Mentan: Alur Distribusi Pangan Diperbaiki, Jangan Panic Buying
Pemerintah berupaya memperbaiki alur distribusi bahan pangan selama pandemi Covid-19. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, Kementan bekerja sama dengan lintas kementerian menyalurkan pangan dari daerah surplus, ke daerah yang minim produksinya.
"Yang terpenting adalah distribusi kita berjalan dengan lancar. Identifikasi wilayahnya kita punya pemetaannya. Ini perintah Bapak Presiden supaya kita semua kementerian bekerja sama menutup defisit. Artinya, tidak ada lockdown, tidak ada isolasi, tidak melakukan penguncian dan tidak membuat rintangan terhadap distribusi pangan," kata Syahrul di Kantor Pusat Kementerian Pertanian, Jakarta (30/4/).
Perbaikan distribusi dilakukan antara Kementerian Pertanian, Badan Urusan Logistik (Bulog) dan Kementerian Perdagangan, sebagai upaya memastikan 11 kebutuhan bahan pokok nasional dalam kondisi aman dan terkendali, diantaranya beras, daging sapi dan ayam, minyak goreng, telur, bawang putih, bawang merah, aneka cabai dan gula.
"Semuanya tidak ada yang kurang karena pemerintah sudah menghitung neraca stok pangan yang ada. Adanya PSBB dan lockdown beberapa negara memang berpengaruh, namun kami menjamin stoknya aman," tegasnya.
Selain itu, kata Syahrul, masyarakat juga diharapkan bersikap tenang dengan tidak melakukan panic buying yang bisa menimbulkan gejolak pangan. Begitu juga dengan para pedagang agar tidak memanfaatkan situasi ini menjadi kisruh dan keruh.
"Insya Allah kalau masyarakat tidak panik dan tidak ada pedagang yang memainkan situasi ini, maka kebutuhan kita benar-benar aman," katanya.
Meski demikian, Syahrul membenarkan apa yang disampaikan Presiden terkait adanya sejumlah provinsi yang mengalami defisit stok. Kata Syahrul, catatan Kementan sampai dengan bulan April ini ada beberapa Provinsi yang mengalami defisit produksi. Satu diantaranya, yakni Kalimantan Tengah mengalami minus diatas 10 persen. Kemudian ada dua provinsi yang defisitnya sampai 25 persen. Masing-masing adalah Provinsi Bali dan Kalimantan Barat. Sedangkan sisanya, yakni Sumatera Utara dan Riau mengalami defisit dibawah 25 persen.
"Namun setelah kita intervensi, artinya komoditas-komoditas dari daerah yang surplus itu kita alihkan, lalu masuk ke daerah yang defisit, maka hasilnya ada sekitar 28 provinsi yang saat ini dalam kendali. Walaupun 2 diantaranya, yaitu Kalimantan Utara dan Maluku perlu mendapat perhatian lebih," tutupnya.