CEO Nvidia Peringatkan Trump: 50% Ahli AI dari Cina, Jadi Rebutan Big Tech AS


CEO Nvidia Jensen Huang memperingatkan Pemerintah Amerika Serikat yang dipimpin oleh Donald Trump, bahwa 50% peneliti AI di dunia berasal dari Cina. Para ahli ini juga menjadi rebutan raksasa teknologi AS.
“Sebanyak 50% peneliti AI di dunia adalah orang Cina,” kata Jensen Huang dalam The Hill & Valley Forum di Washington DC, Amerika Serikat, pada April, dikutip dari Yahoo Finance pada Mei.
"Untuk memimpin, Amerika Serikat harus merangkul teknologi, berinvestasi dalam pelatihan ulang keterampilan, dan membekali setiap pekerja untuk membangun dengan teknologi ini," Jensen Huang menambahkan.
Jensen Huang membandingkan revolusi AI saat ini dengan transformasi industri sebelumnya, dengan menyatakan bahwa Amerika Serikat berhasil secara historis karena menerapkan baja dan energi lebih cepat daripada negara mana pun.
Tapi kini, negara-negara bersaing di bidang AI. “Ini adalah permainan tanpa akhir,” kata Huang.
Bos Nvidia Sebut Ahli AI Cina Terbaik di Dunia
CEO Nvidia Jensen Huang menanggap peneliti AI Cina sebagai salah satu yang terbaik di dunia. Jadi tidak mengherankan bila perusahaan Amerika Serikat menggandeng mereka.
"Para peneliti dan ilmuwan AI di Tiongkok, mereka kelas dunia. Mereka bukan peneliti AI Cina, mereka peneliti AI kelas dunia," ujar Huang dalam wawancara dengan penulis Stratechery, Ben Thompson, dikutip dari Business Insider.
"Anda menyusuri lorong Anthropic, OpenAI, atau DeepMind, ada banyak sekali peneliti AI di sana, dan mereka berasal dari Cina. Tentu saja, ini masuk akal, dan mereka luar biasa, jadi fakta bahwa mereka melakukan pekerjaan luar biasa tidak mengejutkan saya,” Huang menambahkan.
AI is an infinite game.
To lead, the U.S. must embrace the technology, invest in reskilling, and equip every worker to build with it.
NVIDIA CEO Jensen Huang explains to policymakers in Washington, DC: pic.twitter.com/d0xJPu9GdN— NVIDIA Newsroom (@nvidianewsroom) April 30, 2025
Secara keseluruhan, menurut dia, Cina tampil luar biasa di bidang AI. Pemilik perusahaan termahal di dunia itu mencontohkan DeepSeek dan Manus, platform AI asal Tiongkok, yang menjadi penantang kuat perusahaan AS.
"Jujur saja, DeepSeek adalah karya luar biasa," kata Huang. "Memberi mereka sesuatu yang kurang dari itu adalah bentuk kurangnya kepercayaan diri yang begitu dalam, sehingga saya tidak bisa menoleransinya."
Tantangan yang dihadirkan oleh pesaing internasional, imbuh Huang, mutlak penting bagi peningkatan berkelanjutan perusahaan AI di Amerika Serikat.
"Semua orang menyukai kompetisi. Perusahaan membutuhkan kompetisi untuk menginspirasi diri mereka sendiri, negara membutuhkannya, dan tak diragukan lagi kita memacu mereka," ujarnya.
“Namun, saya sepenuhnya yakin Tiongkok akan selalu ada di setiap langkah. Huawei adalah perusahaan yang tangguh. Mereka adalah perusahaan teknologi kelas dunia,” Huang menambahkan.
Namun, Jensen Huang mengatakan persaingan yang ketat bisa menjadi masalah jika perusahaan-perusahaan yang berbasis di AS tidak memiliki semua perangkat yang mereka butuhkan.
Ia pun mengkritisi aturan Difusi, kebijakan era Presiden AS sebelumnya Joe Biden yang akan menetapkan batasan ekspor cip AI buatan Amerika Serikat ke Cina.
"Anda tidak bisa begitu saja berkata, 'Ayo kita buat aturan difusi, lindungi satu lapisan dengan mengorbankan yang lainnya.' Itu tidak masuk akal," ujarnya. "Gagasan bahwa kita akan membatasi teknologi AI Amerika tepat ketika pesaing internasional telah mengejar, dan kita sudah cukup memprediksinya."
"Gagasan penyebaran AI yang membatasi akses negara lain terhadap teknologi Amerika adalah misi yang diungkapkan dengan sangat keliru. Seharusnya tujuannya yakni mempercepat adopsi teknologi Amerika di mana pun sebelum terlambat," kata Huang. "Jika tujuannya ingin Amerika memimpin, maka lakukan hal yang sebaliknya."
Menurut CEO Nvidia itu, persaingan antara perusahaan Amerika dan Cina di bidang AI sangat ketat.