Bank Sentral Bersiap Hadapi Guncangan Pasar Tenaga Kerja karena Perubahan Iklim

The Fed
The Fed Building

Bank sentral berpotensi menghadapi guncangan di pasar tenaga kerja global yang disebabkan oleh perubahan iklim. Menurut laporan oleh London School of Economics, hal tersebut dapat dihindari jika bank sentral merombak pendekatannya terhadap kebijakan moneter.
Studi yang rilis Rabu (23/7) tersebut menunjukkan di bawah skenario yang relatif optimistis di mana pemanasan global dibatasi hingga 1,5-2 derajat celsius, perubahan iklim akan menurunkan produktivitas tenaga kerja. Penurunan ini khususnya terjadi di bidang pertanian, konstruksi, dan sektor lain yang terpapar panas.
Dengan 1,2 miliar pekerja di 182 negara yang rentan terhadap gangguan iklim, laporan Centre for Economic Transition Expertise (CETEx) atau Pusat Keahlian Transisi Ekonomi mendesak otoritas moneter untuk memberikan perhatian lebih besar pada risiko lingkungan, dari bencana alam hingga konsekuensi transisi hijau.
"Penelitian kami menunjukkan bank sentral harus berupaya mengintegrasikan risiko ketenagakerjaan lingkungan ke dalam kebijakan dan operasi mereka," kata Peneliti Kebijakan Senior CETEx, Joe Feyertag, dikutip dari Reuters.
The European Central Bank (ECB) dan Bank of England (BoE) telah menyoroti bahaya yang berasal dari perubahan iklim dan dampak potensialnya terhadap inflasi, pertumbuhan, dan kesehatan bank.
Namun, Federal Reserve AS (The Fed), bank sentral paling berpengaruh di dunia, menarik diri dari jaringan otoritas yang berfokus pada iklim awal tahun ini. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang kedalaman keterlibatannya dalam isu-isu ini.
Risiko Berbeda di Negara Maju dan Negara Berkembang
Laporan tersebut menemukan negara-negara kaya menjadi yang paling berisiko akibat peralihan dari industri yang padat polusi.
Sebaliknya, wilayah-wilayah miskin di Afrika, Asia, dan Amerika Latin menghadapi ancaman risiko fisik yang lebih besar seperti banjir dan kekeringan .
Studi tersebut juga menyatakan, tekanan yang berbeda-beda dikombinasikan dengan pergeseran demografi dan kebijakan imigrasi yang lebih ketat, dapat semakin membebani pasar tenaga kerja di negara-negara maju. Sementara, hal tersebut akan melonggar di negara-negara berkembang.
Feyertag juga memperingatkan bahwa gangguan pasar tenaga kerja dapat memperparah kesenjangan sosial, terutama di negara-negara dengan pasar tenaga kerja yang kaku.
Inflasi cenderung lebih tinggi di pasar tenaga kerja yang lebih ketat, dengan semua faktor lain dianggap sama. Produktivitas yang rendah juga dapat berkontribusi terhadap inflasi yang tinggi.
Feyertag meninjau 114 mandat bank sentral dan menemukan hanya 15 bank sentral yang secara eksplisit menyebutkan lapangan kerja sebagai tujuan utama atau sekunder. Bank of England adalah salah satu dari 15 bank tersebut, sedangkan The Fed and Reserve Bank of Australia memasukkan lapangan kerja sebagai tujuan kebijakan inti.
Hal ini dapat memberikan perlindungan beberapa bank untuk mengambil tindakan lebih berani guna meredam dampak perubahan iklim terhadap pasar tenaga kerja.
"Jika mandat mereka memungkinkan, (bank sentral) bahkan dapat mengambil langkah yang lebih aktif untuk merangsang permintaan pekerja dari peluang kerja rendah karbon atau tahan iklim dan dengan demikian memperlancar jalur ini," kata Feyertag.
Reporter: Ajeng Dwita Ayuningtyas
Editor: Hari Widowati