Chairul Anwar Nidom, Bergelut dengan Virus Flu Burung dan Corona

Image title
4 Maret 2020, 17:21
Chairul Anwar Nidom, profil Chairul Anwar Nidom, Prof Nidom, penemu curcumin obat virus corona, zat curcumin meningkatkan kekebalan tubuh, jahe merah, kunyit, temulawak, sereh
Dok. Unair.ac.id
Chairul Anwar Nidom, Guru Besar Biokimia dan Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Hewan Unair, meneliti manfaat curcumin untuk melawan infeksi virus corona (Covid-19) berdasarkan formulasi yang ditemukannya untuk melawan virus flu burung.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Nama Chairul Anwar Nidom semakin sering terdengar akhir-akhir ini. Guru Besar Biokimia dan Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga (Unair) ini menjadi rujukan banyak orang ketika ia menyebut bahwa curcumin mampu menghadapi infeksi virus corona (Covid-19).

Curcumin adalah zat yang terkandung pada empon-empon yang kerap digunakan sebagai bumbu masak, seperti jahe, temulawak, kunyit, sereh, dan lain-lain. Nidom, yang kini menjabat sebagai Ketua Riset Corona dan Formulasi Vaksin di Profesor Nidom Foundation (PNF), menyatakan ia dan timnya tengah mengembangkan formulasi obat dari curcumin berdasarkan formulasi yang pernah dibuatnya untuk melawan virus flu burung (H5N1).

(Baca: Masker Hanya Lindungi Kalangan Berduit dari Kepanikan Corona)

Untuk merumuskan formulasi itu, ia membutuhkan sampel dari pasien yang positif terinfeksi virus corona. “Sejauh ini, PNF belum kontak dengan institusi manapun. Platform riset ini sebetulnya sudah pernah kami lakukan terhadap virus atau infeksi flu burung beberapa tahun lalu,” kata Nidom seperti dikutip dari Tempo.co, Kamis (27/2). Ia melakukan penelitian berdasarkan jurnal-jurnal ilmiah dari para dokter dan peneliti di Tiongkok yang telah menangani kasus infeksi Covid-19. 

Meski kasus positif virus Covid-19 sudah dikonfirmasi masuk ke Indonesia, Nidom mengimbau masyarakat untuk tidak stress dan panik. “Jangan stress dan panik, karena itu bisa membuat daya tahan atau imunitas tubuh menurun. Tetap konsumsi curcumin setiap hari," ujarnya. Pada dasarnya, meningkatkan kekebalan tubuh adalah cara paling ampuh agar terhindar virus corona.

(Baca: Manfaat Jahe Merah yang Diburu karena Disebut Mampu Menangkal Corona)

Seperti dilansir dari Kumparan.com, Nidom juga menyarankan agar pemerintah membentuk semacam komisi nasional mitigasi penyakit untuk menangani penyebaran virus corona. Komnas ini berfungsi untuk menyeragamkan simulasi-simulasi penanganan wabah virus Covid-19 di berbagai daerah.

Kenaikan Harga Jahe Merah
Jahe merah, salah satu tanaman yang mengandung curcumin, diburu masyarakat karena dianggap mampu menangkal virus corona. (Adi Maulana Ibrahim|Katadata)

Memperingatkan Bahaya Virus Flu Burung

Profesor Nidom lahir di Pasuruan, Jawa Timur pada 8 Maret 1958. Sepanjang kariernya sebagai peneliti, Nidom telah menghasilkan lebih dari 60 artikel penelitian. Riset yang ia lakukan seputar kajian mikrobiologi, di antaranya mengenai upaya dan penanggulangan pandemik flu burung yang diterbitkan pada 2005. Ia mendalami spesialisasinya ini di University of Tokyo, Jepang pada 2004-2005.

Seperti dikutip dari Majalah Gatra, Nidom merupakan ilmuwan yang pertama kali memberikan peringatan bahwa virus flu burung dari unggas bisa menginfeksi babi. Ia juga memperingatkan bahwa jenis virus ini bisa menular dari unggas ke manusia. “Namun, saat itu tidak didengar pemerintah,” kata suami dari Mamiek Hariati itu.

(Baca: Bio Farma Perkirakan Vaksin Corona Bisa Ditemukan 3 Tahun Lebih Cepat)

Pada 2003, Nidom mendapat tawaran dari Departemen Pertanian untuk menjadi bagian dari Tim Peneliti Penyakit Unggas Nasional. Tim tersebut dibentuk untuk mencari tahu mengapa angka kematian unggas di Indonesia jumlahnya terlalu tinggi. Ia menemukan bahwa penyebab di balik kematian unggas di Indonesia tersebut adalah virus H5N1, atau yang dikenal sebagai virus flu burung, yang berasal dari Guangdong, Tiongkok.

Ayah dari tiga anak ini sempat menyatakan bioterorisme (serangan teroris yang menggunakan senjata biologis berupa penyakit) sudah terjadi di Indonesia. Hal tersebut diperkuat oleh fakta-fakta non-alamiah. Seperti dikutip dari Republika, Nidom menyatakan flu burung yang terjadi sejak 2003 tak kunjung tuntas hingga 2015. Ia juga menyebut virus flu babi yang merebak pada 2009 memiliki struktur yang tidak alami.

Penulis: Destya Galuh Ramadhani (Magang)

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...