Elon Musk hingga FBI Ragu Keamanan Zoom, Penggunanya Justru Melonjak
Karantina wilayah (lockdown) dan jaga jarak fisik (physical distancing) akibat pandemi corona membuat jumlah pengguna dan trafik Zoom melonjak. Padahal, CEO SpaceX Elon Musk hingga Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (Federal Bureau of Investigation/FBI) meragukan keamanan aplikasi itu.
Perusahaan transportasi luar angkasa atua rokte, SpaceX melarang karyawannya menggunakan Zoom. Sebab, mereka meragukan persoalan privasi dan keamanan data.
Kebijakan itu diterapkan SpaceX setelah penegak hukum AS mengeluarkan memo terkait keamanan Zoom. Di satu sisi, SpaceX merupakan pengembang teknologi untuk keamanan nasional.
SpaceX menyampaikan bahwa semua akses karyawan ke aplikasi Zoom telah dinonaktifkan sejak akhir pekan lalu (28/3) "Kami memahami bahwa banyak dari karyawan menggunakan aplikasi ini (Zoom)," kata SpaceX melalui surat elektronik (email), dikutip dari Reuters, Kamis (2/4).
(Baca: Zoom dan 4 Aplikasi Rapat Online Selama Pandemi Covid-19)
Perusahaan mengimbau karyawannya menggunakan layanan komunikasi lainnya di tengah pandemi corona. "Silakan gunakan email, teks, atau telepon sebagai alat komunikasi alternatif," kata SpaceX.
FBI pun memperingatkan sekolah-sekolah tentang bahaya pengaturan default Zoom. Kantor Jaksa Agung New York juga mengirim surat kepada Zoom pada pekan ini, untuk meminta klarifikasi terkait upaya menjaga keamanan data pengguna.
Keamanan yang diragukan yakni pada pengaturan default Zoom. Setiap panggilan Zoom memiliki nomor ID yang dihasilkan secara acak antara 9 dan 11 digit. Nomor itu digunakan peserta rapat untuk mendapatkan akses.
Dikutip dari The Verge, para peneliti keamanan teknologi mengungkap bahwa ID itu mudah ditebak. Alhasil, siapa saja kemungkinan bisa mengikuti rapat.
(Baca: Perusahaan Startup Pecat Karyawan Lewat Zoom di Tengah Pandemi Corona)
Kemudian, banyak orang bergabung pada panggilan Zoom dan menyiarkan video porno atau gurauan (prank). Fenomena itu disebut Zoombombing.
Zoom pun menghadapi tuntutan hukum di California. Penuntut menuduh Zoom mengumpulkan informasi pribadi pengguna, tanpa pemberitahuan yang memadai.
Mereka juga menuduh Zoom memberikan informasi pribadi itu ke pihak ketiga, termasuk Facebook. Penuntut kemudian menuntut ganti rugi atas nama pengguna Zoom karena dugaan pelanggaran Undang-undang Privasi Konsumen California.
Zoom saat ini meninjau platform-nya terkait dengan masalah privasi Facebook itu. "Kami sedang meninjau proses dan protokol kami," ujar CEO Zoom Eric S Yuan, dikutip The Verge, kemarin (1/4).
Pada situs resminya, Zoom mengatakan bahwa pengguna sebenarnya dapat mengamankan rapat dengan enkripsi end to end. Peringatan ini sebagai upaya menjaga keamanan dalam pengaturan default.
"Kami tetap berkomitmen kuat untuk melindungi privasi pengguna kami,” kata Yuan. (Baca: 8 Aplikasi untuk Work From Home Panen Transaksi saat Pandemi Corona)
Zoom juga menyesuaikan pengaturan default pada pekan lalu. Tapi, hal ini hanya untuk akun Pendidikan. Untuk pengguna lain, harus mengubah pengaturan Zoom terlebih dahulu untuk memastikan keamanannya.
Di tengah pandemi, aplikasi Zoom memang mengalami peningkatan penggunaan. Zoom dapat menghubungkan hingga 1.000 pengguna dalam satu panggilan.
Berdasarkan analisis dari JP Morgan, jumlah pengguna aktif harian Zoom naik 378% secara tahunan (year on year/yoy) pada Maret 2020. Berdasarkan data Apptopia, pengguna aktif bulanan pun naik 186%.
Saham Zoom pun melonjak sekitar 50% dalam sebulan terakhir. Dikutip dari Forbes, pada Rabu (25/3), harga saham Zoom tembus US$ 106,8 atau Rp 1,7 juta. Harga samah itu merupakan tertinggi sepanjang sejarah Zoom.
(Baca: Banyak Diakses Selama WFH, Sri Mulyani Incar Pajak Zoom dan Netflix)