Kronologis Pencarian 4 Hari Pendaki Asal Brasil, Meninggal di Gunung Rinjani


Pendaki asal Brasil Juliana Marins (27) meninggal dunia di Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Juliana terjatuh ke kedalaman 600 meter sejak Sabtu (21/6) dan ditemukan jenazahnya pada Selasa (24/6).
Tragedi ini memicu respons warganet Brasil yang mengeluhkan lambatnya respons pemerintah Indonesia terkait proses penyelamatan korban.
Di media sosial X, ramai warganet Brasil marah karena menilai lambatnya respons pemerintah Indonesia. Kolom komentar Instagram Presiden Prabowo Subianto yakni @prabowo serta @presidenrepublikindonesia pun dipenuhi oleh desakan agar proses evakuasi korban disegerakan.
Di X, seorang warganet asal Brasil dengan akun @yankisner mengutuk lambatnya tindakan yang diambil dalam proses evakuasi korban.
"Mustahil untuk tidak MERASA MARAH dengan apa yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap Juliana Marins. Hampir TIGA hari tanpa AIR, MAKANAN, dan mereka memperlakukan nyawa wanita Brasil itu dengan tidak hormat yang tidak akan pernah terjadi di Brasil. Sekarang Juliana ditemukan MASIH, mungkin sudah meninggal! Menjijikan!" Tulisnya pada Selasa (24/6).
Dalam cuitannya itu, ditampilkan pula gambar kondisi korban yang didapat dari tangkapan drone. Unggahan ini telah diunggah ulang lebih dari 10 ribu kali, ribuan respons lainnya, serta lebih dari 20 juta kali tayangan.
Ia juga menampilkan video yang diambil pendaki lainnya menggunakan drone pada saat hari kejadian. Dalam video tersebut, kondisi korban diburamkan, dari keterangannya kondisi korban saat itu tak sadarkan diri.
Kronologis Pencarian Juliana
Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Mohammad Syafii mengungkapkan, korban diperkirakan terjatuh saat melakukan pendakian menuju puncak Gunung Rinjani sekitar pukul 04.00 WITA.
Syafii menuturkan, Basarnas baru menerima informasi jatuhnya korban sekitar pukul 09.40 WITA. Ia mengatakan, lokasi jatuhnya korban menuju ke pos memakan waktu sekitar delapan jam.
"Saya sampaikan lokasi jatuhnya korban menuju ke pos itu memakan waktu kira-kira lebih dari 8 jam. Sehingga pada saat korban dinyatakan hilang, dari tim ini salah satu kembali ke pos dan di situlah baru menyampaikan. Sehingga informasi diterima kira-kira jam 09.40 WITA," kata Syafii dalam keterangan pers yang diunggah di akun Instagram Basarnas.
Dari keterangannya, disebutkan bahwa korban diperkirakan terjatuh dari terbing ke arah danau dengan perkiraan awal kedalaman 150 sampai 200 meter. Saat kejadian, korban pergi dengan lima orang lainnya dari berbagai negara lain.
"Pada hari Sabtu, 21 Juni 2025 pada pukul 10.21 WITA, tim SAR gabungan pertama diberangkatkan menuju LKP atau last known position dengan peralatan vertical rescue dengan jumlah personil 5 orang," kata Syafii.
Setelah itu, pada pukul 10.30 WITA diberangkatkan tim SAR yang kedua menuju LKP dengan jumlah personil 9 orang, dan tim ketiga diberangkatkan menuju ke LKP dengan jumlah 5 orang pada pukul 12.30 WITA.
"Sehingga tahap awal yang diberangkatkan adalah tiga tim SAR gabungan untuk menuju ke last known position," kata Syafii.
Ia menuturkan, kemudian tim SAR gabungan berjumlah 10 orang dan 4 porter yang menuju ke LKP pada pukul 19.38 WITA melaksanakan dropping peralatan dan logistik. Lalu, pukul 19.50 WITA tim SAR gabungan pertama dan kedua tiba di LKP dan melakukan pencarian.
"Jadi yang saya sampaikan tadi bahwa begitu informasi diterima langsung tim SAR yang sudah standby setiap saat langsung diberangkatkan," kata Syafii.
"Dari Kator SAR menuju pos pertama itu memakan waktu kira-kira dua sampai tiga jam. Kemudian dari pos Sembalun itu menuju ke LKP diperkirakan 8 jam. Sehingga dari informasi yang kita terima kemudian tim SAR gabungan sampai di lokasi kira-kira di 19.50 tadi. Kemudian pukul 20.00 WITA tim SAR gabungan melaksanakan observasi," Katanya lagi.
Saat itu, tim menemukan tanda-tanda terlihat adanya senter yang masih menyala. Berdasarkan hal itu, tim SAR gabungan diturunkan serta menggunakan drone thermal untuk mendeteksi posisi korban.
Pada pukul 22.05 WITA, tim SAR gabungan ketiga tiba di lokasi dan ikut bergabung dalam proses observasi. Kemudian dari proses yang dilaksanakan mulai dari jam 20.00 sampai jam 22.00 WITA, tim SAR gabungan dan juga drone thermal yang dioperasikan belum mendapatkan hasil.
