Pemerintah Tiongkok Akui Nelayannya Tangkap Ikan di Natuna

Image title
17 Januari 2020, 10:25
konflik Natuna, kapal nelayan Tiongkok di Natuna, klaim Tiongkok atas perairan Natuna, nine dash line, Mahfud MD, Dubes Tiongkok Xiao Qian, zona ekonomi eksklusif
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
KRI Teuku Umar-385 melakukan sailing pass di Laut Natuna, Rabu (15/1/2020). Pengamanan di Laut Natuna diperketat pascainsiden dengan belasan kapal nelayan Tiongkok, Desember lalu.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Pemerintah Tiongkok mengakui nelayannya tertangkap ketika menjaring ikan di Laut Natuna Utara, yang menjadi bagian Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dan wilayah penangkapan ikan tradisional Tiongkok.

Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia, Xiao Qian, mengatakan nelayan Tiongkok memasuki perairan yang berada di ujung Laut Cina Selatan pada akhir Desember 2019. Mereka pun menangkap ikan di kawasan tersebut.

Usai bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud M.D., Xiao yakin kedua negara mampu menyikapi masalah tersebut dengan baik dan menemukan solusinya. "Bahkan di antara teman, dua negara yang bertetangga baik, mungkin saja ada perselisihan. Tetapi, tidak masalah. Kami bisa membicarakan banyak hal secara baik-baik," kata Xiao usai pertemuan tersebut, Kamis (16/1), seperti dikutip South China Morning Post.

(Baca: Sengketa Natuna, Ahli IT Peringatkan Risiko Serangan Siber Tiongkok)

Mahfud Tegaskan Hak Berdaulat RI

Mahfud mengatakan, dalam pertemuan itu Dubes Tiongkok mengatakan bahwa otoritas Tiongkok ditekan oleh para nelayan agar mereka tetap bisa beroperasi di wilayah perairan yang diperdebatkan. Bagi otoritas Indonesia, tindakan para nelayan Tiongkok tersebut dianggap ilegal.

"Sikap pemerintah pun jelas, tetap menjaga kedaulatan dan hak berdaulat. Kalau di ZEE itu namanya hak berdaulat, sedangkan teritori itu wilayah kedaulatan," ujar Mahfud seperti dikutip Antara.

Pemerintah Tiongkok tidak bisa menjamin nelayannya tidak akan masuk lagi ke wilayah ZEE. "Kita akan usir. Tidak ada jaminan apa-apa, sudah punya sikap masing-masing," kata Mahfud. Para pejabat senior dari Indonesia dan Tiongkok akan bertemu pada 4-5 Februari mendatang untuk mencari solusi dan memecahkan masalah tersebut.

(Baca: Terima Dubes Tiongkok, Mahfud Sampaikan Hak Berdaulat RI di Natuna )

Tidak Ada Tawar-Menawar

Hubungan diplomatik Indonesia-Tiongkok sempat memanas setelah insiden masuknya belasan kapal penangkap ikan Tiongkok di Laut Natuna Utara yang dikawal oleh kapal penjaga pantai Tiongkok, pada akhir Desember lalu. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 8 Januari lalu mengunjungi Natuna bersama sejumlah pejabat tinggi militer dan menteri.

"Natuna adalah bagian dari wilayah Indonesia, tidak ada keraguan. Tidak ada tawar-menawar bila menyangkut kedaulatan kita," kata Jokowi. Dalam kunjungannya, Jokowi juga bertemu dengan ratusan nelayan di Natuna.

Pemerintah Tiongkok berpegang pada hak maritim tradisional dan mengklaim perairan tersebut bagian dari wilayah laut yang disebut dengan Nine Dash Line. Namun, Pemerintah Indonesia menolak hal tersebut. Berdasarkan kesepakatan hukum laut internasional, the United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, Natuna dinyatakan sebagai bagian ZEE Indonesia. Hal ini menjadi basis bagi Indonesia ketika mengirimkan nota protes kepada Dubes Tiongkok di Jakarta melalui Kementerian Luar Negeri.

(Baca: Sumber Konflik dan Potensi Ekonomi Laut Natuna Utara)

Reporter: Antara

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...