Kronologi Bos Buzzer Ditetapkan Tersangka Perintangan Penyidikan oleh Kejagung


Kejaksaan Agung menetapkan Ketua Cyber Army, M Adhiya Muzakki (MAM) sebagai tersangka perintangan penyidikan tiga perkara yang tengah ditangani penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan, MAM dengan sengaja merintangi penanganan beberapa kasus dugaan korupsi yang ditangani kejaksaan.
Beberapa kasus dimaksud adalah kasus timah, perkara importasi gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong, serta perkara tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya.
"Tim penyidik pada Jampidsus menyimpulkan telah terdapat dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka," kata Qohar dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Rabu (7/5) tengah malam.
Menggerakkan 150 Buzzer
Qohar menjelaskan kronologi bos buzzer menjadi tersangka. Ia mengatakan, MAM berperan merekrut, menggerakkan, dan membayar buzzer untuk merespons dan memberikan komentar negatif terhadap penyidikan tiga perkara itu dalam konten yang dibuat oleh tersangka lainnya yakni TB selaku Direktur Pemberitaan Jak TV.
MAM atas permintaan tersangka lainnya yakni Marcella Santoso (MS) membuat tim Cyber Army dan kemudian membaginya menjadi lima tim yakni tim Mustofa 1 hingga 5 untuk menampung sekitar 150 buzzer.
"Membayar buzzer-buzzer tersebut dengan bayaran sekitar Rp 1,5 juta per buzzer untuk memberikan komentar negatif terhadap berita-berita negatif dan konten negatif yang dibuat oleh tersangka TB tentang penanganan perkara a quo," kata Qohar.
Pengerahan itu dilakukan ketika tahapan penyidikan, penuntutan, maupun saat pemeriksaan di persidangan yang saat ini tengah berlangsung.
Selain itu, MAM juga membuat konten yang dianggap penyidik menyesatkan, dengan narasi menilai perhitungan kerugian negara yang dilakukan penyidik keliru. Narasi tersebut kemudian diunggah di media sosial TikTok, Instagram, serta Twitter.
Di sisi lain, MAM membuat narasi-narasi positif tentang pengacara MS dan Junaedi Saibih (JS).
"Membuat video, konten, dan komentar tim pengacara MD dan JS yang berisikan bahwa metodologi penghitungan kerugian keuangan negara dalam perkara a quo oleh ahli yang dihadirkan oleh Penuntut Umum tidak benar," kata Qohar.
Selain itu, MAM juga disebut telah merusak serta menghilangkan barang bukti berupa ponsel yang berisi percakapan dengan tersangka MS dan tersangka JS terkait isi konten yang akan dipublikasikan.
MAM disebut menerima upah sebanyak Rp 865,5 juta yang diberikan secara terpisah sebanyak dua kali. Pertama Rp 697,5 juta yang dikirim MS dan diberikan melalui staf di bagian keuangan kantor hukum AALF, serta sebanyak Rp 167 juta melalui kurir di kantor hukum AALF.
"Sehingga jumlah total uang yang diterima MAM dari MS sebanyak Rp 864.500.000," kata Qohar.
Qohar mengatakan, MAM dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2021 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk kebutuhan penyidikan, MAM ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.
Sebelumnya, Kejagung juga telah menetapkan tiga tersangka perintangan penyidikan yakni Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar, pengacara Marcella Santoso, dan Junaidi Saibih.