MK Tolak Gugatan Wakil Menteri Rangkap Jabatan karena Pemohon Meninggal Dunia

Ade Rosman
17 Juli 2025, 15:14
mk, wakil menteri, rangkap jabatan
ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/agr
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (kanan) bersama Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra (kiri) dalam sidang sengketa Pemilihan Umum (PHPU) Wali Kota Kota Palopo dan Bupati Kabupaten Mahakam Ulu Tahun 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (8/7/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materiil aturan rangkap jabatan wakil menteri dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (UU Kementerian Negara). Alasannya, pemohon gugatan tersebut telah meninggal dunia. 

Gugatan ini diajukan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Law & Democracy Studies (ILDES), Juhaidy Rizaldy Roringkon. Mahkamah tak dapat menerima gugatan dengan nomor 21/PUU-XXIII/2025 tersebut karena pemohon yang mengalami kerugian konstitusional meninggal dunia.

"Mahkamah mendapatkan bukti bahwa pemohon Juhaidy Rizaldy Roringkon telah meninggal dunia, berdasarkan surat keterangan dari rumah sakit Dr Suyoto Jakarta pada tanggal 22 Juni 2025 pukul 12.55 WIB," kata Wakil Ketua MK, Saldi Isra dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (17/7).

Saldi mengatakan bagi pemohon yang telah meninggal dunia, maka kedudukannya tak dapat dipertimbangkan lebih lanjut. Ini karena syarat anggapan kerugian hak konstitusional yang dimiliki oleh pemohon harus relevan dengan keberadaannya.

"Apabila permohonan dikabulkan maka anggapan kerugian hak konstitusional yang dialami oleh pemohon tidak lagi terjadi atau tidak akan terjadi," kata dia.

Mahkamah menilai, dengan kondisi pemohon yang telah meninggal dunia maka seluruh syarat anggapan kerugian yang didalilkan pemohon dalam menjelaskan kedudukan hukum yang bersifat kumulatif tidak terpenuhi.

Sebelumnya, pemohon menjelaskan bahwa keberadaan norma dalam UU Kementerian Negara yang tidak mengatur soal jabatan wakil menteri menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan.

Hal ini menurutnya bertentangan dengan Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019 yang secara tegas melarang rangkap jabatan wakil menteri. Namun, larangan tersebut tidak diimplementasikan oleh pemerintah maupun pihak-pihak terkait.

“Pertimbangan hukum MK Nomor 80 Tahun 2019 yang telah secara tegas melarang rangkap jabatan wakil menteri tetapi hal ini tidak dilaksanakan oleh Pemerintah dan semua pihak yang berkepentingan," ujar Juhaidy dalam persidangan, dikutip dari laman resmi MK.

Pemohon menguji konstitusionalitas Pasal 23 UU Kementerian Negara yang berbunyi, “Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah”.

Menurut Pemohon, pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 1 Ayat 3, Pasal 17, Pasal 27 Ayat (1), dan Pasal 28D Ayat (3) UUD NRI 1945. Pemohon merasa dirugikan karena tidak adanya larangan bagi wakil menteri untuk merangkap jabatan.

Hal ini menyebabkan praktik rangkap jabatan kian dipandang sebagai hal lumrah dalam penyelenggaraan pemerintah kekinian. Rangkap jabatan sendiri merupakan kondisi dimana seseorang menempati lebih dari satu jabatan pada waktu yang bersamaan, baik bidang yang sama maupun berbeda.

Pemohon juga meminta MK menyatakan frasa “Menteri” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 23 Kementerian Negara bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Menteri dan Wakil Menteri”.

Sehingga Pasal 23 UU Kementerian Negara menjadi berbunyi:

“Menteri dan Wakil Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah”.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ade Rosman

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...