Lima Usul Asosiasi dalam Pengendalian HP Ilegal Melalui IMEI
Asosiasi Penyelenggara Jasa Telekomunikasi Indonesia (ATSI) mendukung rencana pemerintah untuk mengendalikan peredaraan telepon seleluler (HP) melalui pengaturan International Mobile Equipment Identity (IMEI). Wakil Ketua Umum ATSI Merza Fachys mengatakan, setidaknya asosiasi mengusulkan lima hal agar pengendalian melalui IMEI ini lebih efisien.
Pertama, pemerintah perlu memperhatikan prinsip-prinsip keamanan, perlindungan konsumen, serta data pribadi. Namun dalam menerapkan prinsip ini mensyaratkan pembangunan sistem baru dengan investasi besar sehingga mesti memperhatikan juga jumlah belanja modalnya secara optimal bagi operator.
Kedua, asosiasi mengusulkan bahwa data yang akan ditransfer ke sistem informasi basis data IMEI nasional (Sibina) adalah pasangan data IMEI dan ID pelanggan. ID tersebut merupakan penutup (masking) dari kumpulan data-data pelanggan. “Sehingga nanti tidak ada data milik pelanggan yang ditransfer ke Sibina,” kata Wakil Ketua Umum ATSI Merza Fachys kepada Katadata.co.id, Jumat (20/9).
Sibina merupakan sistem milik Kementerian Perindustrian yang akan menentukan apakah unit ponsel bakal diblokir atau tidak. Sementara IMEI adalah nomor identitas khusus yang dikeluarkan oleh asosiasi Global System for Mobile Communication (GSM) untuk tiap slot kartu GSM. Setiap ponsel memiliki nomor IMEI yang mengidentifikasi telepon tersebut.
(Baca: Aturan IMEI Terkendala Pembahasan Pajak Pembelian Ponsel Asing)
Ketiga, antara mekanisme, kriteria, dan pemilihan waktu (timing) pemblokiran HP ilegal melalui IMEI harus disosialisasikan kepada masyarakat sebelum efektif berlaku. Keempat, asosiasi mengusulkan agar mekanisme petunjuk pelaksanaan yang detail diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal. Sedangkan Peraturan Menteri mengatur kebijakannya saja.
Kelima, pengawasan atas arus ponsel impor pada gerbang-gerbang masuknya barang dari luar negeri harus ditegakkan. “Dengan solusi yang diusulkan itu, kami yakin bahwa investasi pemblokiran IMEI akan lebih efisien,” ujarnya.
Sebelumnya, asosiasi memprediksi biaya investasi dalam membangun sistem untuk memmblokir ponsel ilegal melalui IMEI mencapai Rp 200 miliar per operator. Sistem bernama Equipment Identity Registration (EIR) itu memungkinkan operator untuk mengontrol akses ke jaringan seluler dalam mencegah pencurian maupun penipuan telepon seluler.
Merza mengatakan seluruh operator sudah siap untuk mengintegrasikan data IMEI yang ada di perusahaannya ke sistem EIR. Namun ia juga berharap aturan itu tidak membebani para operator dalam membangun sistem tersebut. “Kami minta agar diringankan saja beban biaya investasi ini,” kata Merza awal bulan lalu.
(Baca: ATSI Prediksi Investasi Sistem Blokir IMEI Capai Rp 200 M per Operator)
Menurut dia, operator belum mendapat gambaran secara rinci mengenai kebutuhan, pembagian tugas, termasuk alat yang perlu disiapkan dalam menyambut aturan IMEI tersebut. “Masih banyak PR kami. Jadi, kami harap hal ini bisa segera disepakati bersama,” ujarnya.
ATSI mencatat, ada beberapa hal yang perlu disiapkan oleh operator, antara lain soal mekanisme blokir dan membuka blokir dari operator, registrasi IMEI perangkat bawaan pribadi dari luar negeri, pusat layanan konsumen, serta mitigasi fenomena IMEI di lapangan seperti duplikasi dan kloning IMEI.
Operator perlu membuat sistem tambahan untuk urusan blokir dan membuka blokir tersebut melalui sistem EIR. Apabila IMEI ponsel tidak terdaftar, maka layanan seluler untuk perangkat tersebut akan diblokir.
(Baca: Aturan IMEI Berlaku, Distributor Ponsel Trikomsel Yakin Penjualan Naik)
Ketika pengguna kehilangan ponselnya, maka pengguna juga bisa melaporkan nomor IMEI ponselnya ke operator untuk diblokir agar tidak bisa disalahgunakan oleh orang lain. Jika ponselnya kembali, ia bisa mengajukan kepada operator untuk membuka kembali blokir tersebut.
Ketua ATSI Ririek Adriansyah berharap regulasi ini tidak merugikan operator. Karena itu ia meminta pemerintah mengkaji dampak dari aturan IMEI secara komprehensif. “Investasi alat untuk memblokir IMEI juga harus dilihat. Jangan sampai membebani industri secara berlebihan,” katanya.