13 Juta Ton Plastik Masuk ke Laut Tiap Tahun, Mengancam Terumbu Karang

Hari Widowati
10 Juli 2025, 19:37
plastik, sampah laut, terumbu karang
Dok. Coral Triangle Center
Negara-negara Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle) berkumpul di Bali untuk merumuskan strategi regional yang komprehensif untuk menangani sampah di ekosistem laut dunia.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Negara-negara Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle) berkumpul di Bali, Indonesia untuk merumuskan strategi regional yang komprehensif untuk menangani sampah di ekosistem laut dunia. Setiap tahun 13 juta ton plastik masuk ke laut dan mengancam terumbu karang, perikanan, dan komunitas pesisir di enam negara.

Volume kebocoran sampah plastik ke laut diperkirakan akan melonjak dua kali lipat pada 2040 jika tidak ada tindakan. Wilayah Segitiga Terumbu Karang dunia mencakup Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste.

Wilayah Segitiga Terumbu Karang merupakan rumah bagi 76% spesies terumbu karang dunia. Namun, wilayah ini juga di antara penyumbang terbesar polusi plastik di laut secara global.

Pertemuan ini merupakan bagian dari Rencana Aksi Regional (RPOA) 2.0 dari Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security (CTI-CFF), Target A2: Spesies Terancam; Aktivitas Regional A2.1, dan WWF.

Penelitian oleh WWF dan CTI-CFF menunjukkan bahwa pengelolaan sampah yang buruk, infrastruktur yang tidak memadai, kerangka kebijakan yang lemah, dan model produksi yang tidak berkelanjutan merupakan kontributor utama krisis sampah laut. Pulau-pulau kecil dan komunitas pesisir menghadapi tantangan khusus dalam krisis ini.

"Pertemuan ini adalah langkah awal dari upaya berkelanjutan di seluruh wilayah untuk mengatasi polusi plastik,” kata Frank Keith Griffin, Direktur Eksekutif CTI-CFF, dalam siaran pers, dikutip Kamis (10/7).

“The Coral Triangle Initiative adalah platform yang kuat untuk menyatukan berbagai rencana aksi regional dan mendorong kolaborasi, berbagi strategi yang telah terbukti efektif di kawasan ASEAN dan Pasifik.”

Diskusi menekankan pergeseran dari pengelolaan limbah hilir ke pencegahan hulu, dengan kebutuhan akan perubahan sistemik. Penelitian menunjukkan transisi dari ekonomi linear ke ekonomi sirkular dapat mencegah antara 2,2 juta ton hingga 5,9 juta ton plastik yang masuk ke laut setiap tahun, hanya dari negara-negara Segitiga Terumbu Karang.

Mengembangkan Pendekatan Regional Kolaboratif

Dalam pertemuan ini, negara-negara Segitiga Terumbu Karang membahas reformasi kebijakan untuk menghapus secara bertahap plastik sekali pakai yang berbahaya dan penerapan tanggung jawab produsen yang diperluas. Mereka juga membahas penguatan infrastruktur pengelolaan sampah dan pembentukan platform berbagi pengetahuan bagi komunitas lokal.

“Tantangan yang beranekaragam di kawasan ini menuntut solusi yang disesuaikan secara lokal dan didorong oleh keterlibatan komunitas,” ujar Klaas Jan Teule, WWF Coral Triangle Programme Leader.

Menurutnya, pertemuan ini merupakan langkah penting dalam membangun kemitraan multi-pemangku kepentingan yang memungkinkan negara-negara anggota untuk berbagi pengetahuan dan memperluas model-model keberhasilan.

Monitoring zona konservasi terumbu karang Pantai Bangsring
Monitoring zona konservasi terumbu karang Pantai Bangsring (ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/YU)

Solusi Lokal dan Studi Kasus Keberhasilan Model Ekonomi Sirkular

Berdasarkan program pengelolaan sampah di kawasan konservasi laut Indonesia dan model ekonomi sirkular di masyarakat pesisir Filipina, pengelolaan sampah yang diintegrasikan dengan aktivitas ekonomi lokal sangat penting. Misalnya, terhubungnya pusat daur ulang dengan bank sampah, program pariwisata, dan perikanan, serta model pembiayaan berkelanjutan.

Inisiatif pengelolaan sampah yang berhasil di kawasan konservasi laut juga menekankan perlunya menghubungkan upaya lokal dengan infrastruktur ekonomi sirkular yang lebih luas.

“Karakter lintas batas dari polusi plastik laut membutuhkan aksi yang terkoordinasi, pendekatan multi-pemangku kepentingan, dan upaya untuk membangun kapasitas masyarakat lokal dalam menerapkan solusi setempat,” ujar Rili Djohani, Direktur Eksekutif Coral Triangle Center.

Rili menambahkan, strategi ini mengakui bahwa solusi yang efektif harus memenuhi kebutuhan komunitas lokal sekaligus memperkuat seluruh rantai nilai pengelolaan sampah. Hal ini dimulai dari pencegahan dan pembuangan yang bertanggung jawab hingga pemulihan dan penggunaan kembali sampah plastik yang didaur ulang.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...