Aquarev Bantu Petambak Mentransformasi Sistem Budidaya Udang


Perusahaan sosial berbasis teknologi, Aquarev, membantu para petambak kecil yang kesulitan mengakses teknologi, pelatihan, dan praktik budidaya yang berkelanjutan untuk meningkatkan produksi udang. Mereka menggunakan pendekatan terintegrasi untuk mendorong transformasi sistem budidaya udang yang lebih modern, adil, dan ramah lingkungan.
Retno Nuraini, Head of Partnerships Aquarev, mengatakan Indonesia salah satu produsen udang terbesar di dunia. Namun, lebih dari 82% tambak udang di Indonesia bersifat ekstensif, mengandalkan metode tradisional yang menghasilkan produktivitas rendah, serta berdampak negatif terhadap lingkungan.
Banyak petambak kecil kesulitan mengakses teknologi, pelatihan, maupun praktik budidaya yang berkelanjutan. Hal ini menyebabkan degradasi ekosistem, seperti pembabatan mangrove, penurunan kualitas air, dan limbah yang tidak terkelola dengan baik.
Aquarev membantu petambak kecil meningkatkan praktik budidaya mereka melalui pendekatan terintegrasi yang mencakup renovasi tambak, pendampingan teknis langsung di lapangan, serta sistem pemantauan digital dan pelacakan hasil panen secara transparan melalui kolaborasi dengan Koltiva. Koltiva adalah perusahaan teknologi agrikultur yang berpengalaman membangun sistem rantai pasok berbasis data.
"Model yang ditawarkan Aquarev berbasis pendekatan komunitas. Setiap kelompok petambak didampingi melalui sistem klaster dan mekanisme pembagian risiko (risk sharing), di mana tantangan budidaya dihadapi secara kolektif," kata Retno dalam keterangan tertulis, Jumat (18/7).
Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan peluang keberhasilan panen, tetapi juga memperkuat solidaritas serta tata kelola usaha yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Aquarev juga aktif menjaga aspek keberlanjutan lingkungan dengan melindungi dan mulai merehabilitasi kawasan mangrove yang menjadi bagian penting dari ekosistem pesisir. Upaya ini dilakukan melalui penanaman bibit mangrove di sekitar tambak, serta mengedukasi petambak tentang pentingnya ekosistem pesisir yang sehat bagi keberlangsungan usaha budidaya.
Beroperasi di Lima Provinsi
Hingga 2025, Aquarev mengelola lebih dari 30 hektare (ha) tambak secara aktif di lima provinsi di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi, dengan total panen lebih dari 250 ton. Di lokasi-lokasi ini, Aquarev menjalin kemitraan erat dengan para petambak lokal melalui pendekatan berbasis komunitas dan pendampingan teknis jangka panjang.
Dari berbagai lokasi tersebut, muncul cerita-cerita transformasi yang memperlihatkan dampak pendekatan Aquarev secara nyata di lapangan. Salah satunya datang dari Pasangkayu, Sulawesi Barat.
H. Siala bersama putranya Muchtar membagikan kisah mereka sebagai bagian dari komunitas Aquarev. Muchtar, yang sebelumnya menempuh pendidikan di Kalimantan tanpa pengalaman dalam dunia tambak. Ia memutuskan kembali ke kampung halaman untuk membantu usaha keluarga. “Saya belajar bahwa tambak udang bukan hanya soal teknis, tetapi soal membangun kepercayaan dan kerja sama erat dengan tim di lapangan,” ujarnya.
Kemitraan mereka dengan Aquarev mulai menunjukkan hasil nyata. Di Pasangkayu, tambak keluarga ini sedang menjalani siklus panen pertama dan telah melakukan panen parsial sebanyak lima kali sejak April 2025 dengan rata-rata produktivitas sebanyak 38,5 ton per hektare. Hingga akhir Juli, tambak tersebut diproyeksikan akan menghasilkan lebih dari 43 ton udang.
Para petambak juga merasakan dampak positif dari sisi pemasaran. Dengan dukungan Aquarev, mereka tidak perlu lagi khawatir mencari pembeli saat panen. Karena kualitas udangnya tinggi dan terjaga, harga yang diterima pun lebih kompetitif dibanding sebelumnya.
Sejumlah inisiatif juga sedang dijalankan untuk memperkuat dampak keberlanjutan di lapangan. Di antaranya adalah program sertifikasi Aquaculture Stewardship Council (ASC) untuk memastikan praktik budidaya yang bertanggung jawab secara lingkungan dan sosial. Selain itu, ada inisiatif Blue Carbon yang menggabungkan konservasi mangrove dengan produksi akuakultur, serta studi kelayakan pemanfaatan energi surya di tambak untuk menekan emisi karbon.
“Kami percaya bahwa keberhasilan tambak tidak cukup diukur dari produktivitas panen saja. Keberhasilan yang sesungguhnya adalah ketika para petambak bisa mandiri, lingkungan tetap terjaga, dan budidaya menjadi kekuatan ekonomi yang berkelanjutan bagi komunitas lokal,” ujar Retno.