Kejagung Ungkap Alasan Nadiem Tidak Jadi Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Laptop


Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek tahun 2019–2022. Salah satu tersangka yakni mantam staf khusus Nadiem Makarim ketika menjabat sebagai Mendikbudristek.
Nadiem sendiri hingga kini telah dua kali menjalani pemeriksaan oleh penyidik kejagung. Dari pemeriksaa terakhir yang dilaksanakan Selasa (15/7), Nadiem belum ditetapkan sebagai tersangka.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan, hingga kini penyidik masih mengembangkan bukti-bukti yang telah diperoleh.
" Sabar ya, sabar. Karena bicara hukum, bicara alat bukti. Ketika alat bukti cukup, pasti akan kami tetapkan sebagai tersangka kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jalarta Selatan, Selasa (15/7) malam.
Qohar menegaskan, untuk penetapan tersangka, penyidik perlu memperoleh dua atau lebih barang bukti.
"Kami masih kembangkan bukti-bukti yang lain. Memang dari keterangan para saksi, termasuk empat yang sudah ditetapkan tersangka ini, memang pernah ada rapat zoom meeting yang dipimpin oleh NAM (Nadiem) kata Qohar.
Di sisi lain, Qohar juga menuturkan penyidik tengah mendalami keuntungan apa yang didapat Nadiem.
"Apa keuntungan yang diperoleh oleh NAM Ini yang sedang kami dalami. penyidik fokus kesana Termasuk tadi disampaikan adanya investasi dari Google ke Gojek, Kami sedang masuk ke sana," kata dia.
Dalam perkara ini, Kejagung telah menetapkan empat orang tersangka, yakni eks Staf Khusus Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan (JT); konsultan perorangan untuk Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah di Kemendikbudristek, Ibrahim Arief (IA); mantan Direktur SMP Kemendikbudristek, Mulyatsyah (MUL); serta mantan Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek, Sri Wahyuningsih (SW).
"Terhadap keempat orang tersebut, berdasarkan alat bukti yang cukup, ditetapkan sebagai tersangka," kata Qohar.
Untuk kepentingan penyidikan, Mulyatsyah dan Sri Wahyuningsih ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan. Sementara itu, Ibrahim Arief dikenakan tahanan kota karena menderita sakit jantung kronis. Adapun Jurist Tan saat ini masih berstatus buron (DPO) karena berada di luar negeri.
Terkait perkara ini, Qohar menjelaskan bahwa pada tahun 2020–2022, Kemendikbudristek melaksanakan kegiatan pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk PAUD, SD, SMP dan SMA dengan total anggaran sebesar Rp 9,3 triliun, tepatnya Rp 9.307.645.245.000.
Anggaran itu bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di Indonesia yang bertujuan dapat digunakan untuk anak-anak sekolah termasuk daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (3T).
Dalam pelaksanaannya, tersangka Sri Wahyuningsih (SW) selaku Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada 2020–2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Lingkungan Direktorat Sekolah Dasar Tahun Anggaran 2020–2021, Tersangka Mulyatsyah(MUL) selaku Direktur SMP pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada tahun 2020–2021, tersangka Jurist Tan selaku Staf Khusus Mendikbudristek Nadiem Makarim, dan tersangka Ibrahim Arief selaku Konsultan Tehnologi di Kemendikbudristek diduga melawan hukum.
Mereka diduga menyalahgunakan perbuatan telah melakukan kewenangan dengan membuat petunjuk pelaksanaan (juklak) yang mengarahkan ke produk tertentu yaitu Chrome OS untuk pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menggunakan Chrome OS Tahun Anggaran 2020 s.d 2022. Perbuatan itu mengakibatkan kerugian keuangan negara serta tujuan pengadaan TIK untuk siswa sekolah tidak tercapai karena Chrome OS banyak kelemahan untuk daerah 3T.
Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Subsidiair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.