Worldcoin Diblokir, Bagaimana Nasib 500 Ribu Data Iris Mata Warga Indonesia?

Kamila Meilina
9 Mei 2025, 13:12
Worldcoin, world app, tools for humanity,
Tools for Humanity
Worldcoin
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Pengembang Worldcoin yakni Tools for Humanity tercatat sudah mengumpulkan lebih dari 500 ribu data iris mata masyarakat Indonesia sejak 2021. Bagaimana nasib data-data ini?

Komdigi atau Kementerian Komunikasi dan Digital sudah memblokir platform Worldcoin, World App, dan WorldID sejak Minggu (4/5). Instansi juga sudah memanggil perwakilan Tools for Humanity pada Rabu (7/5).

World ID merupakan platform terintegrasi untuk menyimpan identitas biometrik manusia di dunia digital.  Teknologi Orb di dalannya akan memverifikasi pengguna. Lalu, World App yakni superaplikasi yang berisi aplikasi-aplikasi tunggal yang dibuat pengembang pihak ketiga. 

Sementara itu, Worldcoin merupakan token berbasis blockchain yang memungkinkan pengguna, apakah itu individual, perusahaan, pemilik aplikasi, bahkan pemerintah, memperoleh insentif atau melakukan transaksi di dalam jaringan. 

Dari hasil pertemuan itu diketahui bahwa Tools for Humanity sudah mengumpulkan 500 ribu lebih data iris mata masyarakat Indonesia sejak 2021, walaupun perusahaan baru mendapatkan anda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik atau TDPSE tahun ini.

Iris mata adalah bagian mata yang berwarna, yang berfungsi mengontrol sebagai banyak cahaya yang masuk ke mata dan menyesuaikan pupil secara otomatis berdasarkan perubahan pencahayaan. Warna iris mata seperti sidik jari.

Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi Alexander Sabar menyampaikan Komdigi masih menyelidiki penggunaan data iris mata oleh Tools for Humanity. “Ini masih berproses,” kata dia di kantornya, Jakarta, Jumat (9/5).

Komdigi sebelumnya menyampaikan platform besutan Sam Altman, pembuat ChatGPT itu memiliki dua mitra lokal di Indonesia yakni PT. Terang Bulan Abadi dan PT. Sandina Abadi Nusantara.

Kementerian mendapati fakta bahwa Tools for Humanity beroperasi di Tanah Air atas nama PT. Terang Bulan Abadi. Perusahaan ini belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik atau PSE dan tidak memiliki Tanda Daftar PSE alias TDPSE.

Sementara itu, layanan Worldcoin justru memiliki TDPSE atas nama PT Sandina Abadi Nusantara. Oleh karena itu, Komdigi menilai perusahaan patut diduga tidak memenuhi syarat dan kepatuhan sesuai diatur dalam regulasi.

“Bentuk usahanya atau izin usahanya itu berada di tempat lain. Ini masih kami dalami secara teknis apa yang sebenarnya mereka lakukan,” kata Alexander.

Potensi Bahaya Scan Iris Mata yang Diambil Worldcoin

Alexander menjelaskan Komdigi masih mendalami metode pengumpulan data iris mata oleh Tools for Humanity dan kedua mitra lokal, serta penggunaannya. Ia memastikan perlindungan datanya mengikuti Undang-undang Pelindungan Data Pribadi atau UU PDP.

Terlebih lagi iris mata berperan seperti sidik jari. “Data ini kalau digunakan untuk hal-hal negatif misalnya, merugikan pihak yang direkam iris matanya, maka akan berisiko. Oleh karena itu, kami mencaritahu penggunaan data oleh partner perusahaan,” kata Alexander.

Komdigi juga akan mendalami alasan perusahaan memberikan uang hingga Rp 800 ribu kepada masyarakat yang mau memindari iris mata. Kementerian pun bakal memanggil PT Terang Bulan Abadi dan PT Sandina Abadi Nusantara.

Pakar IT dari Communication and Information System Security Research Center atau CISSReC Pratama Persadha memperingatkan masyarakat bahwa data iris mata yang telah diserahkan ke pihak ketiga berpotensi disalahgunakan, terutama jika sistem penyimpanan dan pengelolaannya tidak transparan atau tidak aman.

“Berbeda dengan password atau nomor telepon, data iris mata tidak bisa diubah. Jika bocor, konsekuensinya bisa seumur hidup," kata Pratama kepada Katadata.co.id, Selasa (6/5).

Potensi bahaya lainnya yakni data biometrik seperti iris mata bisa dimanfaatkan untuk pencurian identitas, pelacakan digital hingga manipulasi otentikasi sistem yang menggunakan teknologi pengenalan biometrik, termasuk layanan keuangan dan perbankan.

Dalam sistem yang semakin bergantung pada verifikasi biometrik, seperti perbankan digital dan layanan pemerintahan, pihak yang berhasil memperoleh template iris mata seseorang dapat mengakses layanan atas nama korban, tanpa perlu akses lainnya.

“Risiko meningkat bila data disimpan di luar yurisdiksi hukum Indonesia, sehingga penyelesaian hukum akan menjadi rumit,” kata Pratama.

Aturan Scan Iris Mata di Indonesia

Pratama menjelaskan perlindungan data biometrik diatur dalam UU PDP. Dalam undang-undang ini, data biometrik dikategorikan sebagai data pribadi spesifik yang memerlukan persetujuan eksplisit dan pengelolaan yang ketat.

Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Sistem dan Transaksi Elektronik mewajibkan penyelenggara sistem menjamin keamanan data pribadi pengguna.

Meski demikian, hingga kini belum ada regulasi teknis yang secara eksplisit mengatur pemrosesan data iris mata oleh perusahaan swasta, khususnya perusahaan asing. Hal ini menimbulkan kekosongan hukum yang bisa dimanfaatkan oleh pihak tertentu tanpa perlindungan memadai bagi masyarakat.

Sementara itu, perusahaan pengembang Worldcoin yakni Tools for Humanity menegaskan proses verifikasi identitas melalui WorldID tidak menyimpan data pribadi pengguna. Sebaliknya, pengguna memiliki kendali penuh atas informasi mereka, dan data tidak dapat diakses oleh World maupun perusahaan sebagai kontributor teknologi.

Perusahaan mengklaim data tersebut disimpan di aplikasi World App dan tidak disimpan oleh perangkat Orb untuk menjaga privasi pengguna. Teknologi yang dikembangkan ini diklaim sebagai bentuk otentikasi manusia berbasis ‘Proof of Human’ tanpa harus mengumpulkan nama, alamat, atau Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Kamila Meilina

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...