Ketua KPK: Belum Ada Rencana Panggil Bobby Terkait Dugaan Korupsi Proyek Sumut

Ade Rosman
10 Juli 2025, 16:57
Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution (kedua kiri) menjawab pertanyaan wartawan usai menghadiri kegiatan koordinasi dengan KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (28/4/2025).
ANTARA FOTO/Reno Esnir/sgd/nz
Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution (kedua kiri) menjawab pertanyaan wartawan usai menghadiri kegiatan koordinasi dengan KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (28/4/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto mengatakan hingga kini belum ada rencana penyidik lembaga antirasuah untuk memanggil Gubernur Sumatera Utara, Muhammad Bobby Afif Nasution.

Setyo mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan sampai saat ini, penyidik belum membutuhkan keterangan dari mantu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) tersebut.

"Sampai sekarang belum (belum perlu keterangan Bobby), tentu nanti berdasarkan dari hasil pemeriksaan tersangka dan saksi-saksi yang lain, kalau memang ada, ya tidak menutup kemungkinan akan dipanggil," kata Setyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (10/7).

Setyo menegaskan, KPK baru akan memanggil Bobby bilamana memang keterangannya dibutuhkan.

"Tapi kalau memang tidak ada, karena memang tidak ada relevansi, ya penyidik juga tidak akan mencari-cari," kata dia.

Adapun, KPK tengah mengusut dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumatera Utara (Sumut) dan di Satuan Kerja (Satker) Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah 1 Sumut.

KPK juga telah menetapkan lima orang tersangka yang ditetapkan dari operasi tangkap tangan (OTT) di Mandailing Natal, Sumut, pada Jumat (27/6) lalu.

Lima tersangka itu yakni, Kepala Dinas PUPR Sumatera Utara (Sumut) Topan Obaja Putra Ginting, Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Rasuli Efendi Siregar, PPK Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut Heliyanto, Dirut PT Dalihan Natolu Group (NDG) M Akhirun Efendi Siregar, dan Direktur PT Rona Na Mora (RN) M. Rayhan Dulasmi Pilang.

Plh Direktur Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung KPK, pada Sabtu (28/6) mengungkapkan awal terbongkarnya kasus ini bermula dari adanya laporan masyarakat tentang buruknya kualitas infrastruktur, sehingga memunculkan dugaan adanya korupsi di sana.

"Kemudian KPK menurunkan tim, dan memantau pergerakan beberapa proyek jalan di Sumatera Utara pertengahan tahun ini," kata Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6).

Dari penelusuran, KPK menemukan jejak penarikan uang Rp 2 miliar dari dua tersangka, yakni Akhirun dan Rayhan yang diduga untuk diberikan pada pihak tertentu demi mendapatkan proyek pembangunan jalan. Lembaga antirasuah lalu memantau pertemuan Akhirun dan Rayhan dengan Topan pada Kamis (26/6) malam.

Asep mengatakan, dari hasil pemantauan, KPK menemukan adanya proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut dan Satker PJN Wilayah 1 Sumut dengan total nilai proyek Rp 231,8 miliar.

Topan selaku Kepala Dinas memerintahkan Rasuli untuk memenangkan Akhirun pada proses lelang proyek di Dinas PUPR Sumut, dengan nilai proyek Rp 157,8 miliar.

Akhirun lalu memerintahkan stafnya berkoordinasi dengan Rasuli dan staf UPTD untuk mempersiapkan hal teknis berkaitan dengan proses e-katalog dalam proses pemenangan dirinya terhadap proyek tersebut.

Dalam proses itu terdapat pemberian uang dari Akhirun dan Rayhan untuk Rasuli yang dilakukan melalui transfer rekening. Selain Rasuli, penerima lain yang diduga mendapatkan uang adalah Topan, yang diberikan melalui perantara.

"Jadi, ada yang diberikan secara langsung tunai, ada yang diberikan juga melalui transfer," kata Asep.

Asep mengatakan, KPK mengindikasikan adanya kecurangan proses lelang. KPK juga menduga selaku Kepala Dinas, Topan akan menerima 4 hingga 5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan ketika proyek tersebut rampung.

Sementara itu, terkait dugaan korupsi proyek di Satker PJN Wilayah 1 Sumut, ditemukan adanya kerjasama antara Rasuli dengan Akhirun dan Rayhan. KPK menduga ada kongkalikong agar proyek senilai Rp 74 miliar itu dimenangkan oleh Akhirun dan Rayhan.

Rasuli diduga menerima Rp 120 juta atas jasanya membantu pengutusan e-katalog yang dilakukan Akhirun. Lembaga antirasuah dalam OTT juga menyita uang yang diduga merupakan sisa pembayaran proyek senilai Rp 231 juta.

Akhirun dan Rayhan diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan tersangka diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ade Rosman
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...