Pejabat Masih Rekrut Tenaga Honorer Diancam dapat Sanksi
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) mengancam akan memberikan sanksi bagi pejabat pemerintah yang tetap meerekrut tenaga honorer. Pemerintah mengatur larangan memiliki tenaga honorer sejak Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Deputi SDM Apartur Kemenpan RB Setiawan Wangsaatmadja mengatakan pemberian sanksi akan diputuskan bersama melalui koordinasi dengan kementerian terkait. "Yang masih mengangkat itu akan dikenakan sanksi. Sanksi akan diputuskan bersama dengan kementerian terkait," kata Setiawan saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Senin (27/1).
(Baca: Berakhir 2023, Tenaga Honorer Didorong Ikut Seleksi CPNS atau PPPK)
Pemerintah memberikan masa transisi selama lima tahun ke depan atau hingga 2023 bagi instansi untuk merapikan tenaga honorer. Pada Pasal 99 PP Nomor 49 Tahun 2018, pegawai non-PNS yang bertugas pada instansi pemerintah masih bisa melaksanakan tugas hingga lima tahun sejak PP tersebut terbit. Aturan PP ini merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2Ol4 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Pada masa transisi, tenaga honorer diimbau untuk mendaftar Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) untuk menjamin status kerjanya. "Kalau tidak merapikan ini, masalah akan terus muncul, makanya saat ini kami sedang mengkalkulasi," kata Setiawan.
Berdasarkan catatan Kemenpan RB, masih terdapat 438 ribu tenaga honorer di antaranya sebanyak 150 ribu merupakan guru. Dalam kurun 2005 sampai 2014, sebanyak 1.070.092 tenaga honorer diangkat menjadi PNS, setelah lolos seleksi CPNS.
(Baca: Pekerja Honorer Pemerintah akan Dihapus, KSPI Minta Kejelasan Status)
Adapun kewajiban tenaga honorer untuk mengikuti seleksi CPNS maupun PPPK agar penambahan PNS/PPPK terukur sesuai kebutuhan dan analisis beban kerja. "Jadi tidak ada lagi yang masuk kantor terus tidak tahu apa yang harus dikerjakan," ujar Setiawan.
Rencana penghapusan tenaga honorer di pemerintahan mendapatkan tanggapan dari berbagai kalangan, salah satunya Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSPI). Menurut KSPI rencana tersebut harus diiringi dengan kejelasan status kerja agar tak menyebabkan pengangguran.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan perlindungan dan kepastian status kerja tenaga honorer harus diperhatikan karena tak ada aturan di pemerintahan. Berbeda dengan karyawan swasta yang statusnya diatur dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Status PNS atau PPPK harus tertuang jelas perlindungan dan status kerjanya tidak lagi digantung," kata Said.
(Baca: Jokowi: Semua ASN Pusat Pindah ke Ibu Kota Baru pada 2024)