Bus otonom, Angkutan Umum Impian Jokowi untuk Ibu Kota Baru
Presiden Jokowi mengatakan, transportasi massal di ibu kota baru akan menggunakan teknologi otonom (autonomous), alias dikemudikan tanpa awak. Pemerintah menargetkan operasional kendaraan otonom di Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara pada 2024.
“Kami mau bangun di sana transportasi umumnya, massalnya, adalah autonomous,” kata Jokowi di Rafles Hotel, Jakarta, Rabu (15/1).
Untuk tahap awal, kendaraan tanpa awak yang akan dioperasikan yakni berjenis bus. Sebab, berbeda dengan kereta, tidak ada infrastuktur khusus yang harus dibangun untuk operasional bus. Kendaraan itu akan beroperasi di jalan tol yang menghubungkan Balikpapan dan ibu kota baru.
Atas dasar itu, ia menilai biaya untuk penerapan kendaraan otonom ini tidak akan terlalu mahal. "Ini tidak semahal kalau kita harus membangun LRT dan MRT," kata kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
(Baca: Jokowi Rencanakan Transportasi Massal Tanpa Awak di Ibu Kota Baru)
Untuk bisa mewujudkan rencana tersebut, pemerintah bakal menggandeng investor internasional yang sudah menguasai soal kendaraan tanpa awak. Setelah mendapatkan investor, pemerintah akan membuat peta jalan untuk penerapannya.
Bus otonom sebenarnya bukan hal baru. Beberapa negara seperti Jerman, Inggris, hingga Singapura telah mengoperasikan bus tanpa awak, meski baru secara terbatas di kota-kota tertentu.
Jerman pertama kali mengoperasikan bus otonom di Bad Birnbach, Bavaria, pada 2017. Sejak Agustus 2019, bus tanpa awak dengan kapasitas 6 kursi mulai beroperasi di Berlin dan distrik Hafencity, Hamburg. Layanan ini digratiskan selama masa uji coba hingga akhir 2019.
Sedangkan Inggris akan mulai mengoperasikan bus otonom berukuran besar pada akhir 2020. Saat ini, bus-bus tersebut tengah diuji coba di Glasgow, Skotlandia.
(Baca: Jokowi Taksir Bangun Ibu Kota Baru Habiskan APBN Rp 100 Triliun)
Lebih dekat dengan Indonesia, Singapura juta mulai mengujicobakan bus otonom pada Agustus-November 2019 lalu. Pemerintah Singapura menargetkan bus-bus ini dapat beroperasi penuh pada 2022 mendatang.
Dilansir AFP, Rabu (21/8/2019), ada empat bus berukuran sedang tanpa sopir yang diuji coba di Pulau Sentosa. Masyarakat diharapkan mencoba transportasi massal ini cukup dengan melakukan pemesanan melalui aplikasi. Kemudian, mereka akan dijemput dan diantarkan ke tempat tujuan yang dipilih seperti klub golf, pantai dan benteng bersejarah.
Masyarakat yang tidak memiliki aplikasi dapat memesan layanan dari kios yang tersedia di sepanjang rute. Selama uji coba, layanan digratiskan selama empat jam pada hari kerja.
Untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, bus juga menyediakan sopir untuk mengambil kendali jika diperlukan. Dengan jarak tempuh 5,7 kilometer, bus otonom di Singapura dapat menerjang gerimis, namun harus berhenti saat hujan deras.
Presiden dan kepala eksekutif ST Engineering Vincent Chong mengatakan bus-bus itu dilengkapi dengan teknologi canggih. Sistem multi-sensor disesuaikan dengan lingkungan perkotaan yang kompleks, termasuk saat melintas di persimpangan yang ramai.
(Baca: Bertemu Investor Dunia, Jokowi Beberkan Rancangan Besar Ibu Kota Baru)
Sedangkan di Indonesia yang masyarakatnya bahkan belum familiar dengan kendaraan listrik, pengembangan bus otonom bakal butuh waktu lebih lama. Menteri Budi Karya menyatakan, sebelum mengembangkan kendaraan otonom, pemerintah akan melakukan uji coba terhadap kendaraan listrik terlebih dulu.
Rencananya, uji coba bakal dilakukan di Puncak, Bogor, Jawa Barat dan Kuta, Bali. "Kami uji coba keandalan dari kendaraan ini, sehingga pada saat kami menetapkan atau menggunakan electric autonomous vehicle, kami sudah memiliki pengalaman mengelola itu," ujarnya.
Selain itu, Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah butuh membangun infrastruktur 5G dan kelistrikan untuk bisa menerapkan kendaraan otonom di ibu kota baru. "Kita bisa bangun sesuai kebutuhan," ujarnya.
Yang juga perlu diperhatikan adalah kesiapan masyarakat untuk menyambut teknologi baru. Sebab, hasil riset JD Power yang melibatkan 5.000 responden di Amerika Serikat (AS) pada Juli 2019 lalu menunjukkan kendaraan otonom kurang mendapat kepercayaan masyarakat.
(Baca: Jokowi Izinkan Namanya Dicatut untuk Selesaikan Masalah Investasi)
Studi ini menemukan bahwa dari sekala 0-100 poin, keyakinan seseorang kepada mobil otonom hanya mendapat 36 poin . Menurut survei, masyarakat belum merasa nyaman menjadi penumpang mobil otonom.
Riset menunjukkan 71% responden tidak percaya terhadap teknologi otonom karena dianggap rentan gangguan dan masalah teknis lain. Kemudian, 57% responden khawatir kendaraan otonom dapat diretas, sementara 55% khawatir mobil akan mengalami kecelakaan.