini dibuka anjlok hingga ke 6.833 atau 1,07%, dan sempat turun hingga lebih dari 2%.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat anjlok 2% pada perdagangan pagi ini, Senin (23/6) ke level di bawah 6.800. IHSG, antara lain terseret anjloknya harga saham emiten-emiten pertambangan anggota Mining Industry Indonesia (MIND ID).

Pada perdagangan pukul 09.29 WIB ini, harga saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mencatat penurunan paling dalam yakni anjlok 13,56% ke Rp 2.550. Penurunan harga saham juga dicatatkan PT Timah Tbk (TINS) hingga 8,14% ke Rp 1.015, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mencapai 3,69% ke Rp 3.130, dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) turun 2,19% ke Rp 3,130.

IHSG pada perdagangan hari ini dibuka anjlok hingga ke 6.833 atau 1,07%, dan sempat turun hingga lebih dari 2%. Adapun pada perdagangan pukul 09.30 WIB,  IHSG berada di posisi 6.798.

Jebloknya kinerja IHSG hari ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik akibat keterlibatan Amerika Serikat dalam perang Israel dan Iran pada pekan lalu.

Kiwoom Sekuritas menilai, ketegangan geopolitik menjadi faktor utama yang menggerakkan sentimen pasar global saat ini. Situasi memanas setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan keberhasilan serangan udara yang diklaim telah menghancurkan fasilitas nuklir utama milik Iran.

Trump menegaskan AS siap melancarkan serangan tambahan jika Iran menolak menyepakati perdamaian  Pernyataan tersebut muncul di tengah eskalasi berkepanjangan antara Israel dan Iran.

Selama sepekan terakhir, Israel dilaporkan telah menyerang puluhan target militer Iran dalam upaya menghentikan pengembangan senjata nuklir. Di sisi lain, Iran menolak membuka kembali negosiasi terkait program nuklir di tengah serangan yang berlangsung dan tambahan sanksi dari AS, termasuk terhadap individu dan kapal yang diduga memasok peralatan pertahanan.

Situasi ini membuat investor global semakin waspada terhadap potensi memburuknya konflik di kawasan. Aksi balasan dari Iran masih menjadi risiko utama yang membayangi stabilitas pasar.

Oxford Economics memperkirakan, salah satu skenario terburuk perang ini adalah jika Iran menghentikan produksi dan menutup akses Selat Hormuz, jalur vital distribusi minyak dunia. Ketika itu terjadi, harga minyak global bisa melonjak hingga US$130 per barel.

Kondisi ini diperkirakan akan mendorong inflasi AS menembus angka 6% pada akhir tahun, memperparah ketidakpastian ekonomi global. “Hal ini bisa menghapus seluruh peluang pemangkasan suku bunga The Fed pada 2025,” tulis tim riset Kiwoom Sekuritas, Senin (23/6). 

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Nur Hana Putri Nabila
Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...