Chandra Hamzah Soroti Celah UU Tipikor: Penjual Pecel Lele Bisa Terjerat Korupsi

Muhamad Fajar Riyandanu
19 Juni 2025, 11:14
Chandra M Hamzah dan Amien Sunaryadi menjadi Ahli Pemohon dalam sidang lannjutan uji Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Rabu (18/06/2025) di Ruang Sidang MK.
Humas MK/Ifa.
Chandra M Hamzah dan Amien Sunaryadi menjadi Ahli Pemohon dalam sidang lannjutan uji Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Rabu (18/06/2025) di Ruang Sidang MK.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2007-2009, Chandra Marta Hamzah, menyoroti celah Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Chandra hadir sebagai ahli dari pemohon dalam uji materi UU Tipikor, pada Rabu (18/6).

Uji materi dengan perkara nomor 142/PUU-XXII/2024 diajukan oleh mantan Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia (2016-2017) Syahril Japarin, mantan pegawai PT Chevron Pacific Indonesia Kukuh Kertasafari, serta mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.

Perkara ini mengujikan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor yang pada pokoknya berisi ketentuan yang menjerat perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara dan menguntungkan pihak tertentu.

Chandra menyoroti aturan undang-undang yang tidak boleh ada perumusan delik yang kurang jelas atau bersifat ambigu maupun tidak boleh ditafsirkan secara analogi sehingga tidak melanggar asas lex certa maupun lex stricta.

Sedangkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor memilih celah melanggar asas lex certa. Dia menjelaskan dari klausul aturan itu, penjual pecel lele di trotoar juga dapat dikenakan sanksi pasal merugikan negara.

Penjelasannya, penjual pecel lele termasuk ‘setiap orang’ yang melakukan perbuatan ‘melawan hukum’ dengan berjualan di atas trotoar yang seharusnya digunakan pejalan kaki.

“Kemudian penjual pecel lele juga bisa dikatakan mencari keuntungan atau ‘memperkaya diri sendiri’ dengan berjualan di trotoar yang membuat fasilitas publik milik negara itu rusak sehingga dapat dianggap pula ‘merugikan keuangan negara’,” kata Chandra dalam siaran pers, dikutip Kamis (19/6).

Dengan ketentuan tersebut, Chandra berpendapat penjual pecel lele bisa dikategorikan atau diklasifikasikan melakukan tindak pidana korupsi karena ada perbuatan memperkaya diri sendiri, melawan hukum, menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan merugikan keuangan negara.

Chandra mengatakan, Pasal 3 UU Tipikor pun memuat frasa ‘setiap orang’ yang dapat mengingkari esensi dari korupsi itu sendiri. Ia menilai tidak setiap orang memiliki kekuasaan yang cenderung korup. Padahal juga, ketentuan ini telah menegaskan adanya jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Sehingga, Chandra mengusulkan penghapusan Pasal 2 Ayat (1) UU Tipikor karena dinilai bisa mengkriminalisasi tindakan-tindakan yang sebetulnya tidak layak disebut sebagai korupsi. “Saya berpendapat untuk dihapuskan karena rumusannya melanggar asas lex certa, perbuatan apa yang dinyatakan sebagai korupsi,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia juga mengusulkan revisi Pasal 3 UU Tipikor agar mengacu pada Article 19 dari United Nations Convention against Corruption (UNCAC) yang lebih spesifik menekankan pada pegawai negeri dan penyelenggara negara sebagai pelaku dalam kasus penyalahgunaan wewenang.

“Frasa ‘Setiap Orang’ diganti dengan ‘Pegawai Negeri’ dan ‘Penyelenggara Negara’ Karena itu memang ditujukan untuk Pegawai Negeri dan kemudian menghilangkan frasa ‘yang dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara’ sebagaimana rekomendasi UNCAC,” kata Chandra.

Dalam persidangan uji materi ini juga menghadirkan Ahli Keuangan Amien Sunaryadi yang juga mantan wakil ketua KPK periode 2003-2007. Amien mengatakan berdasarkan data survei menyebutkan jenis korupsi yang paling banyak terjadi di lapangan ialah suap.

Dia juga menyebutkan, aparat penegak hukum di Indonesia lebih banyak mengejar korupsi jenis merugikan keuangan negara. “Korupsi yang ditulis di Undang-Undang yang berlaku Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah suap tapi yang dikejar-kejar merugikan keuangan negara,” kata Amien.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...