Mahfud Minta Ada UU Khusus Kepresidenan untuk Cegah Penyelewengan Kekuasaan


Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD mengatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Lembaga Kepresidenan dinilai sebagai salah satu instrumen hukum yang efektif untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan oleh Presiden.
Mahfud menilai perlu adanya undang-undang khusus yang mengatur lembaga kepresidenan. Ini karena banyak persoalan yang muncul, tetapi sulit diselesaikan melalui jalur hukum administrasi maupun tata negara.
Selama ini, tugas dan wewenang Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan hanya tercantum dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Dari sekian banyak lembaga negara di Indonesia, hanya lembaga kepresidenan yang belum diatur secara khusus melalui undang-undang.
Menurut Mahfud, usulan adanya undang-undang mengenai Lembaga Kepresidenan telah muncul sejak zaman Orde Baru. RUU Lembaga Kepresidenan pernah diajukan untuk dibahas di DPR pada Juni 2001 lalu.
"Sejak zaman orde baru sudah ada usulan UU Lembaga Kepresidenan. Tapi selalu mentah dengan alasannya apa urgensinya membahas peraturan itu, padahal semua lembaga kenegaraan punya UU sendiri," kata Mahfud saat menjadi keynote speaker acara Seminar Nasional & Call for Paper bertema 'Urgensi Undang-Undang Lembaga Kepresidenan' di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta pada Kamis (24/4/2025) seperti disiarkan dalam Youtube.
Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan periode 2019–2024 menilai bahwa keberadaan UU Lembaga Kepresidenan kini semakin mendesak seiring maraknya akrobat politik yang ditunjukkan oleh lembaga kepresidenan.
Pada pertengahan April tahun lalu, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengatakan lembaga kepresidenan masuk dalam kajian revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang sedang dibahas di parlemen.
Melansir pemberitaan Antara, pernyataan Doli saat itu menanggapi tentang peran presiden dalam penyaluran bantuan sosial yang berdampak pada perolehan suara terhadap salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
"Saya kira itu perlu kita menjadi salah satu kajian kita dalam revisi undang-undang atau penyempurnaan sistem politik dan sistem pemilihan kita," kata Doli di Kementerian Sekretariat Negara Jakarta pada Kamis (25/4/2024).
Doli mengatakan Komisi II DPR telah mengusulkan penyempurnaan UU Pemilu dan UU Pilkada sejak awal masa bakti 2019. Namun akhirnya terkendala pandemi COVID-19 yang membuat penyempurnaan UU Paket Politik yang telah disusun belum juga tuntas.
Sebelumnya, Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo mengatakan terdapat beberapa kelemahan dalam sejumlah UU politik. Hal itu mencakup UU Pemilu, Peraturan KPU (PKPU), maupun Peraturan Bawaslu.