Wajah Keragaman Identitas Indonesia di London Book Fair 2019

Michael Reily
13 Maret 2019, 14:00
Suasana diskusi dalam London Book Fair, Senin (11/3/2019)
Katadata/Heri Susanto
Suasana diskusi dalam London Book Fair, Senin (11/3/2019)

Tiga penulis asal Indonesia berkesempatan untuk menggambarkan keberagaman identitas literatur Tanah Air kepada publik Inggris jelang London Book Fair 2019. Seno Gumira Ajidarma, Dewi Lestari, dan Agustinus Wibowo berbagi pengalaman kepada Louise Doughty, penulis dan beberapa kritikus terkenal Inggris Raya.

Dalam diskusi berlangsung hampir dua jam, Seno Gumira Ajidarma menilai identitas adalah definisi yang tak bisa diisolasi kecuali dalam sebuah paspor. Bahkan, dia menilai, pertanyaan-pertanyaan akan identitas sering kali membawa persoalan pada hidup.

Seno yang lahir di Amerika Serikat merasakan kehidupan manusia berdarah Jawa setelah kembali ke Yogyakarta. "Ketika saya belajar Bahasa Indonesia, saya menemukan pembebasan terutama dari budaya Jawa yang penuh tata krama," katanya dalam keterangan resmi dari London, Inggris, Selasa (12/3). 

(Baca: Laporan London Book Fair: Penulis RI Berpeluang Masuk ke Pasar Global)

Sementara itu, penulis yang terkenal lewat novel Supernova, Dewi Lestari juga menyampaikan identitas sebagai pencarian tujuan hidup yang mempengaruhi proses kreatif karya literatur dalam setiap pertanyaan filosofi. Sebagai penulis berdarah Batak, dia lebih memahami bahasa dan budaya Sunda karena besar di Bandung, Jawa Barat.

Meski begitu, Dewi pun tumbuh dengan membaca buku-buku Barat, seperti literatur hasil karya Enid Blyton yang terkenal yaitu Lima Sekawan. "Saya rasa sejak muda saya sudah terpapar oleh globalisasi,” ujar Dewi.

Sedangkan bagi Agustinus Wibowo, identitas merupakan sebuah persepsi yang tergantung kepada perjalanan hidup dalam kebudayaan. Penulis berdarah Tionghoa ini mencoba mencari identitas di Negeri Panda selama sembilan tahun sebagai pemegang paspor Indonesia. Agustinus pun merasa terasing.

Selain diskusi, ketiga penulis juga membacakan cuplikan karya mereka masing-masing. Agustinus membacakan sepotong tulisannya tentang Tana Toraja, Seno membacakan cuplikan karya Saksi Mata, dan Dewi Lestari membacakan serta menyanyikan bagian novel terbarunya Aroma Karsa. 

(Baca: Selain Buku, Bekraf Boyong Kuliner dan Musik ke London Book Fair 2019)

Ketua Harian Panitia Pelaksana Indonesia Market Focus Country untuk London Book Fair 2019, Laura Bangun Prinsloo menyampaikan harapan untuk buku-buku Indonesia yang bakal ikut pameran. “Kami mengharapkan kedatangan publik Inggris pada 100 lebih acara yang telah kami susun untuk London Book Fair 2019,” ujar Laura.

Selain diskusi, Panitia Pelaksana Indonesia Market Focus Country untuk London Book Fair telah menyelenggarakan sejumlah acara sejak 8 Maret 2019. Beberapa agenda itu di antaranya pameran kebudayaan bahasa Indonesia dan pertunjukan musik kecapi suling di toko buku Foyles, pameran arsitektur di ruang-ruang publik dengan tema New Ways of Reading, The Indonesian Kebaya and Dressing with Cloth oleh Didiet Maulana di Kedutaan Inggris, dan Indonesian Board Games di Draughts Board Game Café di Waterloo, London.

Reporter: Michael Reily
Editor: Ekarina

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...