MK Ingatkan Wakil Menteri Soal Aturan Rangkap Jabatan, Termasuk jadi Komisaris


Mahkamah Konstisusi (MK) mengingatkan adanya aturan untuk mencegah wakil menteri merangkap jabatan, termasuk menjadi komisaris dan direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal itu disinggung dalam sidang pengujian Undang-Undang 39/2008 tentang Kementerian Negara yang digelar di Gedung MK, pada Kamis (17/7).
Penegasan ini termuat dalam dokumen putusan atas sidang Perkara Nomor 21/PUU-XXIII/2025. Dalam salinan putusan tersebut, MK menyinggung Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 juga berlaku bagi wakil menteri.
"Dengan adanya penegasan Putusan MK sebagaimana dikemukakan di atas, maka terang bahwa wakil menteri juga dilarang merangkap jabatan,," demikian bunyi putusan MK seperti ditulis pada Jumat (18/7).
MK mengatakan penegasan soal rangkap jabatan sebenarnya telah masuk dalam putusan MK Nomor 80/PUUXVII/2019. Namun, pada pelaksanaannya masih ada wakil menteri yang rangkap jabatan sebagai komisaris.
"Hal ini tentu saja tidak bersesuaian dengan amanat yang terdapat dalam Putusan MK tersebut," demikian bunyi putusan tersebut.
Aturan ini mengenai posisi wakil menteri digugat oleh Direktur Eksekutif Indonesia Law & Democracy Studies (ILDES) Juhaidy Rizaldy Roringkon. Namun, MK tak menerima permohonan tersebut karena ia telah meninggal dunia sebelum sidang putusan digelar.
"Perkara Nomor 21 tahun 2025, berkenaan dengan kedudukan hukum para pemohon, Mahkamah mendapatkan bukti bahwa pemohon Juhaidy Rizaldy Roringkon telah meninggal dunia," kata hakim Saldi Isra di ruang sidang MK, Kamis (17/7).
Saldi mengatakan bagi pemohon yang telah meninggal dunia, maka kedudukannya tak dapat dipertimbangkan lebih lanjut. Ini karena syarat anggapan kerugian hak konstitusional yang dimiliki oleh pemohon harus relevan dengan keberadaannya.
"Apabila permohonan dikabulkan maka anggapan kerugian hak konstitusional yang dialami oleh pemohon tidak lagi terjadi atau tidak akan terjadi," kata dia.