Atasi Defisit Neraca Dagang, Sandiaga Sodorkan Big Push Strategy
Atasi defisit neraca perdagangan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno kenalkan strategi bernama Big Push Strategy. Strategi ini diungkapkan oleh calon wakil presiden Sandiaga Uno pada debat pamungkas Pilpres 2019.
Sandiaga menyorot defisit neraca perdagangan Indonesia 2018 yang tercatat sebesar US$ 8,56 miliar atau setara dengan Rp 119 triliun. Meski angka defisit neraca perdagangan Januari 2019 tercatat sebesar US$ 670 juta, namun Sandiaga menyebut turunnya defisit neraca perdagangan tersebut lebih disebabkan oleh turunnya barang-barang impor untuk produksi.
Oleh karena itu, ia memperkenalkan Big Push Strategy yang dilakukan dengan mendorong wujud swasembada pangan. Implementasi swasembada pangan ditempuh dengan melancarkan suplai pupuk bagi petani, pemberian bibit dan menyetop impor saat musim panen.
(Baca: Sandiaga Ingin Menaikkan PTKP dan Pisahkan DJP Dari Kemenkeu)
"Selain swasembada pangan, Sandiaga kami juga akan berupaya menyetop energi fosil dengan cara konversi energi fosil ke biofuel," ujar Sandiaga pada debat Pilpres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta.
Menanggapi pembahasan defisit neraca perdagangan, calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pihaknya akan melakukan substitusi barang-barang impor untuk mengatasi defisit neraca dagang. Caranya adalah dengan mengembangkan industrialisasi dan hilirisasi.
Salah satu wujud industrialisasi dan hilirisasi, pihaknya akan membangun industri petrokimia dan refinery di Indonesia. "Dengan pembangunan ini ke depan saya yakin defisit akan bisa kami hilangkan," kata Jokowi.
Lebih lanjut, pemerintah juga telah membatasi ekspor produk terkait sumber daya alam (SDA) menggunakan letter of credit (LC). Hal ini dilakukan agar tidak terjadi transfer pricing dengan para pembeli-pembeli ekspor di luar negeri.
Terkait biofuel, Jokowi mengatakan pemerintah telah mengupayakan hal tersebut melalui penggunaan B20. Ke depannya, pemerintah akan menaikkan biofuel menjadi b50 dan B100. Meski demikian, berbagai hal tersebut tidak bisa dilakukan secara instan.
"Saya kira mengelola ekonomi makro tidak bisa seperti itu, tidak seperti membalikkan telapak tangan," kata Jokowi.
(Baca: Prabowo Soroti Deindustrialisasi, Jokowi Bangga Kuasai Freeport)