Tambang Cucu Usaha Disita karena Kasus Jiwasraya, TRAM Klaim Merugi
Tambang batu bara milik Gunung Bara Utama, cucu usaha Trada Alam Minera alias TRAM disita Kejaksaan Agung. TRAM membantah pengelolaan tambang tersebut kini dialihkan kepada perusahaan milik negara Bukit Asam. Namun, perusahaan menyatakan penyitaan telah merugikan bisnis.
Dalam dokumen keterbukaan informasi yang disampaikan pada Selasa (3/3), Trada Alam Minera menjelaskan manajemen Gunung Bara Utama masih mengelola tambang batu bara yang ada di Kutai, Kalimantan Timur tersebut. Kejaksaan menyita tambang tersebut karena dinilai sebagai salah satu aset milik tersangka Jiwasraya Heru Hidayat.
"Sampai saat ini manajemen masih mengelola dan mengoperasikan tambang batu bara dan masih beroperasi seperti biasa," demikian tertulis dalam surat keterbukaan informasi Trada Alam Minera yang ditandatangani Direktur Utamanya Soebianto Hidayat, Selasa (3/3).
(Baca: Usai Sita Batu Bara, Kejagung Bidik Tambang Emas Heru Hidayat)
Perusahaan menyatakan penyitaan telah mengganggu operasional bisnis. Perusahaan menjadi kesulitan dalam menata dan mengatur arus kas keuangan. Sebab, imbas penyitaan tersebut mitra penyedia barang dan jasa jadi meminta pembayaran di muka dan menunda pengiriman.
Selain itu, ada pembeli batu bara yang meminta percepatan pengembalian uang muka. Kondisi ini diklaim merugikan Gunung Bara Utama dan Trada Alam Minera.
"Sampai saat ini, kami belum dapat menentukan besarnya dampak kerugian kepada pendapatan karena sebagian besar pendapatan Trada Alam Minera berasal dari pendapatan Gunung Bara Utama," demikian tertulis.
(Baca: Bukit Asam Pelajari Potensi Tambang Sitaan Milik Tersangka Jiwasraya)
Trada Alam Minera belum melakukan upaya hukum atas penyitaan tersebut lantaran masih menunggu kejelasan lebih lanjut mengenai kasus yang menjerat pemegang saham sekaligus Presiden Komisaris-nya Heru Hidayat. Namun, manajemen telah mengirimkan surat keberatan kepada Kejaksaan Agung pada 2 Maret 2020.
Alasan keberatan yakni karena saham Gunung Bara Utama tidak dimiliki langsung oleh Heru Hidayat. Saham Gunung Bara Utama dipegang oleh Batu Kaya Berkat sebesar 74,81% dan Black Diamond Energy sebesar 25,19%.
Keduanya merupakan anak usaha Trada Alam Minera dengan porsi kepemilikan 99,99%. Sedangkan mayoritas saham Trada Alam Minera yaitu sebanyak 85,79% dipegang publik. Sedangkan Heru Hidayat memegang 14,21%, baik secara langsung maupun melalui Graha Resources.
"Heru Hidayat bukan-lah merupakan pemegang saham dalam Gunung Bara Utama. Sehingga berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas, tanggung jawab manajemen Gunung Bara Utama kepada kedua pemegang saham dan bukan kepada Heru Hidayat," demikian tertulis.
Lebih lanjut, seluruh saham Gunung Bara Utama yang dimiliki oleh Batu Kaya Berkat dan Black Diamond Energy telah digadaikan kepada Adaro Capital Ltd. Penggadaian tersebut untuk mendapat fasilitas pinjaman. Berdasarkan hal itu, maka Adaro Capital memiliki hak dan kepentingan atas penyitaan yang dilakukan oleh Kejaksaan.
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, Kejaksaan menyerahkan perusahaan tersebut pada 18 Februari 2020. Kementerian BUMN lantas menugaskan Bukit Asam untuk mengelola perusahaan yang memiliki tambang batu bara di Kutai, Kalimantan Timur tersebut.
"Ini adalah salah satu aset yang menurut Kejagung hasil dari Jiwasraya. Jadi, kami mulai masuk ke perusahaan tambang ini dan kami sudah tunjuk PTBA untuk mulai mengelolanya," kata Arya kepada awak media, Jumat (28/2).
Namun, Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin mengatakan kasus Jiwasraya -- yang menyebabkan perusahaan tersebut disita -- masih dalam proses hukum di Kejaksaan Agung. Maka itu, pengelolaan secara langsung belum bisa dilakukan.
Meski begitu, ia menyatakan akan mempelajari potensi tambang yang dimaksud. "Tapi terserah kepada kementerian (nantinya bagaimana). Kalau sekarang kami diminta untuk mengawasi," ujar dia saat ditemui di Jakarta, Selasa (3/3).