Wahyu Setiawan, Memulai Karier di KPU Banjarnegara Lalu Ditangkap KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan operasi tangkap tangan atau OTT terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan kemarin, Rabu (8/1). Penangkapan dilakukan dengan dugaan pidana korupsi suap.
Komisi antirasuah langsung memeriksa intensif Wahyu yang ditangkap bersama tiga orang lainnya. “KPK punya waktu satu kali 24 jam untuk mengklarifikasi terhadap kegiatan tangkap tangan tersebut, termasuk juga penerimaan uang," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Ketua KPU Arief Budiman juga telah mendatangi gedung KPK untuk mengonfirmasi kebenaran soal penangkapan Wahyu. "Kami hanya mendapat informasi bahwa memang benar yang diperiksa adalah WS," kata Arief.
Wahyu ditangkap KPK saat akan melakukan penerbangan dari Bandara Soekarno-Hatta ke Tanjung Pandan, Bangka Belitung. Wahyu diduga menerima suap senilai Rp 400 juta.
(Baca: Dugaan Suap, KPK Tangkap Komisioner KPU Wahyu Setiawan)
Dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) periode 2018, Wahyu diketahui memiliki harta kekayaan senilai Rp 12,8 miliar. Pria kelahiran Banjarnegara, 5 Desember 1973, itu menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas 17 Desember 1945.
Situs resmi KPU menunjukkan, Wahyu melanjutkan pendidikan pascasarjana Ilmu Administrasi di Universitas Jenderal Soedirman. Kiprahnya di KPU mulai di 2003. Ketika itu ia menjabat sebagai Ketua KPU Banjarnegara hingga 2013.
Setelah itu, Wahyu menjabat sebagai anggota KPU Jawa Tengah pada 2013-2017. Lalu, ia terpilih menjadi Komisioner KPU periode 2017-2022.
(Baca: Profil Bupati Sidoarjo Saiful Ilah yang Terjaring OTT KPK)
Sebelum ditangkap, Wahyu merupakan Komisioner KPU yang tegas menolak mantan narapidana kasus korupsi maju sebagai calon kepala daerah. Pada November lalu ia mengatakan seorang pezina, pemabuk, dan pejudi saja tidak diperbolehkan nyalon, apalagi mantan napi korupsi.
“Saya tidak mengecilkan pelanggar asusila, tidak. Tetapi bisa dibayangkan kalau kemudian orang yang melanggar hukum saja tidak boleh menjadi calon, bagaimana dengan mantan koruptor. Logikanya di mana?” kata Wahyu kala itu seperti dikutip dari Kompas.com.
Aturan ini memang tidak diatur dalam Undang-Undang Pilkada. Namun, KPU berkukuh mencantumkan syarat itu bagi siapa saja yang maju di Pilkada 2020 . “Salah satu syaratnya adalah bukan mantan narapidana korupsi,” ucapnya.