Ini Profil Bank Royal yang Diakusisi BCA Hampir Rp 1 Triliun
PT Bank Central Asia Tbk (BCA) resmi mengakusisi PT Bank Royal Indonesia usai memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan akta akusisi diteken oleh kedua belah pihak.
Tak tanggung-tanggung, BCA menggelontorkan dana hampir Rp 1 triliun, tepatnya Rp 988,04 miliar, untuk mengambil alih seluruh saham Bank Royal dari pemilik sebelumnya yakni keluarga Soemedi yang memiliki usaha baja di PT Master Steel Mfg dan PT Pulogadung Steel.
Keluarga Soemedi memiliki saham Bank Royal melalui PT Royalindo Investa Wijaya sebesar 82,70%, kemudian Leslie Soemedi menguasai 5,71% saham, serta Ibrahim Sumedi, Herman Soemedi, dan Ko Sugiarto masing-masing menguasai 2,94% saham, dan Nevin Soemedi menguasai 2,77% saham.
Setelah akta akuisisi diteken, BCA menguasai 99,99% saham Bank Royal, sedangkan 0,01% dimiliki oleh PT BCA Finance.
(Baca: Usai Akuisisi Bank Royal, BCA Masih Bidik Satu Bank Lagi)
Akusisi tersebut didorong oleh kebutuhan BCA memiliki bank kecil agar lebih fleksibel dalam melayani nasabah. Bank Royal memiliki modal inti (tier 1) sebesar Rp 319,71 miliar atau masuk dalam Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 1. Bank tersebut fokus melayani nasabah segmen usaha kecil dan menengah (UKM).
Bank Royal berdiri dengan nama PT Bank Rakyat Parahyangan yang berkedudukan di Ciparay, Bandung, Jawa Barat, pada 25 Oktober 1965. Bank ini sempat mengalami dua kali pergantian nama, yakni pada 21 Agustus 1982 menjadi PT Bank Pasar Rakyat Parahyangan, kemudian pada 8 Januari 1990 menjadi nama yang digunakan hingga kini, PT Bank Royal Indonesia.
Saat ini, Bank Royal memiliki tujuh kantor cabang, yaitu kantor cabang utama terletak di Surabaya, dan enam lainnya merupakan kantor cabang pembantu yang terletak di Lautze, Mangga Dua, Hayam Wuruk, Kelapa Gading, Tangerang, dan Tanah Abang. Sedangkan, kantor pusatnya berlokasi di Jakarta Pusat.
Dalam laporan keuangannya, per September 2019 Bank Royal memiliki total aset sebesar Rp 805,44 miliar atau turun 14,44% secara tahunan dibandingkan periode yang sama 2018 sebesar Rp 941,39 miliar. Total kredit tercatat Rp 395,13 miliar, turun 25,38% secara tahunan, sedangkan total dana pihak ketiga (DPK) Rp 451,16 miliar atau turun 26,62% secara tahunan.
(Baca: BCA Berencana Merger Bank Royal dengan BCA Syariah)
Pada periode tersebut Bank Royal mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 3,97 miliar. Selama lima tahun terakhir kinerja Bank Royal sangat fluktuatif. Pada 2014 bank ini membukukan laba bersih Rp 4,51 miliar, kemudian anjlok 48,73% menjadi Rp 2,31 miliar pada 2015.
Pada 2016 labanya naik 9,04% menjadi Rp 2,52 miliar, kemudian pada 2017 Bank Royal terpuruk dengan catatan rugi bersih mencapai Rp 14,77 miliar. Di 2018 mereka berhasil bangkit dan membukukan laba bersih walau hanya Rp 857 juta. Namun memasuki 2019, hingga triwulan III kinerja bank ini kembali anjlok dengan membukukan rugi bersih Rp 3,97 miliar.
Kinerja yang naik turun tersebut salah satunya dikarenakan kinerja kredit yang juga sangat fluktuatif, yang diperberat dengan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) yang sempat menyentuh level 5,62% per Desember 2017. Adapun NPL hingga triwulan III tahun ini sebesar 3,25%.
Tak hanya fokus di usaha kecil dan menengah, Bank BCA tengah mempertimbangkan untuk mengubah Bank Royal menjadi bank digital. "Masih dipertimbangkan jadi bank digital. Awal tahun depan atau Juni baru mulai trial digital operatornya," ujar Presiden Direktur Bank BCA Jahja Setiaatmadja, di Jakarta, Senin (28/10).
(Baca: BCA Bakal Ubah Bank Royal Jadi Bank Digital untuk Salurkan Kredit)