Pemerintah Revisi Pajak Aksi Korporasi Merger dan Akuisisi, Begini Respons BEI


Bursa Efek Indonesia (BEI) merespons terkait pemerintah Indonesia yang berencana merevisi ketentuan perpajakan aksi korporasi seperti penggabungan usaha atau merger dan akuisisi. Direktur Utama BEI, Iman Rachman, mengatakan akan mendukung rencana tersebut.
Meski begitu, Imam mengatakan hingga kini otoritas BEI belum menerima permintaan tanggapan terkait wacana itu. “BEI belum menerima permintaan tanggapan revisi, tapi ya pasti nilai transaksi meningkat,” kata Iman di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (15/4).
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa ketentuan perpajakan akan direvisi agar pelaku usaha yang terdampak tekanan dari kebijakan tarif tinggi Presiden AS Donald Trump tidak jadi beban.
Ia menambahkan, pihaknya telah menerima masukan bahwa dalam kondisi seperti ini, proses merger dan akuisisi sebaiknya dipermudah agar bisa berlangsung lebih cepat.
“Apalagi biasanya ini terhalangi oleh policy karena adanya implikasi perpajakan," kata Sri Mulyanii dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI, Jakarta, Kamis (10/4).
Adapun berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), Pasal 4 menyebutkan bahwa keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun merupakan objek pajak.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 43/PMK.03/2008 juga disebutkan bahwa Wajib Pajak, yang melakukan merger dapat menggunakan nilai buku. Merger itu meliputi penggabungan usaha atau peleburan usaha.
Dalam proses merger, satu atau lebih perusahaan terbatas dapat bergabung menjadi satu entitas dengan perusahaan terbatas yang sudah ada, dan salah satu dari perusahaan terbatas yang bergabung tetap mempertahankan eksistensinya. Oleh karena itu, segala hak dan kewajiban dialihkan kepada perusahaan terbatas yang menerima penggabungan.