Marak Dikecam, Uni Eropa Rilis Pembelaan soal Aturan Biodiesel Sawit

Image title
Oleh Ekarina
22 Maret 2019, 02:13
Kelapa sawit
Arief Kamaludin|KATADATA
Petani memanen buah kelapa sawit di salah satu perkebunan kelapa sawit di Desa Delima Jaya di Kecamatan Kerinci, Kabupaten Siak, Riau.

Pemerintah Indonesia bereaksi keras atas dikeluarkannya komoditas minyak kelapa sawit sebagai bahan baku biofuel berdasarkan Arahan Energi Terbarukan (Renewable Energy Directive/ REDII) yang dituangkan dalam regulasi turunan (delegated act) . Uni Eropa pun merilis pembelaannya soal larangan tersebut.

Dalam keterangannya, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Vincent Guerend mengatakan Uni Eropa berencana memastikan keberlanjutan program bioenergi. Selain itu, pihaknya juga berkomitmen memenuhi target energi dan iklim pada 2020 dan 2030 dengan pemanfaatan sumber energi yang aman, terjangkau dan berkelanjutan.

Sebagai bagian dari kerangka kebijakan komprehensif, Uni Eropa menargetkan penggunaan energi terbarukan pada 2030 minimal mencapai 32%. Target tersebut telah disetujui oleh Parlemen Eropa dan Negara-negara Anggota Uni Eropa pada Juni 2018 melalui REDII.

Dalam REDII juga disebutkan bahwa mulai Januari 2024, akan ada pengurangan bertahap penggunaan biofuel dari jenis bahan baku tertentu. Untuk mengimplementasikan arahan ini, Komisi Eropa bahkan telah meloloskan regulasi turunan (delegated act ) pada 13 Maret.

Dalam kurun waktu dua bulan masa pengkajian, lembaga ini memiliki hak untuk menyatakan keberatan. Bila tidak ada keberatan, maka setelah kurun waktu tersebut, aturan ini akan disahkan atau diterbitkan dalam Jurnal Resmi Uni Eropa (Official Journal of the European Union).

(Baca: Uni Eropa Diskriminasi Sawit, Pemerintah Kaji Ulang Perjanjian IE-CEPA)

Vincent mengatakan, biofuel merupakan elemen penting dari kebijakan energi terbarukan Uni Eropa. Namun, harus ada aturan yang memastikan bahan baku (feedstock) biofuel merupakan bahan berkelanjutan dan tidak menyebabkan deforestasi melalui perubahan pengunaan lahan tidak langsung (indirect land use change/ ILUC).

Karenanya, arahan energi terbarukan akan menentukan pendekatan baru guna memastikan bahwa tanaman yang digunakan untuk memproduksi biofuel tidak berkaitan dengan deforestasi.

Terkait kebijakan tersebut, dia pun berdalih tidak ada biofuel atau bahan baku tertentu yang menjadi target pelarangan. "Semua minyak nabati diperlakukan setara dan minyak sawit tidak diperlakukan sebagai bahan bakar nabati yang buruk," ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (21/3).

Namun, dari data yang diterima pihaknya menunjukkan, bahwa terdapat kaitan antara kelapa sawit dan tingkat deforestasi tinggi periode 2008-2015. Yang mana, 45% dari ekspansi kelapa sawit terjadi di daerah dengan cadangan karbon tinggi. "Ini bahkan tidak sebanding dengan bahan baku lainnya," tulisnya.

Memang di sisi lain, produktivitas kelapa sawit diakuinya lebih tinggi dibandingkan tanaman lain. Namun, faktor yang digunakan dalam rumus penentuan ILUC dihitung berdasarkan pada kadar energi dari produk yang diperdagangkan dari berbagai tanaman tahunan seperti kedelai, rapeseed dan bunga matahari dibandingkan dengan kelapa sawit.

(Baca: Uni Eropa Tunggu Gugatan Diskriminasi Sawit RI di WTO)

Komisi Eropa akan mengkaji ulang data dan jika perlu metodologinya pada 2021 dan akan melakukan revisi Delegated Act tersebut pada 2023. Pada saat itu, segala upaya yang sudah dilakukan Indonesia, seperti perubahan sertifikasi ISPO, kebijakan moratorium, kebijakan satu peta, atau rencana aksi nasional yang baru-baru ini diterbitkan akan dipertimbangkan.

"Penting juga diingat bahwa pasar Uni Eropa yang terdiri 28 negara anggota sepenuhnya terbuka bagi minyak sawit. Tidak ada sama sekali larangan terhadap minyak sawit," ujarnya.

Uni Eropa merupakan pasar kedua untuk sawit Indonesia, di bawah India dan di atas Tiongkok. Sebagian besar minyak sawit Indonesia memasuki Uni Eropa dengan tarif nol atau tarif yang sangat rendah (22% tanpa bea masuk dan 55% di bawah bea 5,1%). Kondisi ini sekaligus menegaskan bahwa pasar ekspor lainnya tidak sebaik Uni Eropa.

