Saham-saham yang Paling Untung dan Buntung Sepanjang 2019
Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG naik 1,7% sepanjang 2019 dari level 6.194,49 pada penutupan akhir 2018 ke 6.299,5. Terdapat sejumlah saham yang mendatangkan keuntungan besar maupun sebaliknya sepanjang 2019. Apa saja?
Berdasarkan data RTI Infokom, harga saham yang sepanjang 2019 secara persentase naik paling tinggi adalah PT Bank Artos Indonesia Tbk atau ARTO. Saham bank yang baru saja diakusisi oleh Jerry Ng dan Patrick Walujo ini naik hingga 1.584% menjadi berada di harga Rp 3.100 per saham atau naik sebanyak Rp 2.916.
Kenaikan harga saham Bank Artos ini terjadi sejak akhir Agustus 2019, sejalan dengan pengumuman niat Jerry Ng dan Patrick Walujo mengakuisisi perusahaan tersebut. Bahkan, saham bank kecil ini sempat menyentuh harga tertingginya sepanjang masa pada 7 November 2019 yakni Rp 4.100.
Saham berikutnya yang mencatatkan kenaikan harga signifikan adalah PT Pelangi Indah Canind0 Tbk atau PICO yang naik hingga 580% menjadi Rp 1.700. Harga saham perusahaan manufaktur ini sempat menyentuh level tertingginya pada 21 November 2019 di harga Rp 4.700.
Lalu, PT Pollux Properti Indonesia atau POLL dengan kenaikan harga mencapai 534% menjadi Rp 11.100 per saham atau naik setara dengan Rp 9.350. Harga saham perusahaan ini pun sempat mencapai level tertingginya pada 23 Desember 2019 Rp 11.150.
(Baca: Omnibus Law Diprediksi Bakal Dongkrak IHSG ke Level 6.750 pada 2020)
Sementara itu, harga saham yang pada perdagangan sepanjang tahun lalu turun paling besar adalah PT Pool Advista Indonesia Tbk atau POOL sebesar 96,93% menjadi Rp 155 atau turun setara Rp 4.919. Harga penutupan perdagangan tahun lalu merupakan harga terendah saham Pool Advista sepanjang 2019.
Kemudian harga saham PT Alfa Energi Investama Tbk atau FIRE anjlok 94,13% menjadi Rp 326 atau turun sebesar Rp 7.424. Padahal, saham perusahaan ini sempat naik di sepanjang tahun lalu yaitu pada 16 Mei 2019 di harga Rp 11.775 per saham.
Lalu harga saham PT Forza Land Indonesia Tbk atau FORZ turun 94,74% menjadi Rp 50 atau turun sebesar Rp 870. Tren terkoreksinya saham ini terjadi secara drastis dimulai pada 31 Oktober 2019, pasalnya, pada perdagangan hari itu, sahamnya ditutup pada harga Rp 975.
Sebagai catatan, kenaikan dan penurunan harga saham perusahaan-perusahaan tersebut tidak termasuk dengan laju saham perusahaan yang baru melantai melalui skema initial public offering atau IPO)sepanjang 2019. Adapun, untuk saham-saham yang baru IPO tahun lalu, ada yang bergerak naik drastis, ada pula yang turun signifikan.
Adapun kenaikan harga saham perusahaan yang baru melantai di bursa efek tahun ini dipimpin PT Gaya Abadi Sempurna Tbk atau SLIS yang meroket hingga 3.630% sejak IPO menjadi Rp 4.290. Padahal, saat pertama kali mencatatkan diri di pasar modal, sahamnya hanya ditawarkan di harga Rp 115.
Saham Gaya Abadi Sempurna bahkan sempat menyentuh level tertingginya pada 28 November 2019 dengan harga Rp 5.400 atau meroket 4.595% sejak pertama kali perusahaan IPO.
(Baca: Naik 1,7% Selama 2019, IHSG Kalah oleh 3 Bursa Negara di Asia Tenggara)
Berikutnya, saham PT Citra Putra Reality Tbk atau CLAY yang naik 1.877% sejak IPO pada 18 Januari 2019 menjadi berada di harga Rp 3.560 dari Rp 180 saat ditawarkan pertama kali ke publik. Saham ini pun sempat menyentuh level tertingginya pada 18 Oktober 2019 di harga Rp 5.525 atau naik 2.969% dari sejak IPO.
Kemudian saham PT Singaraja Putra Tb atau SINI yang ditawarkan dengan harga Rp 108 saat IPO, ditutup di harga Rp 1.650 saat tutup tahun atau naik 1.427%. Level itu menjadi level tertingginya hingga saat ini.
Sementara, saham IPO pada 2019 yang tercatat terkoreksi paling besar adalah PT Armada Berjaya Trans Tbk atau JAYA yang melantai pada 21 Februari 2019. Harga saham saat ditawarkan perdana Rp 288, namun di akhir tahun ditutup di harga Rp 83 atau turun 71%.
Penurunan juga dialami oleh PT Bhakti Agung Propertindo Tbk atau BAPI yang listing pada 16 September 2019 dan PT Bliss Properti Indonesia Tbk atau POSA yang IPO pada 10 Mei 2019. Kedua perusahaan tersebut sama-sama menawarkan harga saham Rp 150 per saham pada awal perdagangannya di Bursa.
Namun, keduanya sama-sama ditutup di harga Rp 50 per saham di akhir tahun atau anjlok 66,67%.