Respons Putusan MK, PDIP Berharap Ada Acuan Jelas dalam Pelaksanaan Pemilu

Ade Rosman
8 Juli 2025, 14:49
pdip, mk, pemilu
ANTARA FOTO/Monang Sinaga/app/Spt.
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (depan, tengah) berfoto dengan jajaran petinggi partai dan kader partai yang terpilih sebagai kepala daerah dalam Pilkada 2024 usai pemerian arahan di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta, Rabu (19/2/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Said Abdullah mempertanyakan dasar aturan yang digunakan dalam Pemilu pasca MK memutuskan memisahkan pemilihan umum nasional dan daerah.

"Pertanyaan yang paling mendasar, yang final dan mengikat yang mana?" Kata Said di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/7).

Said mengatakan, saat ini PDIP juga belum menentukan sikap terkait putusan MK yang memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah. Saat ini, PDIP tengah membahas hal tersebut di internal partai.

"Kami ingin berdiskusi, apakah keputusan terakhir sudah masuk MK pada positif legislator atau tetap fungsinya sebagai negatif legislator? Dua kajian itu yang nanti (jadi bekal) kami menyikapi keputusan terakhir MK," kata dia.

Namun demikian, ia berharap ada kejelasan aturan sebagai acuan pelaksanaan pemilu. Said juga belum memastikan apakah PDIP akan ikut atau mengambil posisi berbeda dengan MK terkait aturan ini.

"Kaji lebih mendalam, supaya publik tidak gaduh antara pro dan kontra seakan-akan partai politik menolak keputusan MK. Padahal sejatinya, mari kaji secara mendalam keputusan MK itu," kata Said.

Sebelumnya, MK memutuskan penyelenggaraan pemilu nasional dan pemilu daerah akan dilakukan terpisah mulai 2029. Putusan ini mengakhiri format “pemilu lima kotak” yang selama ini digunakan secara serentak.

Keputusan tersebut tertuang dalam Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang dibacakan dalam Sidang Pengucapan Putusan di Ruang Sidang Pleno MK pada Kamis (26/6/2025). Permohonan perkara ini diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Pemilu nasional yang sebelumnya terdiri dari pemilihan anggota DPR, DPD, dan Presiden/Wakil Presiden, dinilai harus dipisah dari pemilu daerah yang mencakup pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota, serta kepala daerah (gubernur, bupati, dan wali kota beserta wakilnya).

Wakil Ketua MK Saldi Isra menjelaskan, pelaksanaan pemilu lima kotak secara bersamaan justru menimbulkan persoalan dalam kualitas demokrasi, efisiensi kerja penyelenggara pemilu, serta hak pemilih. 

“Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” kata Saldi dalam keterangannya, Kamis (26/6).

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ade Rosman

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...