Tren Investor Syariah Meningkat, Kemampuan Baca Data Jadi Kunci di Pasar Modal


Meningkatnya jumlah investor syariah menjadi tren baru di pasar modal Tanah Air dalam dua tahun terakhi. Hingga April 2025, Bursa Efek Indonesia mencatat jumlah investor syariah mencapai 174 ribu.
Di tengah perkembangan itu, investor yang aktif membagikan konten mengenai investasi dengan prinsip syariah di Instagram, Dian Widayanti menyatakan terdapat keresahan lantaran pertumbuhan investor belum dibarengi dengan pemahaman yang menyeluruh tentang produk investasi yang sesuai dengan syariat. Akibatnya masih banyak investor syariah yang tidak memilih produk syariah.
“Karena syariah itu adalah produk yang memang didesain untuk muslim. Tapi ketika muslim menolak menggunakan syariah nah itu kan sayang,” ujar Dian dalam acara hari kedua Sharia Investment Week bertajuk The Social Network: Swipe, Scroll, Invest yang digelar di Bursa Efek Indonesia, Jumat (20/6).
Menurut Dian, mengikuti investasi syariah bukan semata karena tren, melainkan bentuk tanggung jawab terhadap kepercayaan yang diyakini. Ia menyarankan agar investor lebih aktif memanfaatkan informasi dari berbagai sumber untuk memilih produk investasi yang tepat.
Sebelumnya Direktur Pengembangan BEI Jeffry Hendrik mengatakan untuk 2025 ini lembaganya menargetkan pertumbuhan investor syariah mencapai 20%. Menurut Jeffry, BEI akan akan mendorong kemudahan masyarakat dalam pembukaan Rekening Dana Nasabah (rdn) Syariah dan meningkatkan literasi keuangan syariah.
"Saat ini, kira-kira ada 10 ribu investor baru setiap tahun. Itu naik lebih dari 20%,”ujar Jeffry.
Jeffrey mencatat, peningkatan animo masyarakat terhadap investasi syariah setiap tahunnya tercermin dari kenaikan pendaftar Sharia Investment Week. SIW merupakan seminar tahunan bagi para investor syariah untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan seputar investasi di pasar modal syariah.
Bijak Memilih Investasi dengan Data
Berkenaan dengan literasi, Head of Marketing Digital Business PT Mandiri Sekuritas, Paramita Sari mengatakan perkembangan teknologi dan perubahan perilaku investor membuat industri pasar modal di Indonesia mengalami pergeseran signifikan. Perubahan tidak hanya dalam proses pembukaan rekening tetapi juga dengan perilaku dalam mengakses informasi.
“Anak-anak muda sekarang cari referensi saham di sosial media, ikut rekomendasi influencer. Tapi ketika hasilnya tidak sesuai harapan, banyak yang jadi trauma. Ini tantangan yang harus kita hadapi bersama,” kata Paramita.
Ia mengatakan salah satu langkah yang perlu jadi perhatian investor adalah dengan bijak dan selektif dalam menyaring informasi. Terlebih lagi untuk investor yang memang memiliki minat terhadap produk investasi syariah.
Menurut Paramita, investor saat ini tidak hanya mengikuti informasi yang berseliweran, tetapi juga haru mampu mengolah data agar bisa mengambil keputusan investasi yang cerdas.
“Di Mandiri Sekuritas, kami sudah mulai memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk membantu nasabah mengambil keputusan investasi apakah beli, tahan atau jual. Jadi bukan hanya curhat sedikit lalu investasi, tapi harus didasari pemahaman data,” kata Paramita.
Paramita juga mengingatkan bahwa dalam dunia investasi digital saat ini, kecepatan dan kenyamanan bukan satu-satunya faktor. Investor juga harus berhati-hati dan bijak dalam mengambil keputusan.
Sementara itu, di tengah derasnya arus informasi, Chief Executive Officer Katadata Metta Dharmasaputra mengatakan media memiliki peran penting untuk menyajikan informasi yang kredibel namun tetap mudah dipahami oleh audiens. Di sisi lain, ia mengakui bahwa tren teknologi dan perilaku audiens telah mengalami perubahan signifikan.
Metta mengatakan salah satu langkah yang saat ini menjadi terobosan media adalah dengan terus beradaptasi dan memanfaatkan teknologi seoptimal mungkin seperti dengan penggunaan media sosial.
“Sosial media bukan hanya digunakan oleh para influencer, tapi juga harus digunakan oleh media mainstream,” kata Metta.
Menurut Metta, saat ini media sosial bukan sekadar kanal distribusi berita tetapi juga harus menjadi bagian dari perubahan perilaku. Salah satunya terlihat dari penggunaan TikTok dan Instagram yang dilengkapi dengan format khas seperti video pendek dan carousel.
Metta menyebut perubahan format ini sebagai strategi media untuk mengikuti perilaku baru audiens. “Itu adalah strategi media untuk bisa beradaptasi sesuai dengan perilaku audiens yang memang berubah. Itu mau tidak mau harus dilakukan,” katanya.
Selain tuntutan adaptasi teknologi, Metta juga berharap audiens semakin cerdas dalam memilah informasi. Ia menyoroti pentingnya literasi digital di tengah maraknya informasi yang beredar, terutama di era kemunculan teknologi seperti Chat GPT.
Ia pun menjelaskan, bagi para investor akan lebih aman bila memanfaatkan informasi dari media dibanding dari sumber media sosial non-media. Hal itu lantaran informasi di media yang sampai kepada pembaca telah melewati berbagai lapis proses sehingga informasi yang disampaikan benar-benar kredibel.
“Di Katadata kami memang mencoba mulai dari data planning, collecting kemudian masuk ke data verification baru data di publish,” kata Metta.