Trump Minta Perusahaan Amerika Bisa Transfer Data WNI, Ini Bahayanya

Kamila Meilina
23 Juli 2025, 18:29
Trump ingin perusahaan AS bisa transfer data pengguna di Indonesia ke Amerika
ChatGPT, Katadata/Desy Setyowati
Ilustrasi Trump ingin perusahaan AS bisa transfer data pengguna di Indonesia ke Amerika
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Presiden Amerika Serikat Donald Trump meminta Pemerintah mempermudah perusahaan asal negaranya mentransfer data pengguna di Indonesia ke Negeri Paman Sam, sebagai bagian dari kesepakatan terkait tarif impor resiprokal. Apa bahayanya?

Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC Pratama Persadha mengungkapkan potensi bahaya jika perusahaan Amerika Serikat bisa langsung mengirimkan data pengguna di Indonesia ke negaranya.

“Kesepakatan transfer data antara Indonesia dan Amerika Serikat, sebagaimana tersirat dalam pernyataan resmi Gedung Putih bahwa Indonesia akan memberikan kepastian terhadap kemampuan mentransfer data pribadi ke luar negeri, menandai babak baru dalam hubungan digital kedua negara,” kata Pratama kepada Katadata.co.id, Rabu (23/7).

“Namun, di balik semangat kerja sama ekonomi dan perluasan perdagangan digital tersebut, terdapat sejumlah potensi dampak yang dapat memengaruhi struktur kedaulatan digital, perlindungan hak asasi warga negara, dan ketahanan siber nasional Indonesia,” Pratama menambahkan.

Dampak pertama, berkurangnya kontrol langsung negara terhadap data pribadi warga. Setelah data mengalir ke luar yurisdiksi hukum Indonesia, terutama ke negara seperti Amerika Serikat yang belum memiliki undang-undang perlindungan data federal yang komprehensif, maka kemampuan pemerintah untuk mengawasi, memproses, dan memastikan penggunaan data secara etis dan legal menjadi sangat terbatas.

Kondisi itu menciptakan celah pengawasan yang berisiko tinggi terhadap privasi, terutama ketika data dapat diakses oleh entitas komersial maupun lembaga keamanan asing berdasarkan hukum domestik mereka sendiri.

Kedua, transfer data lintas-negara yang tidak diatur ketat bisa mengakibatkan ketimpangan dalam pemanfaatan nilai ekonomi. Data pribadi dan perilaku pengguna merupakan bahan bakar utama dalam pengembangan algoritma, AI, dan model bisnis digital.

Ketika data dikumpulkan dan dianalisis di luar negeri, perusahaan asing akan memperoleh keuntungan yang jauh lebih besar daripada negara asal data. Indonesia pun hanya menjadi penyedia bahan mentah tanpa memiliki kapasitas untuk mengembangkan nilai tambah secara mandiri.

Hal itu berisiko memperdalam ketergantungan terhadap teknologi luar dan memperlambat pertumbuhan sektor digital dalam negeri.

Ketiga, konsekuensi terhadap keamanan nasional. Di era data sebagai aset strategis, arus informasi digital lintas-negara dapat digunakan sebagai alat pengawasan, pengaruh politik, bahkan sebagai senjata dalam konflik siber.

Tanpa kerangka kerja yang kuat dan perjanjian perlindungan timbal balik yang mengikat, data-data penting yang mengalir ke luar negeri dapat menjadi target penyadapan, manipulasi, atau eksploitasi oleh aktor negara maupun non-negara.

Dalam konteks itu, Indonesia menghadapi risiko terfragmentasinya kedaulatan digital dan meningkatnya kerentanan terhadap campur tangan asing di ruang siber nasional.

Keempat, kesepakatan itu membawa implikasi geopolitik yang tidak bisa diabaikan. Ketika Indonesia menunjukkan keterbukaan terhadap permintaan Amerika Serikat dalam hal transfer data, negara-negara lain seperti Cina atau anggota ASEAN yang menganut prinsip kedaulatan data ketat dapat menilai sikap Indonesia sebagai keberpihakan terhadap blok digital Barat.

“Hal ini berpotensi menimbulkan ketegangan dalam kerja sama digital regional, terutama jika Indonesia dinilai tidak konsisten dalam memperjuangkan prinsip-prinsip netralitas dan kesetaraan digital yang selama ini dikedepankan dalam berbagai forum multilateral,” ujar Pratama.

Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa setiap komitmen lintas-negara dalam isu data dilandasi oleh kajian strategis, kerangka hukum yang kuat, dan perlindungan yang jelas terhadap kepentingan nasional dan hak digital warga negara.

Tanpa fondasi tersebut, menurut dia, transfer data lintas-negara bukan hanya menjadi ancaman terhadap kedaulatan digital, tetapi juga terhadap keberlanjutan ekonomi digital dan posisi geopolitik Indonesia di tengah persaingan global yang semakin tajam.

Trump Ingin Perusahaan AS Bisa Transfer Data WNI ke Amerika

Gedung Putih Amerika Serikat mengatakan Indonesia telah berkomitmen untuk mengatasi hambatan yang berdampak pada perdagangan, layanan, dan investasi digital.

“Indonesia akan memberikan kepastian mengenai kemampuan untuk mentransfer data pribadi keluar dari wilayahnya ke Amerika Serikat,” demikian dikutip dari laman resmi White House AS, Rabu (23/7). 

Kesepakatan itu juga tercantum dalam Lembar Fakta bertajuk 'Amerika Serikat dan Indonesia Mencapai Kesepakatan Perdagangan Bersejarah' yang dirilis pada Rabu (23/7). 

Gedung Putih menyebut bahwa pengelolaan data pribadi dilakukan karena Amerika dinilai telah memiliki perlindungan data pribadi yang memadai.

Washington diklaim telah melakukan berbagai reformasi di sektor perlindungan data melalui perusahaan-perusahaan teknologinya dalam beberapa tahun terakhir.

“Perusahaan-perusahaan Amerika telah mengupayakan reformasi ini selama bertahun-tahun,” tulis Gedung Putih.

Poin pengelolaan data pribadi ini merupakan bagian dari kesepakatan dagang yang juga mencakup penetapan tarif resiprokal dari 32% menjadi 19% untuk sejumlah komoditas Indonesia di pasar AS.

Katadata.co.id sudah mengkonfirmasi hal tersebut ke Kementerian Komunikasi dan Digital alias Komdigi mengenai hal itu, namun belum ada tanggapan.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Kamila Meilina

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...