Menkes: Bullying di Rumah Sakit Sudah Ada Sejak Lama, Namun Kerap Ditutupi


Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa kasus perundungan atau bullying terhadap peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), di Rumah Sakit pendidikan merupakan praktik yang telah terjadi lama.
Budi mengatakan, Kementerian Kesehatan tengah membenahi masalah ini. Ia juga mengakui, memberantas perundungan tak mudah dilakukan.
"Tidak berhenti-berhenti karena dari dulu ada. Cuma dulu, enggak pernah keluar saja, sekarang masyarakat lebih berani untuk ngomong," kata Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (29/4).
Budi mengatakan, dia mulai lebih serius menangani laporan kasus perundugan pada 2023 lalu. Ia mengatakan, kasus perundungan masih ditutupi oleh RS maupun kampus.
"Memang ditutup-tutupi. Saya merasakannya, jadi kalau enggak didorong, enggak terbuka," katanya.
Budi mengatakan, hingga saat ini dirinya telah menerima sekitar 2600 laporan perundungan yang terjadi di RS dan fakultas kedokterannya. Namun, ia mengaku kesulitan untuk masuk ke RS yang bukan mitra Kemenkes.
"Kadang (saya) masuk, kemudian dikritik (rumah sakit) 'kenapa bapak ngatur-ngatur itu, kan mahasiswa saya'. Mesti cari angle-nya juga karena ini budaya yang sudah lama," kata dia.
Berdasarkan hal itu, Budi lalu mencoba masuk ke RS Kemenkes saja, karena sesuai kewenangannya. "Yang bukan Kemenkes belum bisa sentuh, walaupun banyak terjadi di sana dan FK," katanya.
Budi mengungkapkan, kasus di RS Kemenkes didominasi laporan dari bidang penyakit jantung, penyakit dalam, bedah, serta anestesi. Jenis laporannya berupa verbal, non-verbal, fisik, dan lainnya.
Dia juga mengatakan, dari laporan tersebut, sebanyak 116 sudah diselesaikan. "Kami sudah mengeluarkan banyak action, teguran tertulis, direktur utamanya sudah kena, satu malah sudah kita berhentikan," kata Budi.
Penyebab Bully
Dalam kesempatan tersebut, Budi mengatakan padatnya jadwal dosen menjadi salah satu faktor terjadinya perundungan terhadap peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
Ia mengatakan, jumlah mahasiswa rumahs akit pendidikan sangat banyak. Namun, pendidik tak dapat mengajar karena kerap bentrok dengan jadwal praktik mereka.
"Akhirnya dikasih ke senior. Jadi yang mengajar itu senior. Ya (terjadi) bullying itu, karena gurunya tak bisa mengawasi," kata dia.
Budi mengatakan, Badan Akreditasi Pendidikan Kedokteran Spesialis atau Accreditation Council of Graduate Medical Education (ACGME) mengatur dokter yang juga menjadi pendidik tak boleh memiliki lebih dari 80 jam praktik sepekan.
Oleh sebab itu, Kemenkes akan membenahi hal ini. RS pendidikan akan menjalani akreditasi di Amerika Serikat untuk mengikuti standar dunia.
Selain itu, Budi akan menerapkan penilaian timbal balik. Dengan sistem ini, para senior juga perlu mendapatkan penilaian terlebih dahulu dari para juniornya jika ingin lulus.