Tolak Klaim Laut Natuna, Tiongkok Didesak Hormati Hukum Internasional

Image title
3 Januari 2020, 19:40
Tolak Klaim Laut Natuna, Tiongkok Didesak Hormati Hukum Internasional.
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Menko Polhukam Mahfud MD (tengah) didampingi (kiri ke kanan) Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, KSAL Laksamana TNI Siwi Sukma Adji, Menhan Prabowo Subianto, Kepala Bakamla Laksdya Bakamla A Taufiq R, Menlu Retno Marsudi dan Menkum HAM Yasonna H Laoly menyampaikan konferensi pers terkait kasus Natuna di Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (3/1/2020).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Pemerintah Indonesia  mendesak Tiongkok untuk menghormati keputusan hukum internasional atas Laut Natuna sebagai  Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) milik Indonesia. Hal itu diungkapkan lantaran kapal nelayan Tiongkok diketahui melanggar batas wilayah perairan Indonesia. 

Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi menjelaskan, selama puluhan tahun laut Natuna telah ditetapkan sebagai milik Indonesia sebagaimana ketetapan United Nations Convention for the Law of the Sea (UNCLOS) atau Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982.

"Indonesia tak akan mengakui klaim sepihak Tiongkok yang tidak memiliki alasan yang sudah diakui hukum internasional, terutama UNCLOS 1982," kata Retno di Jakarta, Jumat (3/1).

(Baca: Insiden Natuna dan Kusutnya Sengketa Laut Cina Selatan)

Menurut dia, pemerintah telah bergerak cepat dengan berkoordinasi dan memperkuat posisi Indonesia di tingkat internasional. Oleh karena itu, pemerintah mendesak Tiongkok untuk menghormati hukum internasional yang berlaku.

"Kami mendesak Tiongkok untuk menghormati keputusan UNCLOS 1982," kata dia.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menegaskan pemerintah tak akan setengah hati dalam menjaga kedaulatan Indonesia. Menurutnya, pemerintah tengah melakukan berbagai upaya diplomasi dengan Tiongkok untuk mengatasi masalah itu.

Namun, jika Negeri Tirai Bambu tak menanggapinya, pemerintah tak menutup kemungkinan untuk mengambil langkah tegas. Hal ini diperlukan karena secara hukum internasional Tiongkok tak memiliki hak atas Laut Natuna.

"Itu pernyataan kami, ada jalan diplomatik tentunya ada jalan sendiri," kata Mahfud.

Memanasnya konflik di perairan Natuna berawal saat Kementerian Luar Negeri menegaskan bahwa Indonesia tidak memiliki overlapping jurisdiction dengan Tiongkok. Indonesia tidak akan pernah mengakui nine dash-line atau sembilan garis putus yang diklaim Tiongkok berdekatan dengan wilayah laut Cina Selatan.

(Baca: KRI Tjiptadi-381 TNI AL Usir Kapal Tiongkok yang Masuk Perairan Natuna)

Penarikan garis tersebut dinilai bertentangan dengan UNCLOS sebagaimana diputuskan melalui Ruling Tribunal UNCLOS tahun 2016. Namun, Pemerintah Tiongkok menolak protes Indonesia. 

"Tiongkok memiliki kedaulatan atas Kepulauan Nansha dan memiliki hak yuridiksi atas perairan dekat dengan Kepulauan Nansha," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Geng Shuang, dalam jumpa pers di Beijing pada Selasa (31/12) lalu, seperti dikutip dari situs Kementerian Luar Negeri Tiongkok.

Geng menegaskan bahwa Tiongkok juga memiliki hak historis di Laut Cina Selatan. Menurutnya, nelayan-nelayan Tiongkok telah lama melaut dan mencari ikan di laut sekitar Kepulauan Nansha. 

Padahal, klaim Tiongkok atas perairan itu juga tumpang tindih dengan sejumlah negara di Asia Tenggara seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei. Bahkan, kepulauan yang oleh Tiongkok disebut Nansha itu juga memiliki nama lain, yakni Kepulauan Spratly.

Reporter: Tri Kurnia Yunianto
Editor: Ekarina

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...