Anak Usaha Konstruksi Astra "Acset" Rugi Rp 1,14 T, Modal Anjlok 80%
Kinerja keuangan anak usaha Astra International di bidang konstruksi PT Acset Indonusa Tbk mengalami tekanan. Perusahaan mencatatkan rugi bersih Rp 1,14 triliun pada 2019 lalu, setelah untung tipis Rp 18,29 miliar tahun sebelumnya. Penyebabnya, keterlambatan penyelesaian proyek yang membuat biaya meningkat.
Pendapatan perusahaan berkode bursa ACST tersebut tercatat meningkat 5,96% dari Rp 3,72 triliun pada 2018 menjadi Rp 3,95 triliun pada tahun lalu. Namun, beban pokok pendapatan tercatat naik 33,7% dari Rp 3,03 triliun menjadi Rp 4,05 triliun. Selain itu, biaya penjualan dan beban penjualan juga tercatat naik signifikan. Alhasil, perusahaan merugi.
“Hal ini merupakan dampak lanjutan dari keterlambatan penyelesaian proyek Contractor Pre-Financing (CPF) dan proyek struktur yang juga berdampak pada periode sebelumnya,” demikian tertulis dalam siaran pers yang diterima katadata.co.id, Rabu (26/2).
Perusahaan menjelaskan, keterlambatan penyelesaian proyek menimbulkan peningkatan biaya pendanaan, biaya overhead, dan biaya lain yang dialokasikan untuk percepatan penyelesaian proyek tersebut. Selain itu, terdapat penyesuaian nilai pekerjaan sehingga pendapatan dan laba proyek berjalan menjadi terkoreksi.
Seiring memburuknya kinerja keuangan, arus kas operasi tercatat negatif Rp 341,72 miliar tahun lalu. Meski begitu, arus kas negatif ini sudah lebih menyusut dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 857,24 miliar.
Di tengah kondisi tersebut, likuiditas perusahaan mengalami tekanan. Aset lancar tercatat Rp 9,46 triliun, sedangkan liabilitas jangka pendek alias yang jatuh tempo dalam kurun waktu kurang dari satu tahun tercatat Rp 9,99 triliun.
Secara total, aset perusahaan tercatat Rp 10,45 triliun, sedangkan liabilitas Rp 10,16 triliun, dan ekuitas Rp 286,48 miliar. Adapun ekuitas anjlok hampir 80% dari posisi Rp 1,43 triliun pada akhir 2018.
Perolehan Kontrak Baru
Acset tercatat memperoleh kontrak baru Rp 1,7 triliun pada tahun lalu. Beberapa proyek startegis yang dipegang perusahaan antara lain pekerjaan sipil pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) Jawa 1, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Soma Karimun di Riau, dan proyek struktur Arumaya Residence.
Hingga kini, Acset masih mengerjakan sejumlah proyek dengan total kontrak Rp 4 triliun, yang terdiri dari carry over order 2018 dan kontrak baru 2019. Adapun capaian kontrak baru di 2019 seiring kebijakan perusahaan yang selektif mengikuti tender proyek yang sesuai dengan kemampuan dan kompetensi. Selain itu, perusahaan mencatat adanya penundaan waktu tender proyek imbas Pemilu.
Tahun ini, perusahaan menyatakan akan terus berupaya untuk memperoleh kontrak baru yang sesuai dengan kemampuan dan kapasitas. Untuk memperbaiki kinerja bisnis, perusahaan berupaya melakukan diversifikasi segmen pendapatan. Perusahaan di antaranya melakukan diversifikasi ke bisnis soil improvement dan marine works.
Meski begitu, perusahaan masih akan fokus pada proyek infrastruktur strategis. “Seperti pembangunan jalan tol landed dan elevated, pembangkit listrik, dan pelabuhan,” demikian tertulis dalam siaran pers.
Adapun pendapatan perusahaan di tahun lalu sebagian besar atau 66% berasal dari sektor infrastruktur. Sedangkan sisanya, sebesar 22% dari sektor konstruksi, pondasi 10%, dan sektor lainnya 3%. Salah satu proyek besar yang selesai tahun lalu yakni Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek II (Japek II). Perusahaan terlibat dalam proyek ini lewat kerja sama operasi dengan Waskita Karya.