KKP Turunkan Polisi Khusus Tangani Penambangan Nikel di Raja Ampat


Kementerian Kelautan dan Perikanan menurunkan polisi khusus untuk merespon adanya penambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat. Selain Polsus, KKP juga akan berkoordinasi dengan kementerian dan instansi terkait untuk menangani masalah tersebut.
“Kami sudah menurunkan tim di sana dari Polsus. Kami tunggu nanti setelah pemeriksaan,” kata Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Pung Nugroho Saksono saat ditemui di KKP, Jakarta, Kamis (5/6).
Menurut dia, penambangan nikel sejauh ini belum mengancam laut karena terjadi di atas pulau. “Sebenarnya kalau di pesisirnya tidak mengancam, itu kan ada di atasnya (pulau). Tapi tim kami sudah turun hanya memang belum tuntas (laporannya),” ujarnya.
Jaringan kampanye global, Greenpeace, menemukan aktivitas pertambangan di sejumlah pulau Raja Ampat, seperti Gag, Kawe, dan Manuran. Ketiga pulau ini berkategori kecil dan seharusnya tidak boleh ditambang menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil.
Eksploitasi nikel di ketiga pulau itu telah membabat lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami khas setempat. Sejumlah dokumentasi pun menunjukkan adanya limpasan tanah yang memicu sedimentasi di pesisir, yang berpotensi merusak karang dan ekosistem perairan Raja Ampat, Papua Barat.
Selain Pulau Gag, Kawe, dan Manuran, pulau kecil lain di Raja Ampat yang terancam tambang nikel ialah Pulau Batang Pele dan Manyaifun. Kedua pulau yang bersebelahan ini berjarak kurang lebih 30 kilometer dari Piaynemo, gugusan bukit karst yang gambarnya terpacak di uang pecahan Rp 100 ribu.
Perairan Raja Ampat merupakan rumah bagi 75% spesies coral dunia dan punya lebih dari 2.500 spesies ikan. Daratannya memiliki 47 spesies mamalia dan 274 spesies burung. UNESCO juga telah menetapkan kawasan Raja Ampat sebagai global geopark.
Respons Menteri ESDM
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia sebelumnya berencana memanggil para pemilik konsesi atau wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) nikel yang berada di sekitar Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Langkah ini menyusul ramainya sorotan publik atas keberadaan tambang di kawasan yang dikenal sebagai destinasi wisata kelas dunia. “Saya rapat dengan Dirjen Minerba, akan memanggil pemilik tambang tersebut, mau itu BUMN atau swasta. Karena kita memang harus menghargai, Papua itu otonomi khusus seperti Aceh,” ujar Bahlil saat ditemui dalam Human Capital Summit 2025, Selasa (3/6).
Bahlil mengatakan telah menerima berbagai aspirasi terkait aktivitas penambangan nikel di kawasan tersebut. “Tambang itu di Raja Ampat Papua, mereka ingin ada smelter di sana,” katanya.
Menurutnya, evaluasi akan dilakukan secara menyeluruh, karena Papua sebagai daerah otonomi khusus memerlukan pendekatan berbasis kearifan lokal. Ia juga menegaskan bahwa kegiatan tambang harus mengacu pada kaidah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
“Tambangnya akan disesuaikan dengan kaidah Amdal,” katanya. Bahlil memastikan izin penambangan nikel di wilayah Raja Ampat telah terbit sebelum dirinya menjabat sebagai Menteri ESDM.
Edisi Khusus Sumitro Djojohadikusumo ini didukung oleh: