Gerakan People Power, Siasat Terakhir Prabowo Jelang 22 Mei

Yuliawati
Oleh Yuliawati - Fahmi Ramadhan
13 Mei 2019, 13:25
gerakan people power, Prabowo menjelang 22 Mei
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Prabowo Subianto dalam acara kampanye akbar di Gelora Bung Karno, Jakarta (7/4/2019). Kubu Prabowo massif menyebarkan isu Pemilu curang dan seruan people power sebelum penetapan Presiden 2019-2024.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengumumkan pemenang Pemilihan Presiden 2019 dari hasil rekapitulasi nasional pada Rabu, 22 Mei nanti. Sebelum pengumuman resmi, publik dapat terus memantau lewat Sistem Informasi Perhitungan Suara (Situng) KPU yang mencerminkan data perhitungan riil atau real count.

Seiring menjelang pengumuman 22 Mei, kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terus menggemakan Pemilu curang dan memobilisasi kekuatan massa (people power). Paling anyar, ribuan orang, baik pemuda, ibu-ibu dan pria dewasa berdemonstrasi di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada Jumat (11/5). Mereka mengawal Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo -Sandiaga saat melaporkan dugaan kecurangan Pemilu 2019.

Laporan dugaan kecurangan ke Bawaslsu tersebut atas permintaan dari Prabowo. Dia memerintahkan timnya menggunakan celah hukum yang ada untuk mengungkap dugaan kecurangan dalam Pemilu 2019.

(Baca: Ketua DPR Imbau Masyarakat Jangan Terpancing Isu People Power)

"Sesuai dengan pesan Pak Prabowo, presiden kita, bahwa sedikit apapun celah hukum harus kita gunakan untuk mengungkap dugaan kecurangan yang terjadi pada Pemilu ini," kata Direktur Advokasi dan Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno, Sufmi Dasco Ahmad ketika berorasi di depan Gedung Bawaslu, Jakarta, Jumat (10/5).

Dasco berorasi setelah mendampingi Ketua BPN Djoko Santoso bersama Sekretaris BPN Hanafi Rais yang melaporkan dugaan kecurangan dalam Pemilu 2019 kepada Bawaslu. BPN melaporkan dugaan penggunaan aparatur sipil negara (ASN) untuk pemenangan petahana dalam Pilpres 2019.

Suasana demo pendukung Prabowo-Sandiaga Uno di Gedung Bawaslu, Jumat (10/5/2019)
Suasana demo pendukung Prabowo-Sandiaga Uno di Gedung Bawaslu, Jumat (10/5/2019) (Katadata/Dimas Jarot)

Korelasi Narasi Kecurangan dan Gerakan People Power

Narasi kecurangan Pemilu telah dihembuskan kubu Prabowo-Sandi jauh hari sebelum pencoblosan. Sebelum pencoblosan, kubu Prabowo-Sandi juga menebarkan wacana people power atau pengerahan kekuatan massa karena Pemilu dianggap curang.

Adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo yang pertama kali mengutarakan dugaan kecurangan Pemilu. Pada 11 Maret 2019, Hashim mengadukan potensi Daftar Pemilih Tetap (DPT) ganda sekitar 17,5 juta kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU). Belakangan, KPU melakukan verifikasi dan menyatakan tak ada DPT ganda.

(Baca: Laporkan DPT Ganda, Adik Prabowo Sebut Tiga Tanggal Kelahiran Janggal)

Sementara Ketua Dewan Pengarah BPN Prabowo-Sandiaga, Amien Rais sejak 1 April 2019 telah mengancam bakal mendorong masyarakat berbondong-bondong bergerak bila terjadi kecurangan dalam Pemilu.

Amien mengatakan rencana aksinya itu merupakan bagian dari pemberontakan sosial atau social revolt masyarakat kepada penguasa. “Apabila ada kecurangan, kami akan mendorong masyarakat ke Monas,” kata Amien.

Narasi kecurangan Pemilu kembali dipanaskan setelah hari pencoblosan pada 17 April lalu. Beberapa jam setelah pencoblosan, sejumlah lembaga survei telah mengumumkan hasil quick count atau hitung cepat. Sebagian besar hasil hitung cepat itu pun memperlihatkan Jokowi-Ma'ruf unggul dari Prabowo.

Sebagai tandingan, Prabowo mengklaim menang Pilpres berdasarkan hasil perhitungan sendiri dengan angka mencapai 62%, di hari yang sama dengan keluarnya hasil hitung cepat.

Pilpres prabowo
Prabowo ditemani Hashim sujud syukur merayakan kemenangan versi perhitungan sendiri.  (Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA)

Bahkan Prabowo menuding lembaga survei yang membuat hasil hitung cepat yang mengunggulkan Jokowi sebagai tukang bohong yang sudah tidak bisa lagi dipercaya. Tudingan serupa juga dialamatkan kepada Situng KPU yang dianggap melakukan kesalahan data entri yang menguntungkan kubu Jokowi.

(Baca: Kerja Misterius Pengusung Prabowo-Sandiaga Hitung Suara Pilpres)

Hingga Senin (13/5) pagi, data yang diolah Situng KPU mencapai 78,4% atau 638.314 dari 813.350 TPS. Dari data yang masuk tersebut, pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin unggul dengan perolehan 67,6 juta suara (56,2%) meninggalkan Prabowo -Sandiaga yang mengumpulkan 52,5 juta suara (43,7%).

Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI),  Karyono Wibowo menyatakan terdapat korelasi antara tudingan kecurangan Pemilu dan wacana people power atau pengerahan massa. “Kecurangan itu dikaitkan dengan people power yang dilontarkan oleh pihak tertentu untuk membatalkan hasil Pemilu,” kata Karyono.

Karyono menilai wacana people power dari kubu 02 sebagai bentuk upaya menolak hasil Pemilu mirip dengan gerakan kelompok oposisi di beberapa negara yang mengalami instabilitas politik. Dia menyebutkan negara seperti Bangladesh, Zimbabwe dan Venezuela. “Ketidakstabilan politik tentu akan mempengaruhi ekonomi,” kata dia.

(Baca: TKN Sebut Prabowo Gunakan Strategi Konflik Venezuela)

Karyono menyatakan untuk membuktikan kecurangan Pemilu secara terstrukstur, sistematis dan massif (TSM) dalam Pemilu Presiden 2019, sebaiknya melalui jalur Mahkamah Konstitusi. Kecurangan TSM berbeda dengan kecurangan sporadis yang memang diduga dilakukan kedua kubu. Bawaslu telah menerima setidaknya 6.000 laporan dugaan kecurangan dalam Pemilu 2019.

Istilah kecurangan terstruktur, sistematis dan massif ini perlu pembuktian. Kecurangan terstruktur apabila penyelenggara Pemilu atau pejabat dalam struktur pemerintahan untuk memenangkan salah satu calon. Sistematis mengacu pada pelanggaran yang dilakukan dengan perencanaan dan pengkordinasian yang matang. Adapun massif artinya pelanggaran dilakukan secara besar-besaran di seluruh tempat pemungutan suara.

Pada Pemilu 2014, Prabowo-Hatta Radjasa pun membuat tudingan kecurangan Pemilu berjalan secara terstruktur, sistematis dan massif. Namun, sembilan hakim konstitusi secara bulat menolak permohonan perselisihan yang diajukan kubu Prabowo-Hatta. Tudingan adanya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif dalam pelaksanaan Pilpres 2014 dinyatakan tidak terbukti.

Potensi Kandasnya Gerakan People Power Prabowo

Pemerintah menyikapi bergulirnya wacana people power dengan menetapkan anggota BPN Prabowo-Sandi, Eggi Sudjana sebagai tersangka makar pada Rabu (8/5).  Polisi menetapkan Eggi sebagai tersangka berdasarkan orasi pada Rabu (17/4) saat Prabowo menyatakan klaim kemenangan berdasarkan hasil perhitungannya sendiri di Kertanegara, Jakarta.

Berikut penggalan orasi Eggi saat itu:

"Maka, jika terus semua kecurangan ini diakumulasi, saya dengar tadi, insya Allah sekitar jam 7, jam 8, akan diumumkan resmi apakah betul ada kecurangan serius. Maka analisis yang sudah dilakukan pemimpin kita juga bapak Prof DR Amien Rais, kekuatan people power itu mesti dilakukan. Setuju? Berani? Berani?

"Kalau people power itu terjadi, kita tidak perlu lagi mengikuti konteks tahapan-tahapan, karena ini udah kedaulatan rakyat. Bahkan mungkin ini cara dari Allah untuk mempercepat Prabowo dilantik. Tidak harus menunggu 20 Oktober. Inilah kekuatan people power. Insya Allah. Tapi kita berharap, tetep persatuan Indonesia harus dijaga. Tidak boleh kita pecah antar bangsa."

(Baca: Eggi Klaim Seruan People Power Terkait Posisi Advokat di Kubu Prabowo)

Pascapenetapan tersangka, Eggi mengklarifikasi seruan people power. Dia menyatakan tak berniat melakukan penggulingan atas pemerintahan yang sah, namun sekedar ajakan berdemontrasi.

Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo - Sandiaga, Andre Rosiade menyatakan gerakan people power kerap salah diartikan sebagai tindakan intimidasi terhadap penyelenggara negara. "Tidak benar people power ini berarti intimidasi. Sesuai pesan Pak Prabowo, kami akan selalu menempuh jalur konstitusi," kata Andre.

(Baca: Sandiaga: Mereka Tidak Makar, Hanya Ingin Perubahan pada Sistem Pemilu)

Beberapa ahli hukum mendukung langkah polisi yang menyangkakan Eggi dalam pidana makar. Mantan Hakim Mahkamah Agung (MA) Gayus Lumbuun menilai wacana pengerahan kekuatan rakyat (people power) yang ada saat ini cenderung mengarah ke gerakan makar. Sebab, gerakan people power  yang belakangan disuarakan kubu pendukung Prabowo Subianto tersebut tidak ditujukan untuk keadilan masyarakat.

Gayus mengatakan, gerakan people power yang ada saat ini didasari oleh hasutan pihak tertentu untuk menyimpang dari hukum. "(People power) sekadar memenuhi keinginan pihak yang tidak puas," kata Gayus di Universitas Indonesia, Jakarta, Jumat (10/5).

Pengamat hukum yang juga Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum UGM Oce Madril mengatakan, people power yang menolak hasil pemilu adalah tindakan melanggar konstitusi (inkonstitusional).

"Saat ini yang terjadi adalah people power dalam konteks menolak hasil pemilu dan hal itu disebut inkonstitusional," kata Oce, dikutip dari Antara.

(Baca: Eks Hakim MA Nilai 'People Power' Kubu Prabowo Mengarah kepada Makar)

Ia mengatakan, sah-sah saja membuat wacana tentang people power, namun bukan dalam konteks menolak hasil pemilu. "People power itu dilakukan untuk melawan otoriter dan menjadi agenda bersama masyarakat seperti yang terjadi pada tahun 1998, yakni melawan KKN dan rezim otoriter Orde Baru," kata dia.

Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Pusako Universitas Andalas Feri Amsari yang mengatakan, masalahnya bukan tentang gagasannya, tetapi di balik gerakan people power tersebut.

"Ada upaya menggerakkan massa di lapangan yang dapat memicu adanya kerusuhan, sehingga pemerintah harus mewaspadai hal itu untuk mengantisipasi tindakan makar," katanya.

Karyono menilai wacana people power kubu Prabowo berpotensi kandas. Apalagi taka da persyaratan terjadinya gerakan perlawanan masyarakat kepada pemerintah yang sah.

(Baca: DPP PAN Sebut People Power Layu Sebelum Berkembang)

Dia menilai latar belakang situasi dan kondisi saat ini tidak memenuhi prasyarat terjadinya people power.  "Latar belakang situasi dan alasan mekakukan people power sangat berbeda dengan era reformasi 1998," kata dia.

Latar belakang dan prasyarat people power pada era 1998 terpenuhi yakni kesenjangan yang tajam  antara kaya dan miskin, kemiskinan semakin lebar, pemimpin otoriter, saluran demokrasi seperti kebebasan berpendapat disumbat, praktik korupsi, kolusi dan nepotisme merajalela, sehingga terjadi ketidakpuasan masyarakat.

Namun, Karyono mewanti-wanti agar pemerintah jangan terlalu berlebihan dalam menerapkan langkah hukum pascapenetapan tersangka Eggi Sudjana. Bila pemerintah terlalu banyak menyeret orang dalam waktu serentak, dapat menjadi amunisi untuk memicu gerakan. "Akan berdampak pada psikologis di masyarakat," kata dia. 

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...