Mayoritas dari 600 WNI Bekas ISIS adalah Perempuan dan Anak-anak
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengatakan, mayoritas dari sekitar 600 Warga Negara Indonesia atau WNI terduga teroris lintas batas yang diidentifikasi pemerintah merupakan perempuan dan anak-anak. Informasi tersebut didapat dari komunitas intelijen internasional.
Kepala BNPT Suhardi Alius menilai, rencana pemulangan para WNI bekas ISIS itu dilematis. Di satu sisi, ada anak-anak di antara mereka. Tetapi, ada kekhawatiran para terduga teroris akan menyebarkan paham radikalisme jika dipulangkan ke Tanah Air.
Anak-anak yang berada di kelompok teroris itu menjadi korban, jika mengacu pada hukum humanitarian internasional. Mereka juga dilindungi Undang-undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Atas dasar itu, Deputi Bidang Kerja Sama Internasional BNPT Andhika Chrisnayudhanto menilai negara wajib memberikan perlindungan kepada mereka. "Kalau anak direkrut di daerah konflik, secara hukum internasional disebut sebagai korban," kata Andhika di kantornya, Jakarta, Jumat (7/2).
(Baca: BNPT Masih Identifikasi 600 WNI Terduga Teroris Lintas Batas)
Namun, proses deradikalisasi terhadap para WNI terduga teroris itu bukanlah hal yang mudah. Sebab, mereka memiliki pengalaman dan pemikiran sebagai teroris lintas batas yang cukup lama.
Ada kekhawatiran bahwa mereka sudah terpapar paham radikalisme selama bertahun-tahun. Tentu, sulit bagi pemerintah untuk mereduksi dan menghilangkan paham maupun traumatis dari diri mereka.
Kendati demikian, saat ini BNPT masih mengidentifikasi 600 terduga teroris lintas batas tersebut. BNPT ingin memastikan apakah mereka benar-benar WNI. Hanya, informasi yang diperoleh berupa foto ataupun nama, itu pun nama alias.
(Baca: Mahfud Kaji 2 Skema Pemulangan WNI Terduga Teroris Lintas Batas)
Setelah identifikasi selesai, BNPT bersama kementerian/lembaga terkait akan membahas apakah mereka akan dipulangkan atau tidak ke Indonesia. Pembahasan tersebut ditargetkan selesai pada Mei 2020.
BNPT bakal melibatkan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan Densus 88 Antiteror Polri dalam mengindentifikasi identitas 600 terduga teroris tersebut. Kemenkumham lewat Ditjen Imigrasi akan memantau jejak para terduga teroris ketika pergi ke area konflik.
Kemendagri akan mengecek data kependudukan mereka. Sedangkan, Densus 88 memetakan rekam jejak mereka terkait aktivitas terorisme. (Baca: Jokowi Tolak Rencana Pemulangan Ratusan WNI Bekas ISIS ke Indonesia)