Sebagai pendukung sistem berbasis peraturan (rules based order), Uni Eropa juga menganggap RED II dan delegated act sudah sesuai dengan ketentuan WTO. Karena menurut klaimnya, REDII menetapkan kriteria keberlanjutan untuk biofuel dan biomassa yang bersifat global, objektif dan tidak diskriminatif. Kriteria keberlanjutan ini dianggap tidak membedakan biofuel atau bahan baku tertentu.

Kriteria keberlanjutan REDII mengidentifikasi biofuel berkelanjutan yang memenuhi syarat untuk dukungan publik atau diperhitungkan terhadap target energi terbarukan Uni Eropa dan nasional. Karenanya, kriteria keberlanjutan REDII ini tidak membatasi akses pasar biofuel impor Uni Eropa.

Dia menyebut, Uni Eropa terbuka untuk berdiskusi dan berdialog tentang isu ini dengan pemerintah Indonesia maupun para pemangku kepentingan lainnya. Dia juga berharap bahwa pembentukan kelompok kerja bersama antara Uni Eropa dan para negara ASEAN terkait dapat menjadi opsi lain untuk berdiskusi.

"Aturan pelaksanaan dari Komisi Eropa ini bukan suatu awal maupun akhir dari proses kebijakan. Ini merupakan satu lagi langkah dalam perjalanan panjang dan bersama menuju pembangunan berkelanjutan dan netralitas karbon," ujarnya.

Pemerintah RI Akan Lawan Diskriminasi Sawit

Kebijakan Komisi Eropa yang mengklasifikasikan minyak kelapa sawit sebagai minyak nabati berisiko tinggi yang tidak berkelanjutan menuai protes keras dari pemerintah maupun kalangan pengusaha domestik. Keputusan tersebut dituding bermuatan politis lantaran bertujuan untuk mengeluarkan minyak kelapa sawit dari mandat biofuel Uni Eropa guna memproteksi minyak nabati lainnya.

"Tidak ada keraguan (kebijakan sawit Uni Eropa) ini diskriminatif, dengan latar belakang proteksionisme yang kemudian dibungkus dengan berbagai bahan ilmiah yang scientific," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.

Ia menyatakan pemerintah akan menempuh langkah perlawanan terhadap diskriminasi sawit, salah satunya membawa perselisihan tersebut ke meja WTO. "Selain langsung ke WTO, kami juga bisa retaliasi. Memangnya kenapa, kalau dia sepihak, masa kami tidak bisa lakukan sepihak," kata dia.

Menurut dia, minyak kelapa sawit adalah produk yang sangat penting bagi Indonesia terutama dalam rangka mengentaskan kemiskinan dan membuka lapangan pekerjaan bagi jutaan warga Indonesia. Pada saat industri kelapa sawit menyerap 7,5 juta orang secara langsung dan ditambah 12 juta orang secara tidak langsung.

Sementara dari sisi perdagangan, kelapa sawit merupakan komoditas yang sangat penting bagi Indonesia. Ini tercermin dari nilai kontribusi ekspor Crude Palm Oil (CPO) pada 2018 senilai US$ 17,89 miliar. Industri ini berkontribusi hingga 3,5% terhadap Produk Domestik Bruto.

(Baca: Dampak Anti Sawit Eropa, Gapki: Perlu Alternatif Pasar Ekspor)

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan bahwa kebijakan sawit Uni Eropa ini merupakan permasalahan yang sangat serius bagi Indonesia. "Kami negara besar yang memiliki kedaulatan yang tidak bisa diganggu oleh siapa pun," kata Menko Maritim.

Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir juga mengingatkan bahwa langkah yang diambil Uni Eropa adalah diskriminatif dan bisa berpengaruh kepada pembahasan mengenai kemitraan komprehensif kedua pihak.

Di lain pihak, Sekretaris Jenderal Gapki Kanya Lakshmi Sidarta mengaku senang industri sawit mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Pemerintah dan pengusaha terlihat lebih kompak dan satu suara melawan diskriminasi sawit. Karena menurut dia, perlakuan diskriminasi tak hanya kali ini dilakukan Uni Eropa.

"Mereka selalu mencari celah bagaimana menghadang minyak sawit dan sulit bersaing dengan minyak nabati lain, yang baik secara harga jual maupun produktivitas berbeda jauh dengan sawit," katanya kepada Katadata.co.id.

Karenanya, dengan peran pemerintah yang juga menggandeng dunia usaha asal Uni Eropa untuk ikut menyuarakan kekecewaan Pemerintah RI, diharapkan membantu proses negosiasi dan diplomasi Indonesia terhadap Uni Eropa.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...