Google Hapus 7 Aplikasi Berbahaya dari Play Store
Google telah menghapus tujuh aplikasi yang dianggap berbahaya dari Play Store. Perusahaan anti-virus Avast mengatakan bahwa ketujuh aplikasi tersebut telah diinstal lebih dari 130 ribu kali tersebut berpotensi melacak dan membuntuti pengguna.
Dalam unggahan di blognya, Avast mengatakan bahwa aplikasi yang disebut Stalkerware ini dapat melacak dan mengirim data lokasi, serta menyediakan kontak, laporan panggilan (call log), dan pesan singkat (SMS). Perusahaan ini mengatakan, aplikasi ini kemungkinan besar dirancang oleh pengembang dari Rusia.
Avast melanjutkan, aplikasi tersebut memerlukan pengintai (snoop) untuk memiliki akses ke ponsel yang ingin mereka mata-matai. “Snoop dapat mengunduh aplikasi dari Google Play Store dan menunggu pengguna memasukkan alamat email dan kata sandi mereka. Sehingga, aplikasi mata-mata tersebut dapat dikirim ke sana,” ujar Avast seperti dikutip dari GadgetNow, Kamis (18/7).
Perusahaan itu menjelaskan, hal yang lebih menakutkan adalah bahwa tidak ada ikon pada aplikasi tersebut. Artinya, orang yang ditargetkan tidak dapat melihat tanda-tanda dari aplikasi Stalkerware yang terinstal di ponsel mereka.
(Baca: Google Selidiki Kasus Kebocoran Data Suara di Layanannya)
Ketujuh aplikasi Spyware tersebut adalah Track Employees Check Work Phone Online Spy Free, Spy Kids Tracker, Phone Cell Tracker, Mobile Tracking, SMS Tracker, Employee Work Spy, dan Spy Tracker.
Sebelumnya, studi yang dilakukan oleh University of Sydney dan Data61 dari The Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO) juga menemukan ada 2.040 aplikasi berbahaya di Google Play Store. Ada 1.565 aplikasi yang meminta setidaknya lima izin sensitif.
Sebagian besar dari ribuan aplikasi itu berupa permainan yang dipalsukan dan mengandung malware. Sebagian lagi tidak mengandung malware, namun meminta izin akses data yang dianggap berbahaya. Gim tersebut di antaranya Temple Run, Free Flow, dan Hill Climb Racing.
"Meskipun keberhasilan Google Play ditandai oleh fleksibilitas dan fitur yang dapat disesuaikan, yang memungkinkan hampir semua orang membangun aplikasi. Ada sejumlah aplikasi bermasalah yang lolos dari pengawasan dan telah melewati proses pemeriksaan otomatis," kata rekan penulis studi dari University of Sydney Suranga Seneviratne dikutip dari ComputerWorld.com, Senin (24/6) lalu.
(Baca: Peretas Incar Indonesia, 25 Juta Ponsel Terinfeksi Malware)