Syafii menggambarkan, malam itu, cuaca tidak memungkinkan untuk melanjutkan proses pencarian. Selain itu, medan yang berupa tebing juga menjadi kendala lainnya. Peralatan yang digunakan dihadapkan dengan kondisi cuaca tidak memungkinkan untuk dilanjutkan observasi.
"Sehingga tim SAR yang melaksanakan, yang turun yang melaksanakan observasi dan juga drone ditarik kembali ke atas. Dan tim langsung melaksanakan atau bermalam di lokasi tersebut," kata Syafii.
Pencarian dilanjutkan pada keesokan harinya, yakni Minggu (22/6) sekitar pukul 06.00 WITA. Dua jam berselang, tim SAR gabungan keempat tiba di Plawangan Sembalun.
"Jadi mengalir dengan diterimanya korban dari berbagai macam potensi SAR berupaya untuk ikut membantu ke lokasi. Saya pastikan bahwa kejadian ini sebenarnya sangat direspons sangat cepat oleh berbagai macam rekan-rekan SAR yang ada di wilayah Mataram," kata Syafii.
Pada pukul 09.00 WITA di hari yang sama, proses pencarian masih belum membuahkan hasil.
"Tim maupun drone yang kita operasikan belum menemukan hasil. Kemudian pada siang hari jam 11.00 kita pencarian drone dinyatakan tidak bisa maksimal karena memang kondisi cuaca di ketinggian 9.000 feet tersebut tidak stabil," katanya.
Syafii mengatakan, cuaca kurang baik terus membayangi proses pencarian, hingga pada pukul 14.00 diputuskan tim rescuer ditarik lagi ke atas menunggu sampai cuaca memungkinkan untuk dilanjutkan pencarian.
"Dan ternyata sampai malam tidak memungkinkan untuk dilaksanakan, sehingga kegiatan dilanjutkan pada hari Senin tanggal 23 Juni 2025," kata Syafii.
Pencarian di hari berikutnya dimulai pada pukul 06.00 WITA, personil dan drone kembali dikerahkan. Drone pun mendeteksi keberadaan korban pada pukul 07.59 WITA.
"Kondisi korban pada saat terdeteksi oleh drone dalam kondisi tertidur di bebatuan dalam kondisi kering. Dan setelah sekian lama drone itu memantau memang tidak ada gerakan," kata Syafii.
Ia menjelaskan, posisi korban saat ditemukan berada di lebih dari kedalaman 400 meter. "Artinya kedalaman dari titik jatuhnya itu di 400 meter dengan kondisi jurang yang sangat terjatuh," katanya.
Pada saat itu, situasi belum memungkinkan untuk mengevakuasi korban. "Pada hari Senin tersebut sebenarnya banyak potensi SAR yang ingin secepat mungkin mengambil inisiatif untuk bisa menyelamatkan. Bahkan pada saat itu juga dari hasil koordinasi ada pesawat dari Bali Air juga ingin ikut membantu dalam proses evakuasi. Namun kembali lagi dari situasi dan kondisi yang ada sampai dengan pukul 14.49 bahwa tim belum bisa menjangkau ke lokasi korban," kata dia.
Kemudian, pada pukul 15.30 WITA diberangkatkan tim dengan membawa perlengkapan yang memungkinkan untuk membantu proses evakuasi, karena tali yang disiapkan sebelumnya untuk kedalaman 250 meter.
"Rata-rata tali yang waktu itu dibawa memang berkisar di 250 (meter). Sehingga perlu ada tambahan lagi untuk disambungkan ke bawah dan itu ternyata kondisi jurang tidak memungkinkan untuk membuat tambahan tali tersebut," katanya.
Pada Selasa (24/6), sekitar pukul 16,52 WITA, tujuh orang rescuer yang diturunkan dapat menjangkau di kedalaman 400 meter. Kemudian pukul 18.00 WITA, satu orang rescuer dapat menjangkau korban pada kedalaman 600 meter yang disebut sebagai datum point.
"Di mana sebelumnya kita perkirakan korban ada di posisi kedalaman 400 meter dan ternyata setelah kita bisa menjangkau korban, ternyata ada pergeseran turun ke bawah lagi di kedalaman 600 meter," kata Syafii.
Setelah itu, dilakukan pemeriksaan terhadap korban dan dikonfirmasi telah meninggal dunia. Kemudian, pada pukul 18.31 WITA, tiga personil lainnya diturunkan untuk mendekati korban yang kemudian dilakukan pembungkusan jenazah.
Tim SAR gabungan yang berada di LKP lalu menyiapkan sistem evakuasi. Tiga orang di anchor point kedua di kedalaman 400 meter, dan empat orang berada bersama-sama dengan korban di datum point di kedalaman 600 meter.
"Pada pukul 19.00 WITA, dikarenakan cuaca yang tidak memungkinkan dengan visibility atau jarak pandang yang sangat terbatas, maka diputuskan evakuasi korban akan dilanjutkan pada hari Rabu, tanggal 25 Juni 2025 pukul 06.00 WITA," kata Syafii.
Korban dievakuasi dengan metode lifting atau diangkat ke atas. Kemudian dari LKP, korban akan dievakuasi menyusuri rute pendakian menuju Posko Sembalun dengan cara ditandu.
"Selanjutnya pesawat yang sudah kita standby-kan nanti di Posko Sembalun akan melaksanakan evakuasi medis udara menuju ke rumah sakit Bhayangkara di polda NTB," kata Syafii.