ManageEngine Siap Bangun Data Center di Asia, Indonesia Masuk Radar Ekspansi

Ferrika Lukmana Sari
1 Juli 2025, 13:54
ManageEngine
Katadata/Ferrika Lukmana Sari
CEO ManageEngine Rajesh Ganesan (tengah) bersama Regional Director Asia Pacific ManageEngine Arun Kumar (kanan) saat acara di Hotel Intercontinental, Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (1/7).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

ManageEngine, penyedia solusi manajemen TI asal India, mengungkapkan rencana jangka panjang untuk membangun data center di berbagai negara besar kawasan Asia, termasuk Indonesia.

Regional Director Asia Pasifik ManageEngine Arun Kumar mengatakan kebutuhan terhadap data center lokal semakin penting, seiring dengan meningkatnya regulasi terkait penyimpanan dan keamanan data di banyak negara.

"Ke depan, di hampir semua pasar besar tempat kami beroperasi, kami akan memiliki data center sendiri. Ini adalah bagian dari komitmen kami untuk memenuhi kebutuhan bisnis sekaligus mematuhi peraturan setempat," ujar Arun saat ditemui di Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (1/7).

Saat ini, ManageEngine telah mengoperasikan lebih dari 80 data center di berbagai negara. Untuk kawasan Asia, Singapura menjadi titik awal ekspansi data center yang akan dilakukan dalam waktu dekat.

"Itu sudah menjadi komitmen kami. Karena pada titik tertentu, kami harus mengikuti aturan terkait data residency (penyimpanan data lokal) dan data sovereignty (kedaulatan data) yang diberlakukan banyak negara," katanya. 

Meski demikian, Arun menegaskan Indonesia tetap menjadi salah satu pasar prioritas yang masuk dalam radar ekspansi ManageEngine. Hal ini tak lepas dari besarnya potensi pasar digital serta kebutuhan yang tinggi terhadap pengelolaan data yang aman dan sesuai regulasi.

Investasi di Bidang Ketahanan Siber

Selain fokus pada pembangunan data center, ManageEngine juga mendorong peningkatan kesadaran dan investasi di bidang ketahanan siber (cyber resilience). Menurut Arun, ancaman siber tidak hanya bisa diatasi dengan teknologi, tetapi juga dengan kesiapan organisasi dalam merespons serangan.

"Kami tidak hanya bicara soal tools keamanan, tapi juga soal kesiapan organisasi. Seberapa cepat mereka bisa memulihkan bisnis jika terjadi serangan? Apakah datanya sudah dibackup? Apakah timnya sudah terlatih? Semua itu sama pentingnya," kata Arun.

Tingginya kebutuhan terhadap keamanan siber di Indonesia juga tak lepas dari meningkatnya aktivitas digital di Tanah Air. Sepanjang 2024, Indonesia mencatat lebih dari 330,5 juta anomali siber atau aktivitas digital yang mencurigakan.

Arun memaparkan, tingginya serangan siber disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari human eror, kurangnya investasi pada keamanan TI, hingga belum adanya ketahanan siber yang memadai.

"Sering kali, transformasi digital dilakukan lebih dulu, sementara keamanan sibernya dipikirkan belakangan. Itu yang menjadi celah," ujarnya.

Selain itu, perkembangan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) juga menjadi tantangan baru. Di satu sisi, AI mempercepat pertumbuhan digital, namun di sisi lain AI juga dimanfaatkan oleh penjahat siber untuk melancarkan serangan yang lebih masif dan terarah.

"Sekarang ransomware bahkan ditawarkan sebagai layanan. Siapa pun bisa membeli layanan itu untuk melakukan serangan," katanya.

Oleh karena itu, setiap organisasi atau perusahaan harus terus memperbarui tools keamanannya dan membangun sistem yang tangguh. Jika tools yang digunakan sudah usang atau ketinggalan zaman, maka risiko serangan akan semakin besar.

Menurutnya, kombinasi antara penggunaan teknologi keamanan yang tepat, kesiapan sumber daya manusia, serta investasi berkelanjutan di bidang ketahanan siber adalah kunci untuk menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ferrika Lukmana Sari

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...