Menghitung Bobot Aliansi Ekonomi RCEP Tanpa India
Perundingan kerja sama ekonomi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) telah berjalan selama tujuh tahun, namun tanpa hasil konkrit. Kini, India menarik diri dari meja perundingan. Bagaimana implikasinya bagi Indonesia?
Usai putaran perundingan di Bangkok pada awal November 2019 lalu, Perdana Menteri Narendra Modi menyatakan niat keluar dari RCEP. Menurutnya, “Negosiasi lanjutan RCEP tak lagi mencerminkan dasar-dasar ide pembentukannya.”
Modi tak mau gegabah dalam perjanjian internasional, terutama di RCEP yang menyumbang defisit bagi neraca dagang negaranya. Hingga kuartal III 2019, India mengalami defisit sebesar US$ 105 miliar dalam perdagangan dengan negara Anggota RCEP. Di antaranya, US$ 54 miliar adalah defisit dengan Tiongkok.
Bagaimanapun, Pemerintah menilai perundingan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP) akan tetap berjalan, meski tanpa India.
"Dampak PDB India terhadap ekonomi RCEP countries itu hanya 3%," kata Deputi Bidang Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Affandi Lukman di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Rabu (20/11) lalu.
(Baca: Menko Ekonomi: Perbaikan Neraca Dagang Butuh Waktu hingga 3 Tahun)
Berdasarkan data 2018, dia memperhitungkan PDB negara RCEP menyumbang 32,2% terhadap pertumbuhan dunia. Jika RCEP berjalan tanpa India, sumbangan PDB tersebut menjadi 29% terhadap PDB dunia.
Dari sisi perdagangan, negara RCEP menyumbang 29,2% perdagangan dunia, dan menjadi 27,1% tanpa India. Kemudian dari sisi pasar, jumlah penduduk negara RCEP mencapai 47,4% dari total populasi dunia. Jika tanpa India porsinya menjadi 29,6%.
(Baca: Libatkan Negara ASEAN & Tiongkok, Perjanjian Ekonomi RCEP Tunggu India)
Oleh karena itu, Rizal menilai justru India yang rugi bila tidak ikut serta dalam perjanjian regional terbesar di dunia tersebut. Investor di Negeri Bollywood tersebut hanya bisa memanfaatkan perjanjian bilateral dengan negara mitra dagangnya.
Sedangkan Indonesia masih memiliki akses ke India melalui pakta Asean-India Free Trade Area (AIFTA).
Direktur Perundingan ASEAN Kementerian Perdagangan Donna Gultom mengatakan, India memang memiliki populasi besar yaitu sekitar 1,3 miliar jiwa. Namun, India merupakan pasar yang kecil lantaran tidak membuka diri terhadap akses pasar global. "Jadi dampaknya tidak besar tanpa keikutsertaan India," ujar dia.
(Baca: Lewat RCEP, RI Berharap Investasi Asing di Sektor Otomotif Naik)
Dia pun mengatakan tidak khawatir dengan permasalahan tersebut. Sebab, India diyakini akan tetap memudahkan akses pasar terhadap suatu negara bila diperlukan.
Ia mencontohkan, India yang menurunkan bea masuk kelapa sawit Indonesia sebesar 5% sehingga menjadi setara dengan tarif Malaysia. Hal ini lantaran India membutuhkan sawit Indonesia. "India selalu butuh Indonesia," ujar dia.
Donna pun memperkirakan, Indonesia bisa memacu pertumbuhan dan investasi ekonomi melalui RCEP. Pada 2045, PDB Indonesia diperkirakan bisa mencapai US$ 7.000 triliun, jauh melampaui PDB saat ini sekitar US$ 1.000 triliun.
Dengan demikian, RCEP melibatkan 10 negara anggota ASEAN dan lima negara mitra yakni Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Australia.