Dana Desa untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak

Image title
Oleh Tim Publikasi Katadata - Tim Publikasi Katadata
6 Desember 2019, 13:53
Dana Desa - Saraswati
Katadata

Tahun 2015 menjadi titik awal bagi Yahya Putra memahami berbagai kasus terkait dengan perempuan, saat ia bergabung sebagai Ketua Kelompok Konstituen (KK) Mele Maju di Desa Kembang Kerang, Kecamatan Aikmel, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Sebagian besar anggota KK Mele Maju ini memang  perempuan.

Yahya yang sehari-hari juga seorang Kepala Dusun Kembang Kerang Lauk menemukan masalah keterbatasan perempuan dalam mendapatkan program perlindungan sosial dari pemerintah. Tidak sedikit biaya yang dikeluarkan Yahya dari kantong sendiri untuk membantu warga mendapatkan pelayanan kesehatan.

Yahya tak berputus asa terus berupaya membantu warga tidak mampu untuk memenuhi segala persyaratan mendapatkan layanan kesehatan gratis dari pemerintah dan bagaimana dana desa dapat dialokasikan untuk pengadaan sarana kesehatan. Namun usahanya belum banyak membuahkan hasil.

Selain keterbatasan akses terhadap program perlindungan sosial, partisipasi perempuan dalam pembangunan di desa dinilainya masih sangat rendah. Hal ini terlihat dalam setiap rapat atau musyawarah di desa, para perempuan sama sekali tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, bahkan dalam urusan menyangkut perempuan sekalipun.  Peran perempuan makin terpinggirkan.

Hingga tahun 2017, perwakilan perempuan dari beberapa dusun datang menemui Yahya dan memintanya maju mencalonkan diri dalam pemilihan Kepala Desa (Kades) Kembang Kerang. Awalnya Yahya ragu, tapi melihat perjuangan yang telah dilakukan selama ini serta dorongan dari kaum perempuan maka Yahya memantapkan diri untuk ikut mencalonkan diri dalam pemilihan tersebut. Ketika hari pemilihan tiba, hasilnya sungguh luar biasa.  Yahya menang.

Lebih dari 70 persen dukungan kepada Yahya berasal dari pemilih perempuan.

Hal yang pertama kali dilakukan oleh Yahya setelah terpilih adalah memberikan kesempatan bagi perempuan untuk terlibat dalam rapat-rapat strategis di desa, seperti musyawarah perencanaan pembangunan, penyusunan rencana kerja serta penyusunan anggaran. Dia juga bergerak cepat.

Hanya dalam beberapa bulan, dia telah menerbitkan Peraturan Desa nomor 04 tahun 2018 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak di Desa Kembang Kerang. Peraturan Desa ini diterbitkan setelah melewati proses penjaringan aspirasi dalam beberapa tahap, terutama suara dari para perempuan di Desa Kembang Karang. Setelah tuntas konsultasi publik dan perbaikan naskah, Peraturan Desa itu mulai diberlakukan pada 9 Juli 2018 lalu.

Ambulans di Desa

Inovasi lain dari Yahya adalah pengadaan mobil ambulans dengan menggunakan anggaran dari Dana Desa. Sejak tahun 2015 pemerintah pusat mengucurkan Dana Desa untuk pembangunan desa, sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam tiga tahun sejak 2015, alokasi Dana Desa terus menanjak signifikan. Dari Rp 20,67 triliun atau sekitar Rp 280,3 juta per desa pada 2015, hingga menjadi Rp 60 triliun atau sekitar Rp 800,4 juta per desa pada 2017.

Berangkat dari pengalamannya selama menjadi ketua KK sekaligus kepala dusun, salah satu masalah besar yang dihadapi warga adalah transportasi untuk membawa pasien atau korban kekerasan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas terdekat.  Apalagi jika pasien atau korban ternyata harus dirujuk ke rumah sakit daerah. Tentu saja biaya transportasi akan semakin  tinggi. Jika dirujuk ke rumah sakit kabupaten dikenakan biaya sebesar Rp. 200.000, sementara jika dirujuk ke rumah sakit provinsi biaya bisa mencapai Rp. 500.000.

Selain mengurangi biaya rujukan, warga sangat tertolong dengan adanya petugas ambulans desa yang dapat membantu warga mengurus administrasi, baik di rumah sakit daerah (RSUD) ataupun di rumah sakit provinsi (RSUP) hingga tuntas. Semua pelayanan ini diperoleh tanpa biaya alias gratis.

Kelompok Konstituen Walang Hatukau

Pada 2019, Kelompok Konstituen Walang Hatukau di Negeri Batu Merah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, mendapat alokasi Dana Desa sebesar Rp 30 juta. Alokasi dana tersebut diperuntukkan bagi penanganan kasus-kasus pada perempuan dan anak yang terjadi di Negeri Batu Merah seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan terhadap perempuan, kekerasan terhadap anak, anak berhadapan dengan hukum (ABH), eksploitasi anak, dan anak putus sekolah. 

Kasus-kasus ringan akan dimediasi hingga tuntas di tingkat Kelompok Konstituen atau di tingkat Kantor Negeri atau Desa. Sedangkan untuk kasus-kasus yang diproses melalui jalur hukum, maka akan diberikan pendampingan hingga kasus tersebut selesai. Untuk pendampingan  hukum, Kelompok Konstituen Walang Hatukau bekerjasama dengan Kelompok Konstituen lain di Kota Ambon, serta meminta dukungan dari lembaga lain, khususnya yang berfokus pada isu perempuan dan anak.

Kehadiran Kelompok Konstituen di beberapa Negeri/Desa sangat membantu P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak) Kota Ambon dan Provinsi Maluku. Apalagi P2TP2A Kota Ambon dan P2TP2A Provinsi Maluku belum mempunyai perangkat yang memadai untuk penanganan kasus-kasus perempuan dan anak. Kelompok Konstituen menjadi lembaga di tingkat komunitas untuk penanganan kasus dan masalah pada perempuan dan anak.

Program MAMPU (Kemitraan Australia Indonesia untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan) Yayasan BaKTI sejak 2014 menginisiasi pembentukan Kelompok Konstituen (KK) di lima wilayah kerja program MAMPU di Kabupaten Lombok Timur, Kota Ambon, Tana Toraja, Kabupaten Maros, Kota Parepare, Kota Kendari, dan Kabupaten Belu. Melalui Program MAMPU, Yayasan BaKTI memberikan penguatan dan peningkatan kapasitas kepada kelompok konstituen  untuk melakukan advokasi dalam perencanaan dan penganggaran.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...