Investasi Global di Energi Fusi Naik ke Level Tertinggi Sejak 2022

Hari Widowati
22 Juli 2025, 10:34
Investasi, energi, fusi, nuklir
Katadata/Hari Widowati/AI
Ilustrasi reaktor energi fusi
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Survei tahunan Asosiasi Industri Fusi (FIA) menunjukkan investasi energi fusi global tumbuh sebesar US$ 2,64 miliar (Rp 42,39 triliun, kurs Rp 16.300/US$) dalam setahun terakhir. Namun, perusahaan-perusahaan energi yang bergerak di bidang ini menyebut mereka membutuhkan lebih banyak uang untuk menjadikan industri ini komersial.

Peningkatan investasi terjadi di berbagai tempat termasuk Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, Jepang, Cina dan Inggris dan merupakan yang tertinggi sejak 2022.

Survei Asosiasi Industri Fusi yang berbasis di Washington, Amerika Serikat menyebut total pendanaan sejak 2021 untuk 53 perusahaan fusi hampir mencapai US$ 9,77 miliar (Rp 159,28 triliun), meningkat lima kali lipat dibandingkan sebelumnya. Investasi tahun ini melonjak 178% jika dibandingkan dengan US$ 900 juta (Rp 14,67 triliun) yang terkumpul tahun lalu.

“Percepatan modal, bahkan ketika ekonomi global mengalami pengetatan, merupakan sinyal kepercayaan investor yang semakin matang, kemajuan teknologi, dan rantai pasokan yang menyatu dengan cepat,” kata Andrew Holland, CEO FIA, seperti dikutip Reuters, Selasa (22/7).

Fusi, yang menjadi bahan bakar matahari dan bintang-bintang, masih dalam tahap percobaan di Bumi. Energi fusi terjadi dari panas yang dihasilkan oleh reaksi fusi nuklir saat atom-atom yang lebih kecil bergabung menjadi atom yang lebih besar. Suatu hari nanti, fusi dapat menghasilkan energi dalam jumlah besar yang hampir tidak menghasilkan gas rumah kaca dan tanpa menghasilkan limbah radioaktif dalam jumlah besar yang tahan lama.

Fisikawan bekerja untuk meniru reaksi fusi dengan memaksa atom-atom ringan dengan teknologi termasuk laser atau magnet raksasa. Rintangan besar untuk komersialisasi termasuk menurunkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk memacu reaksi, membuat reaksi terjadi secara terus menerus, dan sistem untuk mengirimkan energi.

Survei ini tidak menghitung pendanaan publik untuk proyek-proyek fusi publik, yang diyakini sebagai pemimpin dunia.

Perusahaan-perusahaan bahan bakar fosil tradisional seperti Chevron dan Shell, serta Siemens Energy dan Nucor, produsen baja terbesar di Amerika, merupakan beberapa dari para investor tersebut.

Lonjakan Permintaan Energi dari Pusat Data

Kenaikan investasi ini diuntungkan oleh lonjakan permintaan daya dari kecerdasan buatan dan pusat data. Google mengatakan pada Juni lalu bahwa mereka telah mencapai kesepakatan untuk membeli tenaga listrik dari pembangkit listrik Commonwealth Fusion di Virginia yang diharapkan dapat menghasilkan tenaga listrik pada awal tahun 2030-an.

Meskipun ada lonjakan pendanaan, 83% responden mengatakan mereka masih menganggap sulit untuk mendapatkan investasi. Perusahaan-perusahaan energi fusi mengatakan mereka membutuhkan tambahan US$ 3 juta (Rp 48,9 miliar) hingga US$ 12,5 miliar (Rp 203,79 triliun) untuk mengoperasikan pembangkit listrik percontohan pertama mereka, dengan tanggapan rata-rata sebesar US$ 700 juta (Rp 11,4 triliun).

Total investasi sebesar US$ 77 miliar (Rp 1.255,37 triliun) yang dibutuhkan perusahaan-perusahaan energi fusi adalah sekitar delapan kali lipat lebih banyak daripada yang telah dikucurkan oleh para investor. Survei tersebut juga mengungkapkan konsolidasi industri diharapkan dapat mengurangi total investasi yang dibutuhkan dalam pengembangan energi fusi.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...