PT IMC Pelita Klarifikasi Soal Kapal JKW, Bantah Terkait Tambang Raja Ampat


Perusahaan jasa logistik laut, PT IMC Pelita Logistik Tbk buka suara terkait beredarnya nama kapal pengangkut nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya. Pasalnya, nama kapal tersebut adalah JKW Mahakam dan Dewi Iriana, mirip dengan inisial Presiden ke-7 RI Joko Widodo beserta istrinya, Iriana.
PT IMC menegaskan bahwa perusahaan tidak memiliki afiliasi, kepemilikan, atau keterlibatan dalam aktivitas pertambangan termasuk yang berada di wilayah Raja Ampat.
Mereka mengatakan perusahaan bertugas sebagai penyedia jasa transportasi laut. Perusahaan menjelaskan, operasional kapal-kapal mereka dilakukan oleh penyewa berdasarkan kebutuhan logistik mereka.
“Penamaan kapal JKW Mahakam dan Dewi Iriana dilakukan oleh perseroan berdasarkan pertimbangan internal dan tidak dimaksudkan untuk merujuk atau mengasosiasikan dengan tokoh politik manapun. Nama ini mengacu pada wilayah operasional di Kalimantan Timur, sekitar Sungai Mahakam,” tulis PT IMC Pelita Logistik dalam keterbukaan informasi, Selasa (10/6).
PT IMC merupakan perusahaan yang bergerak di bidang angkutan barang curah, khususnya produk mineral melalui penyewaan kapal kepada berbagai klien di Indonesia.
Perusahaan juga mengatakan bahwa foto kapal yang beredar merupakan dokumentasi lama dan tidak mencerminkan kondisi operasional saat ini. Mereka mengatakan, kapal yang dimaksud saat ini sedang beroperasi di wilayah Kalimantan Timur dan tidak berkaitan dengan pengangkutan di wilayah Raja Ampat.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, sebelumnya telah menepis isu adanya keterlibatan Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dan keluarganya dalam aktivitas pertambangan nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Narasi mengenai keterlibatan Jokowi dan keluarga muncul seiring keberadaan kapal pengangkut nikel JKW Mahakam dan Dewi Iriana yang ada di kawasan tersebut. Bahlil mengatakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari empat perusahaan nikel di Raja Ampat bukan dikeluarkan oleh pemerintahan Jokowi.
"Itu izin-izinnya itu keluar jauh sebelum pemerintahan Pak Jokowi. Yang empat IUP kami cabut itu, IUP- nya keluar pada 2004-2006. Masih rezim undang-undang izinnya dari daerah," kata Bahlil di Istana Merdeka Jakarta pada Selasa (10/6).