CRI: Prabowo Harus Pastikan Proyek Ekosistem Baterai Tak Rusak Lingkungan

Hari Widowati
26 Juni 2025, 14:15
Prabowo, hilirisasi nikel, Halmahera
Dok. Climate Rights International
Climate Rights Intenational (CRI) meminta Presiden Prabowo Subianto mengumumkan komitmen pemerintah Indonesia untuk menjaga agar proyek-proyek hilirisasi nikel tidak melanggar hak asasi manusia, lingkungan, dan standar emisi gas rumah kaca.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Climate Rights Intenational (CRI) meminta Presiden Prabowo Subianto mengumumkan komitmen pemerintah Indonesia untuk menjaga agar proyek-proyek hilirisasi nikel tidak melanggar hak asasi manusia, lingkungan, dan standar emisi gas rumah kaca.

Dalam pernyataan tertulis, Kamis (26/6), CRI menyinggung rencana Prabowo yang akan meresmikan ekosistem baterai kendaraan listrik di Halmahera Timur, Maluku Tenggara, pada 29 Juni mendatang.

Mega proyek bernilai US$ 6-7 miliar (Rp 97,3 triliun-Rp 113,56 triliun, kurs Rp 16.220/US$) itu merupakan kerja sama antara perusahaan Cina, Zhejiang Huayou Cobalt dan CATL, bersama PT Aneka Tambang Tbk (Antam). Komplek yang dibangun mencakup smelter, fasilitas high-pressure acid leach (HPAL), pabrik katoda, dan pabrik sel baterai berkapasitas 20 Gigawatt (GW).

Proyek raksasa itu akan menjadi bagian penting dari upaya Indonesia untuk memposisikan diri sebagai pemimpin global dalam produksi kendaraan listrik.

“Nikel dan megaproyek lainnya sering diluncurkan di bawah embel-embel pembangunan hijau tetapi seringkali meninggalkan kerusakan sosial dan lingkungan," ujar Brad Adams, Direktur Eksekutif CRI dalam siaran pers, Kamis (26/6).

Ia menambahkan, dalam pembangunan proyek-proyek tersebut masyarakat mendapatkan tekanan, hutan dibabat, dan polusi dibiarkan begitu saja. "Ini adalah kesempatan bagi pemerintahan Prabowo untuk menunjukkan mereka sudah belajar dari kesalahan-kesalahan tersebut," kata Adams.

Risiko Serius Megaproyek Nikel

Sebagai proyek unggulan, mega proyek ini memiliki risiko serius yang telah menjadi hal yang umum terjadi di industri nikel Indonesia. Dalam laporan tahun 2024 berjudul "Nickel Unearthed", CRI mendokumentasikan pelanggaran yang meluas terkait dengan sektor nikel yang berkembang pesat di Indonesia, terutama di Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) dan tambang-tambang nikel di dekatnya di Halmahera, sekitar 50 kilometer dari kompleks baterai yang baru.

Masyarakat melaporkan adanya pencemaran sumber air, penurunan kualitas kesehatan, perampasan lahan, pelecehan dari polisi dan militer, serta penghancuran mata pencaharian tradisional. Penelitian lebih lanjut mengenai isu-isu ini diterbitkan bulan ini dalam sebuah laporan baru, "Ongoing Harms, Limited Accountability" yang menemukan bahwa banyak dari kerugian tersebut terus berlanjut, dengan sedikit kemajuan dalam penegakan hukum atau perbaikan.

CRI menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk mewajibkan perusahaan-perusahaan melakukan penilaian lingkungan secara independen dan mengatasi kesenjangan yang ada. Selain itu, perusahaan-perusahaan harus menghindari polusi udara dan air yang berbahaya, serta memastikan adanya konsultasi dengan masyarakat. Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan (FPIC) juga harus diperoleh dari masyarakat adat setempat.

Proyek ini harus menghindari replikasi ketergantungan IWIP pada pembangkit listrik tenaga batu bara. Pasalnya, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara menyebabkan emisi gas rumah kaca yang besar dan merusak integritas lingkungan dari pembangunan industri yang seharusnya ramah lingkungan.

Adams menyebut dunia saat ini sedang fokus untuk mempercepat transisi energi bersih. Namun, transisi energi yang adil harus berpusat pada keadilan, bukan hanya pada teknologi atau investasi.

"Kita tidak bisa mengganti satu bentuk kerusakan dengan bentuk kerusakan lainnya dan menyebutnya sebagai kemajuan," ujarnya.

Transisi Energi Bersih yang Adil

Urgensi untuk melakukan transisi energi dengan benar semakin meningkat. Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Perusahaan-perusahaan di seluruh dunia, terutama produsen mobil, berlomba-lomba untuk mendapatkan akses ke nikel dan bahan baterai lainnya.

CATL memasok nikel ke perusahaan-perusahaan mobil besar termasuk Ford, Toyota, Hyundai, BMW, dan Mercedes-Benz. Climate Rights International (CRI) telah berulang kali menyerukan kepada perusahaan-perusahaan mobil listrik, seperti Tesla dan Volkswagen untuk memastikan kepatuhan terhadap standar lingkungan dan hak asasi manusia di seluruh rantai pasokan mereka. Hal ini bertujuan untuk menghindari penggunaan bahan-bahan yang terkait dengan penyalahgunaan.

"Keputusan pemerintah Indonesia untuk membatalkan empat izin pertambangan nikel di Raja Ampat, salah satu wilayah yang paling kaya secara ekologis di Indonesia, merupakan langkah positif dari pemerintah," kata Climate Rights International. Para pejabat menyebutkan pentingnya melestarikan kehidupan laut, pariwisata, dan konservasi.

Selain kedekatannya dengan Masyarakat Adat Buli dan masyarakat lokal lainnya, proyek ekosistem baterai di Halmahera Timur ini terletak di dekat wilayah yang dihuni oleh suku O'Hongana Manyawa yang terisolasi secara sukarela. Meskipun populasi ini mungkin berjumlah kecil, risiko yang ditimbulkan oleh pembangunan industri di dekatnya, termasuk penggundulan hutan dan penggusuran, sangat besar.

Hukum internasional melindungi hak-hak masyarakat yang belum tersentuh untuk tidak diganggu. "Setiap proyek yang melanggar prinsip-prinsip tersebut berarti melanggar standar hak asasi manusia internasional," kata CRI.

Risiko lingkungan dan hak asasi manusia ini diperparah dengan tindakan keras terhadap perbedaan pendapat baru-baru ini. Bulan lalu, pihak berwenang di Halmahera mendakwa sebelas petani dari desa Maba Sangaji, Halmahera Timur, dengan tuduhan tindak pidana setelah mereka memprotes hilangnya tanah mereka akibat pertambangan nikel. Penangkapan tersebut merupakan yang terbaru dari pola intimidasi dan ancaman yang meresahkan terhadap para pembela lingkungan yang bersuara lantang menentang industri nikel.

“Transisi yang adil tidak hanya membutuhkan perlindungan lingkungan, tetapi juga penghormatan terhadap kebebasan sipil, termasuk hak-hak petani, masyarakat adat, dan pembela lingkungan untuk hidup dan berorganisasi tanpa rasa takut,” kata Adams.

CRI mendesak CATL, Huayou Cobalt, PT Antam, dan perusahaan-perusahaan lain yang terlibat dalam pembangunan kompleks baterai mobil listrik Halmahera Timur berkomitmen untuk menghormati hak-hak masyarakat lokal dan lingkungan sebelum memulai pembangunan.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...