BRMS Pertimbangkan Opsi Kuasi Reorganisasi, Kapan Diproyeksi Mulai Bagi Dividen?


Direktur Bumi Resources Minerals ($BRMS), Herwin Hidayat, mengatakan bahwa pihaknya sedang mengkaji opsi kuasi reorganisasi. Hal ini dilakukan untuk mengatasi defisit neraca yang mencapai US$ 760 juta atau Rp 12,4 T per akhir 2024.
Herwin menjelaskan perseroan ingin mempercepat tercapainya surplus atas return on risk pada 2028. Rencana kuasi reorganisasi merupakan upaya BRMS untuk mempercepat realisasi pembagian dividen kepada para pemegang saham dalam lima tahun ke depan.
“Atau mungkin lebih cepat, lah. Artinya kami udah bisa bagi dividen dalam lima tahun. Ini kalau secara natural ya,” ucap Herwin usai salah satu sesi diskusi di Jakarta pekan lalu, seperti dikutip Senin (16/6).
Kuasi reorganisasi adalah salah satu prosedur akuntansi yang memungkinkan perusahaan menghapus saldo laba negatif (defisit) tanpa harus melakukan reorganisasi secara hukum. Ketentuan kuasi reorganisasi saat ini diatur dalam keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor Kep-718/BL/2012 yang berlaku efektif mulai 1 Januari 2013.
Melalui kuasi reorganisasi, BRMS berharap bisa melakukan penataan ulang struktur ekuitas melalui eliminasi saldo rugi. Caranya adalah dengan menggunakan pos ekuitas yang bernilai positif seperti agio saham atau modal saham.
Langkah serupa sebelumnya telah dilakukan oleh emiten PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang merupakan emiten terafiliasi dengan BRMS. Kuasi reorganisasi BUMI telah disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang berlangsung Senin (2/6) lalu.
Herwin mengatakan melalui kuasi reorganisasi, perusahaan bisa memacu kinerja lebih cepat. Per kuartal pertama 2025, BRMS defisit US$ 745,98 juta atau sekitar Rp 12,15 triliun per 31 Maret 2025.
Menurutnya, apabila hanya mengandalkan kinerja laba bersih, proses penghapusan defisit tersebut akan memakan waktu panjang. Herwin mengakui laba bersih BRMS saat ini melesat. Sepanjang 2024, BRMS mencatatkan laba bersih sebesar US$ 25,12 juta atau naik 77% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar US$14,18 juta.
Salah satu langkah strategis untuk menggelar kuasi reorganisasi adalah melalui proses persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI). Saat ini, perseroan menurut Herwin masih mempelajari syarat-syarat yang ditetapkan otoritas untuk memastikan apakah BRMS telah memenuhi ketentuan yang diperlukan untuk melangkah lebih lanjut untuk membagikan dividen.
“Karena kalau defisitnya tidak terlalu negatif, tidak terlalu besar, tidak terlalu signifikan, biasanya tidak diberi izin (untuk membagikan dividen),” kata Herwin.
Herwin menjelaskan, apabila BRMS hanya mengandalkan laba bersih untuk menutup defisit, masih perlu dikerek dari tingginya harga emas. Ia memperkirakan, margin keuntungan tetap akan besar jika harga emas berada di kisaran US$ 2.750 hingga US$ 3.000 per ons, dengan biaya produksi sekitar US$ 1.300–US$ 1.500 per ons.
Terlebih lagi, apabila harga emas berada di level saat ini yang mencapai US$ 3.200 per ons, maka laba bersih BRMS berpotensi bisa melesat. “Kalau melihat ini, OJK bisa bisa bilang lewat jalan natural aja,” ujar Herwin.
BRMS Agresif Panen Harta Karun di 2027
Bila menilik kinerja keuangan perusahan, BRMS mencatatkan kenaikan laba bersih hingga tiga kali lipat selama tiga bulan perdana 2025. Perusahaan di sektor pertambangan ini mencetak laba bersih sebesar US$ 14,85 juta atau setara Rp 248,92 miliar. Naik signifikan 296% dari US$ 3,75 juta atau setara Rp 62,88 miliar year on year (yoy).
Mengutip keterbukaan informasi dari Bursa Efek Indonesia, lonjakan laba tersebut sejalan dengan melambungnya angka pendapatan hingga 212% menjadi US$ 63,31 juta atau Rp 1,06 triliun. Jika dibandingkan dengan pendapatan periode yang sama tahun lalu, BRMS meraup US$ 20,32 juta atau Rp 340,69 miliar.
Lonjakan agresif tersebut ditopang dari peningkatan volume penjualan emas hingga 128% dari 9.623 ons menjadi 21.922 ons. Di sisi lain, rata-rata harga emas (ASP) tahun ini juga meningkat 35% menjadi US$ 2.809 per ons, dibandingkan periode sebelumnya US$ 2.083 per ons.
“Hasil keuangan yang membaik tersebut disebabkan oleh peningkatan produksi emas dari anak usaha kami di Palu [PT Citra Palu Minerals] (CPM) dan harga jual emas yang lebih tinggi,” kata Direktur & Chief Financial Officer BRMS Charles Gobel dikutip Senin (16/6).
Sementara itu, Presiden Direktur & CEO BRMS, Agus Projosasmito membeberkan bahwa perseroannya sedang mengolah bijih emas dari area tambang terbuka di Poboya, Palu. Kadar emas di daerah tersebut sekitar 1,5 gram per ton. Selain itu, adanya kontribusi dari mitra kontraktor PT Macmahon Indonesia (MMI) sehingga BRMS optimis bisa mengejar target menambang cadangan emas. Penambangan dilakukan di daerah yang sama pada paruh kedua 2027.
“Tambang di bawah tanah tersebut memiliki kadar emas yang jauh lebih tinggi, yakni mencapai 4,9 gram per ton,” ucap Agus. Dengan rata-rata kadar tersebut, BRMS mampu meraup pertumbuhan produksi yang signifikan pada akhir 2027 atau awal 2028.
Prospek Saham BRMS
Adapun UOB Kay Hian Sekuritas mencatat, harga saham BRMS saat ini tengah menunjukkan pergerakan positif. Kenaikan volume perdagangan turut memperkuat kenaikan terhadap saham BRMS.
UOB pun memperkirakan level resistance saham BRMS berada di level Rp 458 dan Rp 505, sedangkan support di level Rp 356 dan Rp 322. Jika mampu menembus resistance di Rp 505, saham BRMS diperkirakan dapat melanjutkan penguatan menuju target teknikal di level Rp 555.
Adapun harga saham BRMS hari ini ditutup stagnan di level Rp 494. Volume saham yang diperdagangkan tercatat 1,34 miliar dengan nilai transaksi Rp 665,5 miliar dan kapitalisasi pasarnya sebesar Rp 70,4 triliun. Dalam seminggu terakhir, saham BRMS naik 22,89% dan melesat 42,77% secara year to date (ytd).