Berlaku 18 April, Kominfo Pertimbangkan Dua Skema Blokir Ponsel Ilegal
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memastikan bahwa aturan IMEI atau International Mobile Equipment Identity berlaku sesuai rencana, pada 18 April 2020. Kementerian mempertimbangkan dua skema untuk memblokir ponsel ilegal (black market) yaitu whitelist atau blacklist.
Menteri Kominfo Johnny Plate mengatakan, skema itu akan diterapkan di sistem informasi basis data IMEI nasional (SIBINA) Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Sistem itu yang akan menentukan suatu ponsel diblokir atau tidak.
"Dalam waktu dua minggu akan kami putuskan, apakah menggunakan mekanisme whitelist atau blacklist," ujar Johnny di DPR, Selasa (4/2) malam.
Mekanisme blacklist yakni memblokir ponsel yang terbukti ilegal atau terindentifikasi sistem. Sedangkan whitelist, dengan cara konsumen menguji sendiri IMEI-nya sebelum membeli ponsel.
“Mekanismenya berbeda, tetapi keduanya bertujuan untuk mencegah masuknya ponsel ilegal," ujar Johnny. (Baca: Aturan IMEI, Ponsel WNI dari Luar Negeri Wajib Daftar Saat Pulang)
Pemerintah memang menyiapkan SIBINA. Sedangkan perusahaan telekomunikasi menyediakan sistem untuk memblokir IMEI yang disebut Equipment Identity Registration (EIR).
Johnny mengklaim, biaya investasi yang harus dikeluarkan operator untuk membangun sistem EIR tidak terlalu besar. "Menurut rekan-rekan operator tidak signifikan (biayanya), juga porsinya terhadap belanja modal (capital expenditure) mereka," ujar dia.
Lagi pula, menurutnya kebijakan itu akan berdampak positif terhadap industri telekomunikasi di Tanah Air. “Biayanya tidak signifikan dibandingkan dengan beredarnya ponsel-ponsel bodong," ujar dia.
Aturan IMEI ditandatangani oleh Kementerian Kominfo, Kemenperin, dan Kementerian Perdagangan pada 18 Oktober 2019 lalu. Anggota Dewan ATSI Arief Mustain mengatakan, aturan teknis dari tiga kementerian inilah yang akan menjadi panduan operator seluler memblokir IMEI ponsel.
(Baca: Kesiapan Blokir IMEI, Asosiasi: Tunggu Aturan Teknis Tiga Kementerian)
Sebelumnya, Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) memprediksi biaya investasi untuk membangun sistem pemblokiran IMEI mencapai Rp 200 miliar per operator. Meski begitu, Wakil Ketua Umum ATSI Merza Fachys menyatakan seluruh operator siap mengintegrasikan data IMEI ke sistem EIR.
Namun, dia berharap aturan itu tidak membebani operator dalam membangun sistem. Sebab, operator belum mendapat gambaran secara rinci mengenai kebutuhan, pembagian tugas, termasuk alat yang perlu disiapkan terkait aturan IMEI.
"Kami minta agar diringankan saja beban (biaya investasi) ini. Masih banyak PR (pekerjaan rumah) kami. Jadi, kami harap hal ini bisa segera disepakati bersama (dengan pemerintah)," kata Merza usai acara Indonesia Technology Forum di Jakarta awal Agustus 2019 lalu.
Ketua ATSI Ririek Adriansyah berharap regulasi IMEI tidak merugikan operator. Karena itu, ia meminta pemerintah mengkaji dampak dari aturan IMEI secara komprehensif. "Jangan sampai membebani industri (telekomunikasi) secara berlebihan," katanya pada 15 Juli lalu, di Jakarta.
(Baca: Aturan IMEI Dinilai Tak Otomatis Kerek Penjualan Distributor Ponsel)