Buyback Belum Sepenuhnya Terealisasi, Erick Thohir Fokus Pantau 6 BUMN
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), menyatakan akan terus memantau perkembangan aktivitas pembelian saham kembali (buyback) yang dilakukan oleh emiten BUMN di pasar modal.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, pihaknya memahami kondisi saat ini, di mana belum semua emiten BUMN merealisasikan rencana buyback seperti yang diinginkan Kementerian BUMN. Alasannya, buyback saham memang dilakukan secara bertahap.
Untuk saat ini, Kementerian BUMN dikatakan Erick, tengah memantau enam BUMN yang melakukan buyback saham, di antaranya PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Jasa Marga Tbk (JSMR).
"Itu aja paling 6 perusahaan. Tidak semuanya dulu. Jadi kita harus melihat tren yang terjadi," kata Erick, Jumat (20/3).
(Baca: Asing Tak Percaya Pasar RI, Erick Thohir Minta BUMN Buyback Saham)
Sebelumnya, Kementerian BUMN menyatakan ada 12 BUMN yang akan melakukan buyback saham, demi menahan laju penurunan pasar saham. Rencana buyback ini juga telah mendapat dukungan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dengan keluarnya Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) No.3/SEOJK.04/2020.
Melalui SEOJK No.3/SEOJK.04/2020, perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) diperbolehkan melakukan buyback saham, tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Adapun 12 emiten BUMN yang siap melakukan buyback berasal dari tiga sektor, yakni perbankan, konstruksi, dan tambang. Dari perbankan, emiten yang dimaksud adalah PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (BBNI) dan Bank Tabungan Negara (BBTN).
Sementara, dari sektor tambang, emiten BUMN yang akan melakukan buyback adalah, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Timah (TINS) dan PTBA. Kemudian, dari sektor konstruksi, aksi buyback akan dilakukan oleh PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Adhi Karya Tbk (ADHI), PT PP (PTPP), Waskita Karya (WSKT) dan JSMR.
(Baca: 12 BUMN Siap Buyback Saham Milik Publik Senilai Rp 7 - 8 Triliun)