Komdigi Ungkap Perbedaan Pemindaian Retina World ID dengan Identitas Digital

Kamila Meilina
15 Mei 2025, 19:51
Retina
ANTARA FOTO/Reno Esnir/wpa/Spt.
Direktur Pengawasan Sertifikasi dan Transaksi Elektronik Kemenkomdigi Teguh Arifiyadi.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) menyatakan bahwa teknologi pemindaian retina yang digunakan oleh World ID belum dapat dikategorikan sebagai identitas digital (digital ID) secara regulatif, meskipun secara teknologi memiliki karakter serupa.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Pengawasan Sertifikasi dan Transaksi Elektronik Kemenkomdigi Teguh Arifiyadi. “Apakah World ID itu merupakan Digital ID, seperti yang ramai dibicarakan kemarin? Bukan,” katanya dalam Indonesia Digital Forum, di Jakarta Selatan, Kamis (15/5).

Teguh mengakui, secara karakter teknologi, World ID memang memiliki kesamaan dengan Digital ID. “Kalau kita melihat dari karakter teknologinya, World ID memang bisa dikatakan memiliki karakter sebagai Digital ID. Tapi kalau kita pakai pendekatan definisi teknologi dan regulasi, ceritanya berbeda,” jelasnya.

Teknologi World ID bekerja dengan memindai retina mata pengguna dan menghasilkan retina code yang kemudian dicacah menjadi tiga bagian dan disimpan di luar negeri. Data ini digunakan untuk proses verifikasi identitas dalam berbagai transaksi digital. Uniknya, pengguna tidak perlu menunjukkan identitas seperti KTP, cukup dengan pemindaian retina saja.

Namun, Teguh menyoroti bahwa sistem ini tidak menyimpan informasi yang bisa langsung mengarah ke identitas asli pengguna. “Tidak ada prosedur untuk mendapatkan kembali identitas pengguna secara langsung. Karena kita tidak membawa KTP, hanya retina yang dipindai, kemudian datanya dikodekan dan dicacah,” ujarnya.

Menurut Teguh, dalam Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), Digital ID harus mampu secara unik mengidentifikasi individu. Dalam konteks ini, ia mempertanyakan, “Apakah hasil dari retina code yang telah dicacah itu bisa disebut sebagai Digital ID? Bisa tidak ia digunakan untuk kembali mengidentifikasi seseorang secara unik?”

Pihak World ID menyatakan bahwa sistem mereka belum mampu melakukan identifikasi ulang pengguna dari retina code tersebut, bahkan dengan teknologi seperti quantum computing. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan World ID diklaim sebagai anonimisasi.

Teguh menegaskan bahwa menurut UU PDP, data hanya bisa dikategorikan sebagai anonim jika tidak dapat dikembalikan ke identitas individu dengan teknologi apapun. Jika masih ada kemungkinan untuk itu, data tersebut termasuk pseudonim.

“Secara teknologi, World ID bisa dikatakan sebagai digital ID. Tapi berdasarkan proses bisnis dan definisi regulasi, World ID bukan digital ID,” ujarnya.

TFH Kumpulkan Lebih dari 500 Ribu data Iris Mata

Sebelumnya, pengembang Worldcoin, Tools for Humanity (TFH), tercatat sudah mengumpulkan lebih dari 500 ribu data iris mata masyarakat Indonesia sejak 2021. TFH menyatakan perusahaan tidak menyimpan data biometrik pengguna dalam sistem.

Perusahaan menjelaskan, setelah pendaftaran dan verifikasi World ID, foto asli dan kode iris mata dienkripsi lalu ditransfer ke perangkat pengguna. Data biometrik tersebut kemudian dihapus dari perangkat pemindaian, sehingga pengguna tetap memiliki kendali penuh atas data pribadinya.

Komdigi telah memblokir platform Worldcoin, World App, dan World ID sejak Minggu (4/5). Instansi juga memanggil perwakilan TFH pada Rabu (7/5).

World ID merupakan platform terintegrasi untuk menyimpan identitas biometrik manusia di dunia digital. Teknologi Orb yang ada di dalamnya akan memverifikasi pengguna. World App adalah superaplikasi yang berisi aplikasi-aplikasi tunggal yang dibuat oleh pengembang pihak ketiga.

Sementara Worldcoin merupakan token berbasis blockchain yang memungkinkan pengguna, baik individu, perusahaan, pemilik aplikasi, maupun pemerintah mendapatkan insentif atau melakukan transaksi di dalam jaringan.

Dari hasil pertemuan dengan TFH diketahui bahwa perusahaan sudah mengumpulkan lebih dari 500 ribu data iris mata masyarakat Indonesia sejak 2021, meskipun baru mendapatkan izin Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) tahun ini.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Kamila Meilina

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...