Laba Medco (MEDC) Susut 75% Imbas Investasi di Amman (AMMN), Begini Kinerjanya


Emiten tambang PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 75% pada kuartal pertama 2025. Laba perseroan turun menjadi US$ 17,62 juta dari sebelumnya US$ 72,65 juta pada periode yang sama tahun lalu.
Analis Stockbit, Hendriko Gani, menilai pencapaian tersebut melenceng dari proyeksi yang sebelumnya dibuat untuk kinerja keseluruhan di 2025. "Di bawah ekspektasi, 5% dari estimasi FY25F [full year 2025 forecast] konsesus Stockbit," kata Hendriko dalam riset yang dikutip Senin (2/5).
Merujuk laporan keuangan kinerja triwulan pertama 2025, penurunan laba salah satunya disebabkan oleh kerugian dari entitas asosiasi Medco, yakni PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) yang sedang dalam tahap penyelesaian commissioning smelter baru. AMMN mencatatkan kerugian sebesar US$ 138,8 juta pada kuartal pertama 2025.
Total kerugian AMMN meningkat dari rugi US$ 80 juta pada kuartal sebelumnya. Adapun MEDC terhitung sejak Januari 2024 menjadi pemegang saham AMMN sebesar 20,92% setelah membeli 15,16 miliar saham.
Mengutip keterangan resmi MEDC, Amman Mineral mencatatkan produksi tembaga sebesar 37 juta pon dan emas 32 ribu ons pada kuartal pertama tahun ini. Produksi perdana katoda tembaga telah dimulai dan diekspor pada awal April, sementara commissioning fasilitas pemurnian logam mulia dijadwalkan pada kuartal kedua.
Meski demikian, Direktur Utama Medco Energi, Hilmi Panigoro, mengatakan bahwa perusahaan tetap menunjukkan kinerja operasional yang kuat dan disiplin keuangan. "Kami mencatat EBITDA yang solid sebesar US$ 332 juta, lebih tinggi dari kuartal sebelumnya, didukung oleh pengelolaan biaya yang proaktif meski ada penurunan musiman permintaan gas," kata Hilmi dalam keterangan resmi.
Meski laba turun, MEDC mencatatkan kenaikan pendapatan menjadi US$ 560,470 juta dari US$ 556,39 juta. Di samping itu emiten tambang ini juga jumlah beban pokok pendapatan dan biaya langsung lainnya juga meningkat 3% menjadi 331,19 juta dari 323,75 juta secara yoy.
Produksi Turun, Investasi Jalan Terus
Medco melaporkan penurunan produksi minyak dan gas masing-masing sebesar 2,5% dan 4,6% secara kuartalan (qoq). Harga jual rata-rata minyak tercatat stabil di US$ 72 per barel, sedangkan gas di US$ 7,1 per British thermal unit (mmbtu).
“Tidak terdapat beban bunga dan beban pendanaan lainnya yang dikapitalisasi sebagai aset minyak dan gas bumi untuk periode tiga bulan yang berakhir pada 31 Maret 2025 dan tahun yang berakhir pada 31 Desember 2024,” ujarnya.
Kemudian perseroan juga mengasuransikan seluruh sumur, area tambang dan perlengkapan yang dimiliki entitas anak dengan nilai pertanggungjawaban sebesar US$ 13,2 miliar. “Manajemen berkeyakinan bahwa nilai pertanggungan tersebut adalah cukup untuk menutupi kemungkinan kerugian atas aset yang dipertanggungkan,” lanjutnya.
Di lain sisi, perseroan terus menggelontorkan belanja modal sebesar US$ 89 juta yang digunakan untuk pengeboran di Blok 60 Oman, pengembangan South Natuna Sea Block B dan Blok Corridor serta penyelesaian proyek energi terbarukan seperti Geotermal Ijen Fase 1 dan PLTS Bali Timur.
Di sektor ketenagalistrikan, penjualan tercatat sebesar 871 GWh, turun dari 1.146 GWh pada kuartal sebelumnya akibat pemeliharaan PLTGU Riau, gempa di fasilitas Geotermal Sarulla dan banjir di PLTS Sumbawa. Namun, penurunan ini sebagian tertutupi oleh beroperasinya proyek Geotermal Ijen 35 MW sejak Februari.
Sementara itu, pada awal Mei Medco menerbitkan surat utang senior senilai US$ 400 juta dan membeli kembali obligasi senilai US$ 519 juta di pasar terbuka. Perusahaan juga menjalankan program pembelian kembali saham atau buyback menggunakan dana internal dengan total 380 juta saham telah dibeli.
Di sektor hulu migas, produksi tercatat 143 mboepd. Di South Natuna Sea Block B, Lapangan Terubuk dan Forel telah mulai berproduksi dan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo. Kedua lapangan tersebut ditargetkan memproduksi hingga 20.000 barel minyak per hari dan 60 MMSCFD gas.
Perseroan juga menandatangani perjanjian pertukaran gas domestik untuk meningkatkan pasokan dalam negeri pada paruh kedua 2025. Penemuan cadangan baru juga dilaporkan dari sumur West Kalabau-1 di Blok Rimau, dengan target produksi perdana pada 2026.